Jumat, 16 Mei 2008

MEI 1998; SOEHARTO

Mei 1998; Kronologi Lengsernya Soeharto

5 Maret 1998
Sebanyak 20 Mahasiswa (UI) Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR menolak pidato pertanggungjawaban Presiden pada Sidang Umum MPR (Diterima Fraksi ABRI sekarang TNI), mereka menyerahkan agenda Reformasi Nasional.

11 Maret 1998

Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.

15 April 1998
Soeharto meminta Mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus, karena sepanjang bulan ini Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri berunjuk rasa menuntut reformasi politik.

18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto dan 14 Menteri Kabinet Pembangunan VII berdialog dengan Mahasiswa di Pekan Raya Jakarta. Namun, sebagian perwakilan Mahasiswa berbagai perguruan tinggi menolak dialog itu.

1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri ”Hartono” dan Menteri Penerangan ”Alwi Dachlan” mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai pada 2003.

2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).

4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung, dan Jogjakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demo besar- besaran. Demo berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung misalnya, 16 Mahasiswa luka akibat bentrokan.

5 Mei 1998
Demonstrasi Mahasiswa besar-besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.

9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat Mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat Mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.

13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.

14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu, kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bagunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak di tutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.

16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.

18 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mendatangi gedung DPR/MPR. Mereka mendesak Soeharto segera mundur dari jabatan Presiden. Mahasiswa juga meminta MPR segera mengadakan Sidang Istimewa. Sebagian besar Mahasiswa bahkan menginap di gedung tersebut selama unjuk rasa dilakukan. Harmoko yang ketika itu menjabat sebagai Ketua MPR/DPR meminta Soeharto mundur dari kursi kepresidenan. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Wiranto mengatakan bahwa ”permintaan itu adalah permintaan pribadi Harmoko”.

19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH. Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana elemen masyarakat dan Mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.

Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu, Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi Presiden. Namun, hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak.

Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke kompleks Monumen Nasional, namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari, Amien Rais meminta massa tak datang ke lapangan Monumen Nasional, karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan Mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR/DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.

21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

Tidak ada komentar: