Jumat, 30 Mei 2008

IMPERIALISME;

IMPERIALISME

Perkataan Imperialisme muncul pertama kali di Inggris pada akhir abad XIX. Disraeli, perdana menteri Inggris, ketika itu menjelmakan politik yang ditujukan pada perluasan kerajaan Inggris hingga suatu "impire" yang meliputi seluruh dunia. Politik Disraeli ini mendapat opisisi yang kuat. Golongan oposisi takut kalau-kalau politik Disraeli itu akan menimbulkan krisis-krisis internasional. Karena itu mereka menghendaki pemusatan perhatian pemerintah pada pembangunan dalam negeri dari pada berkecipuhan dalam sola-soal luar negeri. Golongan oposisi ini disebut golongan "Little England" dan golongan Disraeli (Joseph Chamberlain, Cecil Rhodes) disebut golongan "Empire" atau
golongan "Imperialisme" . Timbulnya perkataan imperialis atau imperialisme, mula-mula hanya untuk membeda-bedakan golangan Disraeli dari golongan oposisinya, kemudian mendapat isi lain hingga mengandung arti seperti yang kita kenal sekarang.

Asal Mula Kata Imperialisme

Perkataan imperialisme berasal dari kata Latin "imperare" yang artinya "memerintah" . Hak untuk memerintah (imperare) disebut "imperium".Orang yang diberi hak itu (diberi imperium) disebut "imperator". Yang lazimnya diberi imperium itu ialah raja, dan karena itu lambat-laun raja disebut imperator dan kerajaannya (ialah daerah dimana imperiumnya berlaku) disebut imperium. Pada zaman dahulu kebesaran seorang raja diukur menurut luas daerahnya, maka raja suatu negara ingin selalu memperluas kerajaannya dengan merebut negara-negara lain. Tindakan raja inilah yang disebut imperialisme oleh orang-orang sekarang, dan kemudian ditambah dengan pengertian-pengerti an lain hingga perkataan imperialisme mendapat arti-kata yang kita kenal
sekarang ini.

Arti Kata Imperialisme

Imperialisme ialah politik untuk menguasai (dengan paksaan) seluruh dunia untuk kepentingan diri sendiri yang dibentuk sebagai imperiumnya. "Menguasai" disini tidak perlu berarti merebut dengan kekuatan senjata, tetapi dapat dijalankan dengan kekuatan ekonomi, kultur, agama dan ideologi, asal saja dengan paksaan. Imperium disini tidak perlu berarti suatu gabungan dari jajahan-jajahan, tetapi dapat berupa daerah-daerah pengaruh, asal saja untuk kepentingan diri sendiri. Apakah beda antara imperialisme dan kolonialisme ? Imperialisme ialah politik yang dijalankan mengenai seluruh imperium.
Kolonilisme ialah politik yang dijalankan mengenai suatu koloni, sesuatu bagian dari imperium jika imperium itu merupakan gabungan jajahan-jajahan.

Macam Imperialisme
Lazimnya imperialisme dibagi menjadi dua:

1. Imperialisme Kuno (Ancient Imperialism) . Inti dari imperialisme kuno adalah semboyan gold, gospel, and glory (penyebaran agama, kekayaan dan kejayaan). Suatu negara merebut negara lain untuk menyebarkan agama, mendapatkan kekayaan dan menambah kejayaannya. Imperialisme ini berlangsung sebelum revolusi industri dan dipelopori oleh Spanyol dan Portugal.
2. Imperialisme Modern (Modern Imperialism) . Inti dari imperialisme modern ialah kemajuan ekonomi. Imperialisme modern timbul sesudah revolusi industri. Industri besar-besaran (akibat revolusi industri) membutuhkan bahan mentah yang banyak dan pasar yang luas. Mereka mencari jajahan untuk dijadikan sumber bahan mentah dan pasar bagi hasil-hasil industri, kemudian juga sebgai tempat penanaman modal bagi kapital surplus.

GOA AKBAR

GOA AKBAR

Goa ini terletak tepat di bawah Pasar Baru Tuban, sudah tentu terletak di tengah kota Tuban.
Sampai saat ini Goa Akbar sudah dikelola dengan sangat baik oleh pihak Dinas Pariwisata Kabupaten Tuban, sehingga fasilitas untuk mengeksplorasi goa sangal lengkap.

Jauh dari perkiraan Anda tentang goa yang gelap dan berbau kotoran kelelawar, disini pengunjung akan mendapatkan suasana yang sangat berbeda; Saat Anda menuruni pintu goa, tengoklah keatas, maka Anda akan dapati suasana layaknya memasuki mall-mall di kota-kota besar. Ruang didalam goa menjadi semakin menarik dengan dekorasi lampu hias untuk membantu menampilkan sosok-sosok bebatuan yang ada di dalam goa, tentu dengan jaringan kabel listrik yang tidak tampak di pandang.
"Salah satu sudut Goa Akbar"

Selain suara tetesan air yang terdengar dan kadang mengenai kepala kita, pengunjung juga dapat mendengarkan lantuman musik dari perangkat sound system yang sudah terinstalasi sampai di kedalaman goa.

Catatan lain jika Anda ingin memasuki goa ini, stamina harus baik, karena Anda akan berjalan kurang lebih 30 menit untuk menyusuri kedalaman goa atau sampai 60 menit jika Anda ingin secara detail mengamati dan membaca nama-nama dan legenda dari masing-masing ruangan yang ada di dalam goa.

TUBANKU, TUBAN ANDA, TUBAN KITA

BUPATI TUBAN DULU – KINI

1. Kyai Gede Papringan
2. Raden Aryo Ronggolawe
3. Raden Sirolawe
4. Raden Sirowenang
5. Raden Harioleno
6. Raden Aryo Adikara
7. Syeh Abdurrachman
8. Raden Aryo Wilotikto
9. Kyai Ageng Ngraseh
10. Kyai Ageng Gegilang
11. Kyai Ageng Babatang
12. Raden Balewot
13. Pangeran Sekar Tanjung
14. Pangeran Ngasar
15. Pangeran Permalat
16. Haryo Salampe
17. Pangeran Dalem
18. Pangeran Pojok
19. Pangeran Anom
20. Soejokopoero Joedonegoro
21. Arya Balabar/Arya Blender
22. Pangeran Soejonoputro
23. Joedhonegoro
24. R.Aryo Soero Diningrat
25. R.Aryo Diposono
26. Kyai Tumenggung Tjokronegoro
27. Poerwonegoro
28. Kyai Lilder Soerodinegoro
29. R.Tumenggung Soeryodinegoro
30. Pangeran Tjitrosomo I
31. Pangeran Tjitrosomo II
32. Pangeran Tjitrosomo III
33. Pangeran Tjitrosomo IV
34. R.Mas Somobroto
35. Aro Koesoemodigdo
36. 1911-1919 : R.Tumenggung Pringgowinoto
37. 1919-1927 : RAA.Pringgodigdo Koesoemodiningrat
38. 1927-1944 : RMAA.Koesoemobroto
39. 1944-1946 : R.T.Soediman Hadiatmojo
40. 1946-1956 : RH.Mustain
41. 1956-1958 : R.Soendoroe
42. 1958-1960 : R.Sanjaya
43. 1960-1968 : M.Widagdo
44. 1968-1970 : R.Soeparmo
45. 1970-1975 : RH.Erchamni
46. 1975-1980 : H.M.Masdoeki
47. 1980-1985 : Soerati Moersam
48. 1985-1991 : Drs.Djoewahiri Marto Prawiro
49. 1991---- : Drs.H.Sjoekoer Soetomo
50. ------
51. 1996-2001: Hindarto
52. 2001-2006: Dra. Haeny Relawati Rini Widiastuti, M.Si
53. 2006-2011: Dra. Haeny Relawati Rini Widiastuti, M.Si

ASAL-USUL TUBAN

Dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa, nama mengandung makna dan merupakan suatu hal yang bersifat sakral. Oleh karena itu nama Raja raja dibedakan dengan nama rakyatnya dan bagi masyarakat nama kecil berbeda dengan nama sesudah kawin. Beberapa pendapat tentang pemberian nama sebuah desa / daerah dikaitkan dengan :

I. Berdasarkan legenda

Dalam legenda mengenai asal usul “Tuban” terkait dua tempat yang penting yaitu Watu Tiban dan Bektiharjo.

A. Watu Tiban

Ketika kerajaan Majapahit jatuh, semua harta kekayaan dibawa ke Demak. Salah satu harta kekayaan Majapahit yang dibawa ke Demak adalah pusaka kerajaan yang berbentuk batu dan pemindahannya dipercayakan pada sepasang burung bangau. Sesampai disuatu daerah, burung bangau yang sedang membawa batu pusaka diolok olok oleh anak anak pengembala dan karena marah maka jatuhlah batu pusaka kerajaan Majapahit. Adapun tempat dimana batu pusaka itu jatuh, dinamakan Tuban. Dengan demikian nama Tuban berasal dari kata “Wa(tu) Ti(ban)”. Dan ternyata batu tersebut berupa sebuah Yoni.

B. Metu Banyu

Sesuai dengan petunjuk yang di terima oleh Raden Dandang Wacono yaitu membuka hutan Papringan untuk dijadikan negara. Pada waktu pembukaan hutan papringan, keluarlah dengan tidak terduga sebuah sumber air. ari peristiwa”Me(tu) (Ban)yune” yang berarti keluar airnya, maka spontan Raden Aryo Dandang Wacono memberi naman tempat tersebut dinamakan Tuban. umber airnya sangat sejuk dan pada akhirnya tempat tersebut dinamakan “Bektiharjo’.

C. Nges(Tu)ake kewaji(Ban)

Menurut kebiasaan sehari hari masyarakat Tuban mudah diarahkan untuk melaksanakan yang bersifat membangun. Sifat demikian dalam bahasa Jawa dikatakan : “Nges(Tu) kewaji(Ban).

II. Berdasarkan Etimologi

Dalam bahasa Jawa Kawi, Tuban berarti “Jeram’, sedangkan jeram itu sendiri adalah air terjun. Apabila kita lihat di Tuban terdapat air terjun yang terdapat di kecamatan Singgahan (air terjun nglirip) dan di kecamatan Semanding ( air terjun banyu langse ). ada kedua air terjun baik di nglirip maupun di air terjun banyu langse tidak ada data Arkeologi yang mendukung bahwa itu bekas suatu kota.

A. Data Arkeologi

Di Ngerong kecamatan Rengel terdapat Arca Mahatula yang menunjukkan ciri jaman Singosari. Begitu pula terdapat pecahan keramik serta batu bata, selain itu wilayah kecamatan rengel di temukan pula prasasti Malengga dan Banjaran yang bertahun 1052 M.

B. Data Geografis

Rengel terletak di tepi Sungai Bengawan Solo yang jaman dulu merupakan sarana penghubung utama. Ditepi sungai bengawan solo terdapat hamparan sawah yang subur serta pegunungan yang membujur dari arah utara sampai ke selatan. Hal ini sangat strategis ditinjau dari segi ekonomi maupun militer dalam mendukung pengembangan pusat pemerintahan.

BEBERAPA SUMBER - SUMBER TERTULIS YANG BERKAITAN DENGAN TUBAN

Untuk mendukung penelusuran kapan berdirinya Tuban sebagai desa atau wilayah yang setingkat dengan kabupaten sekarang ini perlu pengkajian sumber tertulis yang berupa :

Sumber tertulis berupa:

1. Prasasti Kambang Putih
2. Prasasti Malengga
3. Prasasti Banjaran
4. Prasasti Tuban

Sumber tertulis berupa. Tentara Tar Tar dibawah pimpinan komando Sih-pie, Kau Sing dan Ike Messe, sebagian mendarat di Tuban dan sebagian meneruskan ke Sedayu. Dengan bantuan Raden Wijaya, tentara Tar-Tar dapat mengalahkan Jayakatwang dari Kediri dan pada akhirnya tentara Tar-Tar dapat di hancurkan oleh Raden Wijaya dengan bantuan Arya Wiraraja dari Sumenep. Setelah hancurnya tentara Tar-Tar, Raden Wijaya dinobatkan sebagai raja Mojopahit dengan gelar Sri Kertajasa Prawira.

Sumber Tertulis Berita Luar Negeri. Berita Cina yang sangat penting adalah uraian Ma Hua dalam bukunya Ying Yai Shing Lan. Ma Hua adalah orang Tionghoa yang beragama Islam, yang mengiringi perjalanan Cheng Ho dalam perjalanan ke daerah daerah lautan selatan ( 1413 M – 1425 M ).

Kamis, 22 Mei 2008

SISTEM SOSIAL INDONESIA; DAMPAK INDUSTRIALISASI

DAMPAK INDUSTRIALISASI; HASRAT PETANI DAN NELAYAN

I. PENDAHULUAN

Industrialisasi merupakan bentuk kecil dari modernitas akibat dari dinamika dunia. Bagaiamana tidak, Indonesia yang dulu kokoh dan kuat dalam hal pangan berdasar atas sistem agraria dan laut yang seharusnya menjadi kebutuhan pokok kerja warganya bergeser, beralih pada pekerja buruh pabrik dan TKI. Sampai saat ini pun buruh dan TKI belum jelas nasibnya dan pemerintah terkesan tutup mata. Hal itu didasari atas maraknya protes dan tuntutan demonstran 1 Mei 2008 (May Day) kemarin. Mereka hanya ingin hasil kerjanya pada kaum-kaum borjuis dianggap, dihargai sepantasnya demi sejahteranya seluruh buruh di negeri ini.
Dampak industrialisasi menyebabkan tuntutan kehidupan yang lebih tinggi dalam proses mempertahankan hidup. Jelas nantinya menggeser sedikit, banyak daya nalar dan berpikir masyarakat. Masyarakat yang dulu nyaman dengan bertani dan nelayan (melaut) sebagai pekerjaan pokok kadang harus rela melihat generasinya (anaknya) ogah mengikuti jejak langkahnya. Takut hitam, iming-iming kota besar dengan bebagai macam fasilitas industri, gaji yang agak lumayan besar. Akibatnya, fakumnya pertanian dan nelayan yang menjadi sumber pokok indonesia (agraria dan bahari) harus merelakan pemudanya bersimpuh lutut pada kaum-kaum borjuis yang terus dengan angkuhnya memeras tenaga.
Imbasnya Indonesia menjadi pemasok TKI paling besar, Malaysia, Arab Saudi, Brunei dan lain-lain. Data para TKI, diperkirakan tiga juta TKI bekerja di luar negeri lihat data di Depnakertrans Tahun 2002, ke seluruh dunia dikirimkan 480.393 orang TKI (116.779 laki-laki dan 363.614 wanita). Dari jumlah itu, yang ke negara-negara Timur Tengah 50 persennya ialah 241.961 orang (18.771 laki-laki dan 223.190 wanita). Negara-negara Timur Tengah yang paling banyak menerima TKI adalah Arab Saudi 213.603 (18.256 laki-laki dan 195.347 wanita), Uni Emirat Arab 7.7776 (332 laki-laki dan 7447 wanita), Kuwait 16.418 (37 laki-laki dan 16.381 wanita). TKW ke Timur Tengah itu adalah PRT. Di luar PRT, seperti perawat, sedikit sekali jumlahnya. Negara di luar Timur Tengah yang menerima banyak TKW ialah Singapura 16.071 orang (80 laki-laki dan 15.991 wanita) dan Malaysia 152.680 orang (wanita 65.114 orang dan 87.566 laki-laki). Tidak cukup disitu, hingga akhir September 2006, jumlah TKI yang bekerja di Korsel sebanyak 28.693 orang. Jumlah itu terdiri atas 141 TKI program penanaman modal asing, 5.360 program G to G, 2.510 TKI pelaut, dan 20.682 TKI program Korea Federation of Small and Medium Business/KFSB. (suarapembaruan.com).
Data di atas menjadi bukti betapa besar paralihan daya nalar dan pikir masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan ekonomi. Toh nyatanya, berbagi macam kasus terjadi seperti pemerkosaan, penganiayaan, pembunuhan [Institute for Migrant Workers (IWORK) mencatat 45 buruh migran Indonesia (BMI) meninggal dunia di berbagai negara sepanjang bulan Januari-April 2008]. Hal ini mengindikasikan perlindungan terhadap buruh masih sangat kurang (suaramerdeka.com).

II. PEMBAHASAN

A. Kerangka Teori

a. Teori Konflik
Teori konflik melihat pertikaian dan konflik dalam sistem sosial serta melihat berbagai elemen kemasyarakatan menyumbang terhadap disintegrasi dan perubahan. Teoritisi konflik apapun keteraturan yang terdapat dalam masyarakat berasal dari pemaksaan terhadap anggotanya oleh mereka yang berada di atas dan menekankan pada peran kekuasaan dalam mempertahankan ketertiban dalam masyarakat. Masyarakat disatukan oleh ”ketidakbebasan yang dipaksakan”. Dengan demikian, posisi tertentu di dalam masyarakat mendelegasikan kekuasaan dan otoritas terhadap posisi yang lain.
Sosiologi Marx (1818-1883) tentang konflik didasarkan atas dua asumsi pokok: Pertama, ia memandang kegiatan-kegiatan ekonomi sebagai faktor-penentu utama semua kegiatan kemasyarakatan. Kedua, ia melihat masyarakat manusia terutama dari sudut konflk di sepanjang sejarah. Menurut Marx, motif-motif ekonomi dalam masyarakat mendominasi semua struktur lainnya. Ia menganggap cara produksi (mode of production) di sepanjang sejarah manusia secara sedemikian rupa, sehingga sampai-sampai ia berpandangan sebagian besar sumber daya ekonomi sebagai dikuasai oleh segelintir orang tertentu, sementara golongan masyarakat lainnya sebagai ditakdirkan untuk bekerja demi mereka dan tetap bergantung pada kemurahan hati segelintir penguasa sebagian besar seumber daya itu. Karenanya, Marx melihat masyarakat terbagi menjadi dua kelas: 1). kelas pemilik yang selalu mengeksploitasi, 2). kelas buruh yang senantiasa tereksploitasi. Pengeksploitasian terus-menerus ini, menurut Marx, mengharuskan terjadinya revolusi-revolusi. Namun demikian, karena para pemimpin revolusi tidak mempunyai pengetahuan sedikit pun tentang cara produksi yang lain, kata Marx, maka mereka kemudian mengikuti sistem ekonomi yang sama, dengan menjadikan diri sebagai pemegang sebagian sumber daya ekonomi, dan sekali lagi menempatkan massa sebagai buruh yang terampas hak-haknya. Proses pengeksploitasian ini, demikian Marx kian menjadi-jadi seiring dengan gelombang industrialisasi dan matangnya kapitalisme di Eropa.
Pendekatan konflik berpangkal pada anggapan-anggapan dasar sebagai berikut:
a. Setiap masyarakat senantiasa berada didalam proses perubahan yang tidak pernah berakhir, atau dengan perkataan lain, perubahan sosial merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

b. Setiap masyarakat mengandung konflik-konflik di dalam dirinya, atau dengan perkataan lain, konflik adalah merupakan gejala yang melekat di dalam setiap masyarakat.

c. Setiap unsur di dalam suatu masyarakat memberikan sumbangan bagi terjadinya disintegrasi dan perubahan-perubahan sosial.

d. Setiap masyarakat terintegrasi di atas penguasaan atau dominasi oleh sejumlah orang atas sejumlah orang-orang lain.

Konflik diyakini merupakan suatu fakta utama dalam masyarakat. Sejumlah tradisi intelektual, menyediakan perangkat analisis interpretasi terhadap masalah tersebut. Konflik merupakan suatu fakta dalam masyarakat industri modern. Meskipun ada pembahasan perihal sifat dan fungsi konflik tersebut, namun tidaklah mudah mengakui keberadaannya. Konflik lebih banyak dipahami sebagai keadaan tidak berfungsinya, komponen-komponen masyarakat sebagaimana mestinya atau gejala penyakit dalam masyarakat yang terintegrasi secara tidak sempurna. Tetapi, secara empiris konflik, tidak diakui karena, orang lebih memilih stabilitas sebagai hakikat masyarakat. Konflik merupakan realitas yang harus diahadapi oleh para ahli teori sosial dalam membentuk model-model umum perilaku sosial.
Konflik mempunyai fungsi-fungsi positif. Salah satunya adalah, a). mengurangi ketegangan dalam masyarakat, b). juga mencegah agar ketegangan tersebut tidak terus bertambah dan menimbulkan kekerasan yang memungkinkan terjadinya perubahan-perubahan. Dari sudut pandang ini, konflik sosial mempunyai fungsi katarsis. Karenanya konflik mempunyai dampak yang menyegarkan pada sistem sosial itu sendiri, namun konflik meciptakan perubahan-perubahan di dalam sistem, dan konsekuensinya sistem itu bisa lebih efektif. Tidaklah mudah menyamakan antara teori konflik dalam masyarakat dengan pandangan yang khas mengenahi masyarakat sendiri.

B. Analisis
Bergesernya pemikiran masyarakat tentang bagaimana cara mempertahankan hidup untuk memenuhi kebutuhan pangan menjadi titik pokok bahasan kali ini. Hal ini disebabkan modernisasi dan industrialisasi yang terus menggerogoti indonesia. Meski memang modernisasi Barat didahului oleh komersialisasi dan industrialisasi, sedangkan di negara non-Barat, modernisasi didahului oleh komersialisasi dan birokrasi. Jadi, modernisasi dapat dilihat terlepas dari industrialisasi-di Barat modernisasi disebabkan oleh industrialisasi, sedangkan dikawasan lain modernisasi menyebabkan industrialisasi. Yang jelas, baik modernisasi maupun industrialisasi menyangkut unsur penting pertumbuhan ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi tak dapat terjadi terlepas dari industrialisasi, dan industrialisasi ini senantiasa menjadi bagian integral dari modernisasi.
Dalam analisis ini, para petani yang dulunya banyak dan mampu menghasilkan hasil panen yang baik harus rela sebagian tanah yang ia miliki dijual kepada kaum-kaum borjuis. Sejak awal ingin memonopoli dan menindas serta mengeksploitasi besar-besaran negeri ini. Tak dielakkan lagi, kemudian muncullah kapitalisme yang jelas hanya ingin mengeksploitasi dan merusak Indonesia sebagai lahan subur dunia, baik sumber daya alam maupun sumber daya manusianya. Belum lagi penciptaan mitos pasar-global yang selalu menghantui rakyat dan sistem perekonomian Indonesia. Kenyataan ini dilihat dalam kurun waktu yang cukup begitu singkat pada tahun ’90-an tanah persawahan yang dulu luasnya berhektar-hektar menyempit akibat dibangunnya pabrik-pabrik industri yang dalam taken kontraknya jelas-jelas kurang begitu menguntungkan pemerintah dan penduduk setempat terutama.
Masalahnya adalah di negara-negara berkembang seperti Indonesia, masyarakat, termasuk dunia bisnis, justru sering menghendaki campur tangan pemerintah, walaupun dalam retorika, mereka menghendaki deregulasi. Antara deregulasi dan intervensi sering sangat kabur batas-batasnya. Sebagai contoh PP No.20/1994 yang dinilai bertentangan dengan UU PMA No.1/1967. Di satu pihak peraturan itu memang lebih memperlancar masuknya modal asing dan penanaman modal umumnya. Di lain pihak hal itu mengandung campur tangan pemerintah atau yang menguntungkan grup-grup bisnis besar tertentu.
Sebelum itu, pada tahun '60-an pertumbuhan ekonomi Indonesia mengalami kemerosotan sehingga menimbulkan krisis politik pada tahun 1965-1966. Higgins, ekonom yang pernah bekerja di Indonesia, juga menyebut perekonomian Indonesia hingga pertengahan ’60-an sebagai the chronic droup-out, belajar dari pengalaman itu pemerintah Orde Baru mengundang kembali modal asing untuk melaksanakan industrialisasi lewat UU No.1/1967. segera setelah membuka pintu kepada modal asing, pemerintah Orde Baru juga memberi kesempatan kepada modal dalam negeri untuk melaksanakan tugas yang sama melalui UU No.1/1968. Sebagaimana di duga dan telah di sadari, misalnya oleh Menteri EKUIN pada waktu itu, Sri Sultan H.B IX, pemodal dalam negeri yang telah siap adalah pengusaha non-pribumi. Sekali lagi, industrialisasi semasa Orde Baru mengahadapi ganjalan baru dalam sistem pemilikan. Pada dasawarsa ’80-an menjadi jelas bahwa golongan etnis inilah yang mendominasi perekonomian. Monopoli dan oligopoli dipersoalkan. Ini di ikuti dengan identifikasi gejala konglomerasi. Sebagian besar aset industri dan perusahaan-perusahaan besar pada awal ’90-an ternyata berada di tangan golongan etnis tersebut.
Pemilikan pribadi modern ini sesuai dengan negara modern, yang pelan-pelan dibeli oleh orang-orang yang mempunyai milik dengan cara perpajakan--telah jatuh semuanya ke dalam tangan orang-orang ini lewat hutang nasional, dan kehadiran negara itu telah menjadi tergantung sepenuhnya kepada kredit komersial, yang diberikan kepada negara oleh para pemiliki-pemilik, yaitu kaum borjuis, sebagaimana tercerminkan oleh naik turunnya dana negara di bursa saham.
Seperti halnya di Jepang pada awal tahun-tahun modernisasinya hasil pajak tanah merupakan bagian terbesar dari seluruh hasih pajak, yang bagi pemerintah Jepang merupakan biaya untuk usaha modernisasinya. Pada tahun 1868 bagian itu adalah 68, 7 % dan pada tahun 1877 83,2%. Sementara itu ini berarti, mahwa petani di Jepang harus memikul korban yang berat untuk modernisasi yang dipaksakan itu. Ini terbukti dari kenyataan, bahwa selama periode 1868-1912 telah terjadi 210 kali pemberontakan petani. Dilihat dalam lingkup masyarakat pedesaan sendiri mungkin modernisasi itu dipandang sebagai suatu yang tidak menyenangkan, yang maunya sedapat mungkin hendak dihindari, atau sebagai sesuatu yang terpaksa harus diterima, suatu yang merugikan kehidupan dan tata cara sendiri. Belum lagi para pemimpin negara yang feodalis terus menggerogoti tanah rakyat dengan segenap kekuasannya.
Dilain pihak pandangan tentang kota-kota besar mengakibatkan daya pikir pemuda yang sekarang terkesan hura-hura (hedonis) belaka menjadi indikasi cukup signifikan dalam dunia pertanian. Mereka (pemuda) menganggap bahwa bekerja di kota lebih-lebih Jakarta sebagai kota metroplitan, di pabrik industri merupakan sebuah kebanggaan yang mahal harganya. Akibatnya sangat jelas mereka melakukan perpindahan dari desa ke kota (urbanisasi) hanya untuk mencari pekerjaan dikota dan berharap dengan mudah mendapatkannya. Dalam pandangan konflik ini, mungkin industrilisasi sebagai kepentingan para pemimpin/kaum-kaum borjuis untuk mengkosongkan lahan pertanian, membeli dengan uang yang ia miliki dan mengeruk habis/eksplotasi sumber daya alam di Indonesia, sebagai gantinya iming-iming gaji dan kahidupan kota yang hedonis belaka.
Semua itu dimungkinkan oleh adanya uang. ”Barang siapa memiliki uang satu sen maka ia berdaulat (sejauh satu sen) atas seluruh manusia; memerintah para juru masak agar menyajikan santapan baginya, memerintah para bijak-cendikia untuk memberinya pelajaran, memerintah para raja untuk menjaganya--sejauh satu sen.” Carlyle dan Marx sepakat bahwa misteri uang, yakni transendensinya, sebagaimana terungkap melalui pakaian yang menandai perbedaan kelas dan perbedaan kekuasaan, menyangga tatanan sosial. Keduanya sama-sama
berpendapat bahwa berbelanja untuk menjaga penampilan adalah sesuatu yang perlu, meskipun Karl Marx, tidak seperti Carlyle, mengangap keperluan semacam itu teramat sangat irasional.
Ada beberapa faktor yang seolah-olah mengusir penduduk dari pedesaan, dan engganya untuk menjadi petani dan nelayan sehingga pertanian dan nelayan fakum tanpa orang. Ada faktor-faktor yang menyebabkan hal semacam itu, diantara:

a. Jelas ada daya tarik ekonomi dari kota (industri), orang berharap akan mendapat pekerjaan di sana dan dengan demikian mendapat uang. Bagi banyak orang ini suatu keharusan, karena di desa-desa tidak ada mata pencaharian lagi atau tidak ada kesempatan untuk mencari uang. Orang-orang mencari perbaikan nasib di kota atau mencari kesempatan kerja yang dipandang lebih sesuai dengan pendidikannya di sekolah. Bertani (menjadi petani) dan nelayan menjadi hal yang dianggap level rendah, tidak sesuai dengan pendidikannya.

b. Yang erat hubungannya dengan usaha mencari pekerjaan yang lebih sesuai dengan pendidikan, ialah usaha untuk mengangkat posisi sosialnya dengan cara pergi ke kota dan bekerja di pabrik sana. Pendidikan modern menciptakan pola nilai dan pola harapan baru. Anggapan kehidupan kotalah yang sesuai dengan pendidikannya itu. Akibatnya pertanian dan nelayan fakum tanpa perhatian.
c. Kota-kota itu merupakan daya tarik, karena fasilitas pendidikan di situ di nilai lebih baik dari pada di pedesaan. Dilain pihak orang tua yang ingin agar anaknya dapat memanfaatkan kesempatan baru untuk naik tangga masyarakat, akan pindah ke kota. Daya tarik itu juga dapat timbul karena adanya fasilitas-fasilitas sosial lainnya, kemudian daya nalar anak akan terbiasa dengan kehidupan serta fasilitas di kota dan enggan kembali ke desa untuk meneruskan dan memberdayakan agraria dan lautnya (tani dan nelayan)

d. Sepanjang masa kota-kota itu merupakan daya tarik sebagai pusat kesenangan dan hiburan dan sebagai tempat dimana orang dapat mencari pengalaman baru dalam bayangan suasana hangat dan meriah. Jelas daya tarik yang satu ini, kelap-kelip lampu kota hedonisitas kehidupan malam kota, hura-hura pemuda membuat miring pikiran pemuda, akhirnya kehidupan di desa dan menjadi petani dan nelayan merupakan hal yang dianggap menurunkan martabatnya sebagai pemuda.

e. Life style dan gengsi yang menjadi tren pemuda membuat fakumnya penerus pertanian bagi proses agraria negeri ini. Merupakan imbas dari adanya industrialisasi yang disebabkan oleh modernisasi yang merebak di desa-desa.. Hal ini diperparah lagi limbah pabrik yang meresahkan dan mampu mempengaruhi proses tumbuh berkembangnya tanaman padi, jagung dan lain-lian yang mengakibatkan merosotnya harga cukup jauh akibat dari bahan kimia yang ada pada limbah tadi. Belum lagi limbah yang dibuang ke laut, dan jelas akan merusak ekosistem yang ada.

f. Parahnya lagi, generasi muda petani ogah melanjutkan pekerjaan orang tuanya disebabkan adanya iming-iming atau tawaran gaji yang dianggap cukup menggiurkan dari pihak industri (pabrik) untuk menjadi buruh yang sampai saat ini tidak jelas diperhatikan nasibnya. Belum lagi pembagian kerja dan jabatan dalam produksi pabrik-pabrik industri yang nantinya akan menyebabkan stratifikasi antara orang yang atas dan bawah berdasar atas kepetingan-kepentingan semata.
Menurut Marx, kelas-kelas akan timbul apabila hubungan-hubungan produksi melibatkan suatu pembagian tenaga kerja yang beraneka ragam, yang memungkinkan terjadinya surplus produksi.

g. Para anak nelayan takut pergi melaut. Daya nalar modernis yang telah merasuk dalam pikiran kaum pesisir. Alasan takut hitam merupakan jelas implikasi dari modernitas, lanjutnya orang senantiasa menjadi konsumen. Membeli produk pemutih wajah atau cream pemutih yang menjadikan hal itu sangat rawan terjadinya rasisme, etnosentris masyarakat untuk tidak mau mengikuti orang tua. Padahal melaut merupakan proses menghindari diri dari sifat arrogant dan hedonis dampak modernisasi, meski sangat sedikit presentasinya. Alasanya, ketika ia seharian melaut menangkap ikan, ia hanya akan menangkap modernitas yang ada secara parsial dan berdampak sedikit pada dirinya.

h. Selain itu alasan lain yang melatar belakangi adalah keinginan untuk terus bepergian (jawa; ngeluyur) karena ia mempunyai produk industri yang dihasilkan oleh produk asing tentunya, motor menjadi harga mati bagi para pemuda di desa-desa lain dan parahnya lagi ini jiga merebak di kubu orang-orang pesisir. Pemuda ynag semestinya membantu orang tuanya mencari penghidupan garus pergi dengan teman-temannya dan tidak tentu tujuannya.

i. Dilain pihak, teman nelayan untuk melaut (jawa; belah) untuk melaut jelas mengalami kekurangan karena disebabkan urbanisasi yang dengan iming-iming gaji dan kehidupan kota tadi. Belum lagi harga ikan yang dulunya mahal sekarang harus turun murah karena alasan dari pabrik industri pemasok, jangan-jangan ada konspirasi untuk membeli murah ikan demi keuntungan besar oknum-oknum tertentu.
Kemungkinan industrialisasi terus berjalan, berdasar logika industrialisme maka masyarakat industri akan mengikuti pola-pola tertentu sejalan dengan kebutuhan sistem industrial. Beberapa ciri yang lebih umum dari masyarakat industri adalah: 1) terjadinya kemerosotan pengaruh dan kewibawaan lembaga-lembaga keagamaan serta pemisahan urusan politik, ekonomi dan keduaniawian umumnya dengan masalah agama yang bersifat pribadi, 2) tumbuhnya masyarakat kota dengan perilaku yang mengikuti budaya kota, 3) masyarakat mudah bergerak dan berubah menurut tempat dan jenis pekerjaan, 4) proses politik menjadi semakin demokratis, 5) pecahnya ikatan kekeluargaan dan kekerabatan dan ikatan-ikatan primodial lainnya yang digantikan dengan ikatan-ikatan baru, dan 6) pudarnya hubungan-hubungan tatap muka, kebersamaan, alami, akrab atau paguyuban (gemeinshaft) digantikan dengan hubungan patembayan (gesellshaft) yang didasarkan kepada kepentingan dan konflik.

C. Data Urbanisasi
Secara meyakinkan penduduk di setiap daerah meningkat, khususnya Jakarta tiap tahunnya meningkat sekitar 200-250 ribu orang. “Kalau pertumbuhan penduduk tiap tahun 200-250 ribu orang, tiap gubernur yang jabatannya lima tahun tinggal kalikan lima saja, dan kalau tiga kali ganti gubernur, tinggal kalikan saja pertambahan penduduknya,” kata Sutiyoso ketika membuka seminar mengenai pengembangan kebijakan kependudukan era otonomi daerah di Balai Kota DKI. Saat ini, kepadatan penduduk di DKI sudah mencapai 15 ribu orang per kilometer persegi. Sementara lahan Jakarta sempit dan Pemda DKI belum mampu mengembangkan. Adapun laju penambahan penduduk dari urbanisasi selama lima tahun terakhir rata-rata 188 ribu orang yang datang. Jawa Tengah, Jawa Timur dan Lampung pendatang terbanyak.
Sebanyak 231.528 orang pendatang baru telah memasuki Jakarta bersamaan arus balik mudik setiap tahunnya. Jumlah tersebut merupakan data terakhir yang diperoleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Pemda DKI. Dibandingkan angka rata-rata pendatang ke Jakarta dalam lima tahun ke belakang yang mencapai 230.091 orang, jumlah pendatang tahun ini menunjukkan peningkatan lebih dari 1500 orang.
Perhitungan jumlah tersebut adalah berdasarkan jumlah warga Jakarta yang melakukan mudik sebanyak 2.643.273 orang, sedangkan yang kembali ke Jakarta mencapai 2.874.801 orang, sehingga mengalami peningkatan 8,76 persen. (www.tempointeraktif.com)
Telah jelas kiranya, bahwa beberapa faktor di atas merupakan indikator yang menunjukkan adanya beberapa efek atau dampak yang kurang baik bagi pertanian dan kelautan dalam hal ini petani dan nelayan. Pertanian harus sangat diperhatikan oleh negara dengan sistem agraria menggunakan konsep yang jelas dan yang paling penting adalah demi terciptanya kesejahteraan rakyat indonesia. Sebagaimana laut pun merupakan lahan yang sangat bagus untuk tetap terus menjadi perhatian pemerintah dalam memakmurkan rakyatnya ini. Indonesia sebagai negara yang mempunyai sumber daya alam yang sangat besar semestinya mampu mensejahteraan rakyatnya dan harus tetap melindungi tumpah darahnya, demi tercapai harapan-harapan bangsa dan negara sesuai pembangunan nasional yang direncanaka. Semoga tetap semangat Indonesiaku.


III. PENUTUP

Dengan alasan kompleks di atas hasrat untuk bertani (petani) dan melaut (nelayan) menurun drastis baik dari pemuda maupun orang tua mereka. Tidak mempunyai penerus yang menghidupkan sawah atau ladanganya. Lama kelamaan tanah yang ia punya akan dijual dan kaum borjuis yang akan mengambil alih. Berbagai cara memperdaya, membius masyarakat dan meraup seganap keuntungan dengan skala besar. Kepentingan-kepentingan yang konspiratif dilakukan oleh para birokrasi pemerintahan guna mengeruk keuntungan besar dengan adanya lahan kosong yang ingin dijual oleh petani tersebut. Selanjutnya kemiskinan yang terus mengintai rakyat indonesia.
Demikian pula para nelayan, kekuatan laut dalam mencari ikan menjadi kekuatan Indonesia dalam menentukan bagaimana rakyat mampu menghidupi dan mempertahankan hidup. Pengeboran minyak lepas pantai di laut, kadang juga mengganggu para nelayan dalam mencari ikan. Maklum, kalau minyaknya diperjalbelikan untuk kepentingan rakyat Indonesia. Sebaliknya, hal itu diambil dan diperuntukan perusahaan asing. Terbukti minyak Pertamina hanya disisakan untuk kita konsumsi, setelah para investor asing (exon-mobile) mengeksploitasi penuh Pertamina. Hal ini diperparah oleh Pertamina (pemerintah) tidak mampu mengolah minyaknya sendiri. Sangat mengesalkan dan merugikan rakyat tentunya. Kekayaaan yang begitu besar toh nyatanya pihak asing yang merasakan hasil alam nusantara kita, sangat dan sangat ironis.
Maka industrialisasi merupakan hal yang seyogyanya dihindari [industrialisasi boleh ada, namun harus jelas bagaimana mensejahterakan (take and give) negara maupun buruh/pegawainya, sesuai UMK (upah minimum kerja), UMR (upah minimum regional) dan yang terpenting bukan orang-orang asing yang menguasainya, agar aset negara tidak dimonopoli dan di eksploitasi, serta para petani dan nelayan masih tetap eksis tanpa ada intervensi dari pihak industri maupun pabrik setempat] bagi kalangan pekerja tradisional seperti halnya petani dan nelayan, imbasnya jelas seperti di atas mulai dari hasil nelayan, lahan pertanian menyempit, kekurangan penerus, teman melaut (jawa; belah) kurang, sampai harga yang mengalami kongkalikong. Hal di atas bukan untuk pribadi tentunya, melainkan untuk kehidupan bangsa, negara, generasi selanjutnya dan kekuatan pangan di negeri indonesia baik agraria maupun bahari sebagaimana terciptanya swasembada pangan 1994.
Selanjutnya, makalah ini kami dedikasikan buat para pejuang kemerdekaan dalam momen hari ”Kebangkitan Nasional 20 Mei 2008” sebagai bentuk penghormatan kami atas segenap pengorbanannya bagi negeri ini ”Indonesia”. Demikian makalah kami buat sebagai bentuk komitmen tinggi generasi bangsa terhadap nasionalisme negeri ini. Serta demi meneruskan perjuangan dan cita-cita luhur pahlawan dalam memperjuangkan serta memerdekakan NKRI. Hanya ada satu kata ”Bangkit Indonesia”.


DAFTAR PUSTAKA

Lauer, Robert H., 2003, Perspektif Tentang Perubahan Sosial, Rineka Cipta, Jakarta
Prof. Dr. Schoorl, J.W 1982, Modernisasi; Pengantar Sosiologi Pembangunan Negara-Negara Sedang Berkembang, Gramedia, Jakarta,
www.suarapembaruan.com
Prof Dr Bachtiar, Wardi MS., 2006, Sosiologi Klasik, Rosdakarya, Bandung,
www.suaramerdeka.com
Dalziel Duncan, Hugh, 1997, Sosiologi Uang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta,
www.tempointeraktif.com
Ba Yunus, Ilyas-Ahmad, Farid 1996, Sosiologi Islam dan Masyarakat Kontemporer, Mizan, Bandung,
Dr. Nasikun, 2007, Sistem Sosial Indonesia, Rajawali Perss, Jakarta,
M. Dawam Raharjo, 1999, Masyarakat Madani: Agama, Kelas Menengah dan Perubahan Sosial, LP3ES, Jakarta,
Anthony Giddens, 1986, Kapitalisme dan Teori Sosial Modern, UI-Press, Jakarta,
Ritzer, George - Goodman, Douglas J., 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta,

Jumat, 16 Mei 2008

MEI 1998; SOEHARTO

Mei 1998; Kronologi Lengsernya Soeharto

5 Maret 1998
Sebanyak 20 Mahasiswa (UI) Universitas Indonesia mendatangi Gedung DPR/MPR menolak pidato pertanggungjawaban Presiden pada Sidang Umum MPR (Diterima Fraksi ABRI sekarang TNI), mereka menyerahkan agenda Reformasi Nasional.

11 Maret 1998

Soeharto dan BJ Habibie disumpah menjadi Presiden dan Wakil Presiden.

14 Maret 1998
Soeharto mengumumkan kabinet baru yang dinamai Kabinet Pembangunan VII.

15 April 1998
Soeharto meminta Mahasiswa mengakhiri protes dan kembali ke kampus, karena sepanjang bulan ini Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi swasta dan negeri berunjuk rasa menuntut reformasi politik.

18 April 1998
Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI Jenderal (Purn) Wiranto dan 14 Menteri Kabinet Pembangunan VII berdialog dengan Mahasiswa di Pekan Raya Jakarta. Namun, sebagian perwakilan Mahasiswa berbagai perguruan tinggi menolak dialog itu.

1 Mei 1998
Soeharto melalui Menteri Dalam Negeri ”Hartono” dan Menteri Penerangan ”Alwi Dachlan” mengatakan bahwa reformasi baru bisa dimulai pada 2003.

2 Mei 1998
Pernyataan itu diralat dan kemudian dinyatakan bahwa Soeharto mengatakan reformasi bisa dilakukan sejak sekarang (1998).

4 Mei 1998
Mahasiswa di Medan, Bandung, dan Jogjakarta menyambut kenaikan harga bahan bakar minyak (2 Mei 1998) dengan demo besar- besaran. Demo berubah menjadi kerusuhan saat para demonstran terlibat bentrok dengan petugas keamanan. Di Universitas Pasundan Bandung misalnya, 16 Mahasiswa luka akibat bentrokan.

5 Mei 1998
Demonstrasi Mahasiswa besar-besaran terjadi di Medan yang berujung pada kerusuhan.

9 Mei 1998
Soeharto berangkat ke Kairo, Mesir, untuk menghadiri pertemuan KTT G-15. Ini merupakan lawatan terakhirnya keluar negeri sebagai Presiden RI.

12 Mei 1998
Aparat keamanan menembak empat Mahasiswa Trisakti yang berdemonstrasi secara damai. Keempat Mahasiswa tersebut ditembak saat berada di halaman kampus.

13 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi, datang ke Kampus Trisakti untuk menyatakan duka cita. Kegiatan itu diwarnai kerusuhan.

14 Mei 1998
Soeharto seperti dikutip koran, mengatakan bersedia mengundurkan diri jika rakyat menginginkan. Ia mengatakan itu di depan masyarakat Indonesia di Kairo. Sementara itu, kerusuhan dan penjarahan terjadi di beberapa pusat perbelanjaan di Jabotabek seperti Supermarket Hero, Super Indo, Makro, Goro, Ramayana dan Borobudur. Beberapa dari bagunan pusat perbelanjaan itu dirusak dan dibakar. Sekitar 500 orang meninggal dunia akibat kebakaran yang terjadi selama kerusuhan terjadi.

15 Mei 1998
Soeharto tiba di Indonesia setelah memperpendek kunjungannya di Kairo. Ia membantah telah mengatakan bersedia mengundurkan diri. Suasana Jakarta masih mencekam. Toko-toko banyak di tutup. Sebagian warga pun masih takut keluar rumah.

16 Mei 1998
Warga asing berbondong-bondong kembali ke negeri mereka. Suasana di Jabotabek masih mencekam.

18 Mei 1998
Mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mendatangi gedung DPR/MPR. Mereka mendesak Soeharto segera mundur dari jabatan Presiden. Mahasiswa juga meminta MPR segera mengadakan Sidang Istimewa. Sebagian besar Mahasiswa bahkan menginap di gedung tersebut selama unjuk rasa dilakukan. Harmoko yang ketika itu menjabat sebagai Ketua MPR/DPR meminta Soeharto mundur dari kursi kepresidenan. Menteri Pertahanan dan Keamanan/Pangab Wiranto mengatakan bahwa ”permintaan itu adalah permintaan pribadi Harmoko”.

19 Mei 1998
Soeharto memanggil sembilan tokoh Islam seperti Nurcholis Madjid, Abdurachman Wahid, Malik Fajar, dan KH. Ali Yafie. Dalam pertemuan yang berlangsung selama hampir 2,5 jam (molor dari rencana semula yang hanya 30 menit) itu para tokoh membeberkan situasi terakhir, dimana elemen masyarakat dan Mahasiswa tetap menginginkan Soeharto mundur.

Permintaan tersebut ditolak Soeharto. Ia lalu mengajukan pembentukan Komite Reformasi. Pada saat itu, Soeharto menegaskan bahwa ia tak mau dipilih lagi menjadi Presiden. Namun, hal itu tidak mampu meredam aksi massa, mahasiswa yang datang ke Gedung MPR untuk berunjuk rasa semakin banyak.

Sementara itu Amien Rais mengajak massa mendatangi lapangan Monumen Nasional untuk memperingati Hari Kebangkitan Nasional.

20 Mei 1998
Jalur jalan menuju Lapangan Monumen Nasional diblokade petugas dengan pagar kawat berduri untuk mencegah massa masuk ke kompleks Monumen Nasional, namun pengerahan massa tak jadi dilakukan. Pada dinihari, Amien Rais meminta massa tak datang ke lapangan Monumen Nasional, karena ia khawatir kegiatan itu akan menelan korban jiwa. Sementara ribuan Mahasiswa tetap bertahan dan semakin banyak berdatangan ke gedung MPR/DPR. Mereka terus mendesak agar Soeharto mundur.

21 Mei 1998
Di Istana Merdeka, Kamis, pukul 09.05 Soeharto mengumumkan mundur dari kursi Presiden dan BJ. Habibie disumpah menjadi Presiden RI ketiga.

AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR

AMAR MA'RUF NAHI MUNKAR
Oleh: Abdul Khalid*

I. PENDAHULUAN

Ketahuilah, bahawasanya amar ma’ruf (menyuruh melakukan kebaikan) dan nahi mungkar (mencegah melakukan kejahatan) adalah puncak tertinggi dalam agama. Ia merupakan suatu soal yang amat penting sekali, yang kerananya Allah s.w.t. telah mengutuskan para Nabi sekalian. Andaikata tugas ini dilengahkan dan segala jentera amar ma’ruf dan nahi munkar itu dicuaikan, sama ada dalam ilmu pengetahuan mahupun amalan, tentulah kesesatan bermaharajalela dan kejahilan terus akan melanda setiap orang, dan ketika itu negara akan menjadi rosak binasa manakala rakyatnya menjadi kacau bilau.
Oleh kerana itu maka sudah sepatutnya kita memohon perlindungan kepada Allah agar amar ma’ruf dan nahi mungkar ini tiada terlepas dari puncaknya, baik ilmu pengetahuan maupun amal perbuatan, sehingga hati manusia tiada terpengaruh oleh kekeliruan/kemunkaran, serta senantiasa hati itu ingat dan perhatian kepada Allah. Dan jangan sampai manusia sewenang-wenang menuruti kemauan hawa nafsu dan syahwatnya laksana binatang. Namun, jika hal itu terjadi menjadi sukar sekali kiranya menemukan Mu’min di atas muka bumi ini dalam artian benar-benar beriman, yang nantinya tiada menghiraukan nasehat orang dalam berpegang yang benar dan hak. Tiada perlindungan melainkan kepada Allah saja dan tiada pengharapan melainkan hanya kepada-Nya.
Sebagaimana kita lihat hari-hari ini, orang-orang yang suka melakukan kekerasan atas nama Islam selalu berlindung di balik slogan “amar ma’ruf nahi munkar”. Padahal apapun bentuk kekerasan dalam pandangan Islam tak bisa dibenarkan. Kekerasan hanya akan membuat citra Islam yang ramah menjadi seram dan menakutkan. Islam datang dengan damai, dan hanya mencita-citakan kedamaian, sehingga ajarannya bukanlah ajaran yang penuh acaman. Senada dengan hal ini, Muhammad Thahir ibn Asyur menyatakan bahwa syariat Islam bukankah syariat yang penuh dengan ancaman [Muhammad Thahir ibn Asyur, Maqâshid asy-Syarî’ah,]
Berangkat dari sinilah, maka membuka kembali tentang konsep “amar ma’ruf nahi munkar” menjadi sebuah keniscayaan, agar konsep ini tak disalah pahami oleh sebagian kelompok Islam yang suka melakukan tindakan kekerasan atas nama Islam dengan berlindung di bawah slogan “amar ma’ruf nahi munkar”.

II. PEMBAHASAN

A. Definisi Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Menurut Prof Hamka berpendapat bahwa asas kepada amar ma'ruf adalah dengan cara mentauhidkan Allah dan asas nahi munkar adalah dengan mencegah syirik kepada Allah. Amar ma'ruf dan nahi munkar berasal daripada peristilahan Arab yang bermaksud “memerintah perkara-perkara yang baik dan menjauhi perkara-perkara yang tidak baik”. Sebagaimana firman Allah dalam Kitab-Nya “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, setengahnya menjadi penolong bagi setengahnya yang lain; mereka menyuruh berbuat kebaikan dan melarang daripada berbuat kejahatan dan mereka mendirikan sembahyang dan memberi zakat, serta taat kepada Allah dan RasulNya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Kuasa, lagi Maha Bijaksana.” (at-Taubah: 71)
Dalam Al-Qur'an dijumpai lafaz "amar ma'ruf nahi munkar" beberapa kali seperti dalam surat [Ali Imran; 104] “Dan hendaklah ada di antara kamu satu puak yang menyeru (berdakwah) kepada kebajikan (mengembangkan Islam) dan menyuruh berbuat segala perkara yang baik, serta melarang daripada segala yang salah (buruk dan keji) dan mereka yang bersifat demikian ialah orang-orang yang berjaya.”
Secara prinsipnya pengamal agama Islam dituntut untuk menyampaikan kebenaran dan melarang perkara-perkara yang tidak baik (mungkar). Hadis Rasulullah "Barang siapa di antara kamu menjumpai kemunkaran maka hendaklah ia rubah dengan tangan (kekuasaan)nya, apabila tidak mampu hendaklah dengan lisannya, dan jika masih belum mampu hendaklah ia menolak dengan hatinya. Dan (dengan hatinya) itu adalah selemah-lemahnya iman". (HR. Muslim)
Berangkat dari sinilah, maka membuka kembali tentang konsep “amar ma’ruf nahi munkar” menjadi sebuah keniscayaan, agar konsep ini tak disalah pahami oleh sebagian kelompok Islam yang suka melakukan tindakan kekerasan atas nama Islam dengan berlindung di bawah slogan “amar ma’ruf nahi munkar”.
Pada dasarnya, tak ada yang menyangkal kalau “amar ma’ruf nahi munkar” adalah prinsip dasar Islam (mabda` islâmiy) yang disandarkan pada beberapa ayat Al-Quran. Seperti ayat, “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, meyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung” [QS. Ali Imrân: 104]. Dan dalam ayat lain dikatakan, “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh pada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” [QS. Ali Imrân: 110].
Bagi kalangan Muktazilah, “amar ma’ruf nahi munkar” dijadikan sebagai dasar kelima ideologi mereka. Tetapi pandangan mereka tentang “amar ma’ruf nahi munkar” berbeda dengan aliran Khawarij baik dalam memahami dan menjalankan konsep “amar ma’ruf nahi munkar” ini.
Kalangan Khawarij menyatakan bahwa “amar ma’ruf nahi munkar” harus dilakukan oleh setiap orang muslim . Dalam mempraktekan konsep ini acap kali kali mereka menggunakan kekerasan lisan maupun fisik, baik pada rakyat biasa maupun penguasa. Sehingga mereka menjadikan pembrontakan pada penguasa sebagagai konsekwensi dari tuntuan “amar ma’ruf nahi munkar”. Akibatnya, yang disebut “ma’ruf “ adalah segala sesutu yang sesuai dengan pendapat mereka sendiri, sedang “munkar” adalah pandangan lawan mereka.
Sedang kalangan Muktazilah berpendapat bahwa “amar ma’ruf nahi munkar” hanya menjadi kewajiban kolektif (fardhu kifâyah). Artinya, jika sudah ada sebagian orang yang menjalankannya, maka gugurlah kewajiban yang lain, dan harus amar ma’ruf nahi munkar dilakukan tidak dengan cara-cara kekerasan. Sebab, jika denga cara kekerasan betentangan dengan nilai-nilai ajaran Islam itu sendiri.
Menurut Syeikh Abdul Qadir Jilani, yang disebut dengan “ma’ruf” adalah segala sesuatu yang selaras dengan Al-Quran, sunnah, dan nalar. Sedang “munkar” adalah sebaliknya [Syeikh Abadul Qadir Jilani, al-Ghuniyyah, jilid I,h. 53]. Dalam konteks ini, Al-Quran dan sunnah harus dipahami sebagai nilai-nilai univeral, seperti keadilan dan kemaslahatan publik. Sedang nalar mesti dipahami sebagai nalar publik. Dalam sebuah hadits dikatakan, “Apa yang dipandang baik oleh orang muslim, maka baik pula di sisi Allah” [Jalaluddin as-Suyûthî, al-Asybâh wa an-Nazhâir, h.]
Menarik untuk dicermati, ketika Syeikh Abdul Qadir Jilani memasukan nalar sebagai alat untuk mengatahui “ma’ruf” dan “munkar”. Dengan kata lain, Syeikh Abdul Qadir Jilani ingin menyatakan bahwa akal bisa mengetahui ma’ruf dan munkar. Pandangan ini tentu bersebrangan dengan kelompok yang menyatakan bahwa “ma’ruf” dan “munkar” hanya dapat diketahui melalui teks, yaitu Al-Quran dan Sunnah.
Berangkat dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa yang “ma’ruf” adalah segala sesuatu yang tak bertentangan dengan nilai-nilai universal ajaran Islam dan nalar publik. Sedang yang “munkar” adalah sebaliknya. Inilah patokan yang harus dijadikan pegangan untuk menilai apakah sesuatu itu ma’ruf atau munkar.
Dan hal yang mesti dipahami lebih lanjut adalah, bahwa amar ma’ruf nahi munkar tidak berlaku dalam persoalan-persoalan khilafiyah. Seperti, pernikahan tanpa wali, dan ziarah kubur. Kita tak boleh menganggap orang yang melakukan pernikahan tanpa wali atau orang yang berziarah kubur sebagai sesat, sehingga apa yang mereka lakukan harus dicegah.
Lebih lanjut, menurut Syeikh Abdul Qadir Jilani syarat amar ma’ruf nahi munkar adalah mampu menjalanknnya, tetapi selama tak membahayakan diri, harta, dan keluarganya [Syeikh Abdul Qadir Jilani, al-Ghuniyyah, jilid, I, h. 50]. Bagi saya, ketiga hal ini saja tidak cukup, tetapi harus ditambahi dengan syarat tidak menodai agamanya.
Demikian itu karena banyak sekali kita jumpai orang-orang yang berbuat kekerasan dengan mengatasanamakan agama dan berlindung di bawah slogan “amar ma’ruf nahi munkar”. Mereka meliki niat baik untuk ber-amar ma’ruf nahi munkar, tetapi karena cara yang mereka tempuh tidak benar, maka akibatnya mereka justru menodai agamanya sendiri. Seperti kasus swiping orang-orang yang tidak berpuasa di Ciamis, yang dilakukan oleh salah satu ormas Islam. Cara yang mereka lakukan jelas akan merusak citra Islam itu sendiri.

B. Syarat-syarat Amar Ma’ruf Nahi Munkar

Definisi merupakan hal urgen yang patut diketahui dan dipaparkan sebagai sebuah pemahaman sejauh mana seseorang memahami problem yang ia hadapi dan sebagai merupakan sudut pandang secara jelas bagaiamana seseorang tersebut berpikir serta menanggapi setiap problem yang ada, seperti misalnya kali ini dalam permasalahan amar ma’ruf nahi munkar.
Agar doktrin amar a’ruf nahi munkar tidak gunakan dengan sewenang-wenang, maka harus ada batasan atau persyaratan bagi para penganjur kebaikan dan pelarang kemunkaran. Menurut Syeikh Abdul Qadir Jilani ada lima syarat yang mesti dipenuhi oleh para penganjur kebaikan dan pelarang kemunkaran.
Pertama, ia harus mengetahui betul apa yang dia perintahkan dan apa yang dia larang. Dengan kata lain, seorang penganjur kebaikan dan pelarang kemunkaran harus benar-benar memahami dengan baik akar persoalannya, sehingga dalam bertindak penh dengan perhitungan matang. Kedua, apa yang dia lakukan harus karena Allah dan demi menjunjung tinggi kalimat-Nya. Jadi, bukan karena untuk mencari popularitas.
Ketiga, anjuran kebaikan dan larangan kemunkaran yang dilakukan olenya haruslah dengan cara yang santun dan beradab bukan dengan cara kekerasan, sebagaimana yang dilakukan oleh kelompok Islam tertentu. Allah berfirman pada Nabi, “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu bersikap lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya, kamu bersikap keras lagi berhati kasar tentukah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu” [QS. Ali Imrân: 159].
Sedang dalam hadits nabi dkatakan, “Seseorang tak layak untuk memerintahkan yang ma’ruf dan melaang yang munkar kecuali ia telah memeiliki tiga kualifikasi. Yaitu, mengetahui dengan baik apa yang dia perintah dan apa yang dia larang, bersikap lemah-lembut dalam menganjurkan yang ma’ruf dan melarang yang munkar”.
Keempat, sabar, bijak, rendah hati. Allah berfirman, “Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar” [QS. As-Sajdah: 24]. Dan dalam kisah Lukam Allah berfirman, “Suruhlah manusia mengerjakan yang ma’ruf dan cegahlah mereka dari perbuatan yang munkar da bersabarlah tehadap apa yang menimpa kamu” [QS. Luqmân: 17].
Kelima, menjalankan apa yang dia sendiri perintahkan dan meninggalkan apa yang dia sendiri larang. Hal ini agar apa yang dia perintahkan dan apa yang dia larang dapat diterima oleh orang lain. begitu juga agar ia tidak dicela di sisi Allah. Dengan demikian, amar ma’ruf nahi munkar harus dilakukan dengan cara-cara yang baik, bukan dengan cara-cara yang tidak terpuji.
Berikut akan dibentangkan tujuan-tujuan dari kitab ini, iaitu amar ma’ruf dan nahi mungkar serta kewajiban menyempurnakannya, keutamaannya dan kecelaan dalam melalaikannya.
 
C. Wajib Menjalankan Amar Ma’ruf Nahi Mungkar

Tugas menjalankan amar ma’ruf dan nahi mungkar, iaitu menyuruh membuat kebaikan dan melarang dari membuat kejahatan menjadi wajib, ditilik dari beberapa ayat al-Quran al-Karim seperti berikut:
Allah berfirman:
“Wajiblah ada di antara kamu suatu tempat (golongan) yang menyeru (manusia) kepada melakukan kebaikan, menyuruh berbuat baik dan melarang berbuat yang jahat. Mereka itulah orang yang berjaya (bahagia).” (ali-Imran: 104)
Ayat yang tersebut di atas jelas sekali menunjukkan kewajiban hukum amar ma’ruf dan nahi munkar. Sebab perkataan waltakun yang bermaksud wajiblah ada merupakan suatu perintah, dan zahir sekali perintah itu menunjukkan kewajiban perkara yang disuruh. Kemudian dalam ayat itu diterangkan pula perkataan berjaya atau bahagia, yang mana pencapaian tingkat itu bergantung dengan melakukan perintah yang wajib tadi. Perhatikanlah firmanNya: Wa Ulaika Humul Muflihuun yang maksudnya: Mereka itulah orang yang berjaya (bahagia). Ternyata padanya bahwa tugas itu merupakan wajib fardhu Kifayah, bukannya fardhu ‘Ain, yang mana bila sesuatu ummat atau golongan menjalankan perintah atau tugas itu, maka gugurlah kefardhuannya ke atas seumum manusia yang lain.
Allah berfirman:
“Dan orang-orang yang beriman lelaki dan perempuan setengah mereka menjadi pemimpin kepada setengah yang lain; mereka menyuruh mengerjakan yang baik dan melarang dari mengerjakan yang jahat dan mereka mendirikan sembahyang.” (at-Taubah: 71)
 Allah S.W.T telah mensifatkan orang-orang yang beriman itu sebagai orang-orang yang menyuruh mengerjakan kebaikan, maka dengan itu siapa saja yang meninggalkan tugas menyuruh membuat yang baik itu ia termasuk keluar dari golongan orang-orang yang disifatkan oleh Allah S.W.T dalam ayat tersebut sebagai orang yang beriman:
“Allah telah meletakkan laknatNya ke atas orang-orang kafir dari kaum Bani Israel atas lisan (lidah) Daud dan Isa bin Maryam. Yang demikian disebabkan mereka menderhaka dan sering melanggar batas. Mereka itu selalunya tiada larang melarang terhadap kejahatan yang mereka lakukan. Alangkah buruknya perilaku yang mereka lakukan itu.” (al-Maidah 78-79)
  Ayat tersebut merupakan kemuncak ancaman dan kemurkaan dari Allah Ta’ala kerana yang menyebabkan mereka ditimpa laknat itu ialah kerana mereka meninggalkan nahi mungkar; iaitu mencegah orang dari melakukan kejahatan.
Allah berfirman S.W.T :
“Kamu sekalian adalah sebaik-baik ummat yang dilahirkan untuk kepentingan manusia, kamu menyuruh berbuat kebaikan dan melarang berbuat kejahatan.” (ali-Imran : 110)
Ayat tersebut menunjukkan bahwa tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar itu paling utama sekali kerana Allah telah memberi kepujian kepada orang yang menjalankan tugas ini, sebagai sebaik-baik ummat di atas muka bumi ini.
Allah berfirman:
“Dan setengah mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka, kami pun menyelamatan orang-orang yang melarang dari membuat kejahatan dan kami menyiksa orang yang menganiaya itu dengan siksaan yang mengerikan tersebab mereka itu berbuat kejahatan.” (al-A’raf: 165)
Ayat ini pula menerangkan, bahwa mereka itu mendapatkan keselamatan dikeranakan mereka mencegah dari melakukan kejahatan.
Firman Allah:
“Dan tolong-menolong kamu atas kebajikan dan taqwa dan janganlah kamu tolong-menolong atas dosa dan permusuhan.” (al-Maidah: 2)
Perintah ini adalah suatu kemestian dan maksud tolong-menolong itu ialah mengajak melakukannya dan mempermudahkan jalan kepada melakukan kebajikan serta menutup jalan-jalan yang boleh menyampaikannya kepada kejahatan, dan permusuhan sekadar kemampuan.
Sebagaimana firman Allah;
“Mengapa mereka tiada dilarang oleh ahli-ahli ilmu ketuhanan dan para pendita dari mengucapkan kata-kata dosa dan memakan makanan yang haram. Sungguh amat buruk segala apa yang mereka kerjakan.” (al-Maidah: 63)
Ayat tersebut menyatakan betapa berdosanya mereka disebabkan mereka telah mengaibkan perintah melarang membuat kejahatan.
Firman Allah:
“Mengapa tidak diperdapat dari angkatan (turunan) yang terdahulu dari kamu orang-orang yang mempunyai kelebihan, yang akan melarang manusia dari mengerjakan keburukan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil saja di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan.” (Hud: 116) 
Ayat ini telah menerangkan kepada kita, bahwa Allah Ta’ala telah memusnahkan semua mereka, kecuali sebahagian kecil saja dari orang-orang yang telah mencegah melakukan keburukan itu.
Allah berfirman dalam Kitab-Nya:
“Wahai orang-orang yang beriman jadilah orang-orang yang kuat memegang keadilan menjadi saksi bagi Allah sekalipun ke atas diri kamu atau kedua ibu bapa dan kaum kerabat.” (an-Nisa’: 135) yaitu amar ma’ruf juga ditujukan kepada ibu bapa dan kaum kerabat.

Seperti halnya firman Allah:
“Tiada mendatangkan kebaikan dalam banyaknya rapat-rapat rahasia mereka, melainkan yang mendatangkan kebaikan itu ialah bagi orang-orang yang menyuruh bersedekah, atau melakukan kebaikan, atau membuat perdamaian antara manusia. Barangsiapa yang mengerjakan itu kerana mengharapkan keredhaan Allah, akan Kami berikannya kepadanya pahala yang besar.” (an-Nisa’: 114)
Adapun khabar atau Hadis yang memberitakan tentang amar ma’ruf dan nahi munkar ialah apa yang diriwayatkan dari Abu Bakar as-Siddiq r.a. dari Rasulullah s.a.w. sabdanya:
“Tiada ada suatu kaum pun yang melakukan maksiat-maksiat, sedang dalam kalangan kaum itu ada orang yang mampu mencegah mereka dari perbuatannya itu tetapi ia tiada berbuat, tiadakah ia merasa bimbang bahwa Allah hampir-hampir akan menimpakan siksa-Nya atas mereka sekalian.”
Selain ini, ada banyak lagi Hadis-hadis lain yang diriwayatkan dalam perkara ini, sampai tiada terkira banyaknya. Dalam dalil-dalil yang tersebut di atas, nyatalah bahwa tugas amar ma’ruf dan nahi mungkar itu menjadi seperkara yang wajib, dan kewajibannya pula tiada terluput sama sekali, selagi ada kemampuan untuk melaksanakannya, kecuali jika sudah ada orang lain yang memenuhi tugas itu.

D. Kategori Amar Ma'ruf Nahi Mungkar

Di antara kewajiban-kewajiban terpenting adalah amar ma'ruf dan nahi mungkar (mengajak kepada kebaikan dan mencegah keburukan), sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala. "Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang mungkar." Allah Subhanahu wa Ta’ala menjelaskan dalam ayat ini, bahwa di antara sifat-sifat wajib kaum mukminin dan mukminat adalah menegakkan amar ma'ruf dan nahi mungkar. Allah S.W.T berfirman; "Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dan yang mungkar, dan beriman kepada Allah." Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa di antara kalian melihat suatu kemungkaran maka hendaklah ia merubahnya dengan tangannya, jika tidak bisa maka dengan lisannya, jika tidak bisa juga maka dengan hatinya, itulah selemah-lemahnya iman. [HR. Muslim]

* Penulis adalah Mahasiswa angkatan 2007 Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora yang sekarang aktif di PMII "Humaniora Park" RaFak Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

PERJUANGANKU

SYAHADAT PEMBEBASAN

Asyhadu an lailaha illa Allah,
Wa Asyhadu anna Muhammadan Rasulullah

Barang siapa ingin menindas orang lain
Berarti ia ingin Menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Barang siapa ingin menjadi tiran
Berarti ia Ingin menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Barang siapa ingin merendahkan orang lain
Berarti ia ingin menjadi Tuhan
Padahal Tiada Tuhan Selain Allah

Penguasa yang ingin menindas rakyatnya
Berarti ia ingin menjadi Tuhan
Padahal tiada Tuhan selain Allah

Kita Menerima siapapun orangnya dan
Dari manapun asalnya
Asalkan bisa menjadi saudara bagi
Sesamanya


SUMPAH MAHASISWA INDONESIA

Kami Mahasiswa Indonesia Bersumpah

Bertanah Air satu,
Tanah Air tanpa Penindasan

Berbangsa Satu,
Bangsa yang gandrung akan Keadilan

Berbahasa Satu,
Bahasa Kebenaran


Mars PMII
Cipt: Mahbub Junaidi

Inilah kami Wahai Indonesia
Satu barisan dan satu jiwa
Pembela bangsa penegak agama
Tangan terkepal dan maju ke muka

Habislah sudah masa yang suram
Selesai sudah derita yang lama
Bangsa yang jaya Islam yang benar
Maju serentak dari bumiku subur

Reff:
Denganmu PMII pergerakanku
Ilmu dan bakti kuberikan
Adil dan makmur kuperjuangkan
Untukmu satu tanah airku
Untukmu satu keyakinanku

Inilah kami wahai Indonesia
Satu angkatan dan satu jiwa
Putra bangsa bebas merdeka
Tangan terkepal dan maju ke muka

SEJARAH

Sejarah UPT UIN SuKija Yogyakarta

Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga merupakan sumber pembelajaran serta sumber intelektual yang amat penting dalam fungsinya sebagai pusat layanan informasi yangn diperlukan oleh sivitas akademika dalam mencapai program Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Keberadaan UPT Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga senantiasa tidak terpisahkan dengan institusi induknya, yaitu Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTAIN) yang didirikan pada tanggal 26 September 1951 berdasarkan PP No.34 Tahun 1950. kemudian penggabungan PTAIN Yogyakarta dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) “Al Jami’ah al Islamiyah al Hukumiyah” di Yogyakarta pada tanggal 24 Agustus 1960 berdasar PP No. 11 Tahun 1960. dalam perkembangannya IAIN Sunan Kalijaga mengalami perubahan dari Institute menjadi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga pada tanggal 14 Oktober 2004 berdasar Keputusan Presiden No.50 Tahun 2004.
Sejalan dengan perkembangan sejarah UIN Sunan Kalijaga tersebut, UPT Perpustakaan mengalami peningkatan status, terutama setelah diberlakukannya Keputusan Menteri Agama (KMA) No.14 Tahun 1988 tentang perubahan status yang semula Perpustakaan merupakan bagian dari Perpustakaan Pusat yang secara struktural berada di bawah Sekretaris Institut, menjadi Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan yang secara struktural berada langsung di bawah Rektor.
Unit Pelaksana Teknis Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga merupakan sumber pembelajaran serta sumber intelektual yang amat penting dalam fungsinya sebagai pusat layanan informasi yang diperlukan oleh sivitas akademika dalam mencapai program Tri Dharma Perguruan Tinggi.
Perpustakaan UIN Sunan Kalijaga didirikan seiring dengan berdirinya institusi induknya yaitu Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) pada tanggal 26 September 1951. Kemudian pada tanggal 24 Agustus 1960 PTAIN Yogyakarta digabung dengan Akademi Dinas Ilmu Agama (ADIA) Jakarta menjadi Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta. Pada tanggal 21 Juni 2004 IAIN Sunan Kalijaga berubah menjadi Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga.

TULISAN

SATU ABAD KEBANGKITAN NASIONAL
;Sebuah Refleksi Kebangsaan

Oleh: Munir Boshe*

Proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 agustus 1945, merupakan titik akumulasi beratus-ratus tahun perjuangan panjang rakyat Indonesia. Ada banyak titik sejarah dimana rakyat menginginkan kemerdekaan penuh dari penjajah. Awalnya, kemerdekaan yang diperjuangkan hanya parsial dan bersifat kedaerahan saja. Perjuangan kemerdekaan mulai menjadi gerakan nasional sejak munculnya Budi Utomo yang didirikan oleh para mahasiswa STOVIA pada 20 Mei 1908. Budi Utomo, kendatipun hanya berupa gerakan kultural, dinilai sebagai gerakan pertama menuju Indonesia Merdeka (Silalahi, 2001).
Munculnya Budi Utomo tidak lepas dari fenomena kebangkitan yang terjadi di daratan Asia. Pada tahun 1905 Jepang berhasil mengalahkan tentara Rusia di Port Arthur dan Selat Tsushima. Sebelum kemenangan Jepang ini, masyarakat kulit berwarna diangggap masyarakat inferior dan selalu berada di bawah bayang-bayang orang-orang kulit putih.
Pasca kemenangan Jepang ini kemudian muncul Revolusi Tiongkok tahun 1911, Marxisme, Pan Islamisme, Perjanjian Versailles, yang mengakui hak-hak bangsa untuk mengatur dirinya sendiri, berdirinya Volkenbold, Gerakan Irlandia, dan Gerakan Swadeshi (Civil Disobedience) di India, berperan besar dalam melahirkan Pergerakan Nasional di Indonesia.
Muncullah kemudian organisasi-organisasi gerakan di Indonesia yang multidimensi. Jalan gerakan yang ditempuh waktu itu berbeda-beda. Ada yang memilih di jalur politik, jalur ekonomi, keagamaan, pendidikan dan lain-lain. Namun yang tidak dapat dilupakan oleh sejarah adalah pasang-surutnya organisasi gerakan di Indonesia. Tidak banyak organisasi gerakan yang dapat bertahan lama karena mendapat tekanan ataupun dilarang oleh pemerintah kolonial waktu itu.

Satu Abad Kebangkitan, Sebuah Spirit Perjuangan
Kebangkitan nasional telah sampai pada hitungan satu abad, terhitung sejak tahun 1908. Momentum ini akan menjadi sejarah baru bagi bangsa ini apabila bangsa ini mampu menempatkannya pada posisi analitik dan reflektif. Sebab melalui refleksi akan terlahir skenario baru demi perubahan bangsa Indonesia yang hingga hari ini mengalami krisis multidimensi.
Sejak 1997, diawali dengan krisis moneter, ekonomi bangsa mulai carut marut. Krisis ini tidak an sich berpengaruh pada perokonomian semata, tetapi merambat pada aspek yang lain, seperti pendidikan, politik, pengelolaan sumber daya alam, bahkan pada tingkat kebijakan Negara yang bersifat prinsipil. Political will pemerintah untuk mengoptimalkan sumber daya ekonomi dalam negri hingga kini belum mampu melepas diri dari lilitan utang luar negri.
Pada ranah politik, lahir berbagai ideologi politik sektarian yang—disadari atau tidak—dapat mengancam keutuhan NKRI. Panggung politik bangsa ini hanya menyajikan drama pertarungan antar kelompok yang sedang berebut kursi kekuasaan. Kepentingan-kepentingan bangsa yang semestinya menjadi front line hanya berada di last line. Teori politik kekuasaan Machiavellialistik (menghalalkan segala cara untuk meraih sebuah kepentingan politik kekuasaan) mengakar kuat dalam benak dan otak para politisi.
Demikian pula dalam bidang hukum. Aparat bangsa ini mengalami impotensi dalam memutuskan kasus-kasus hukum. Banyak kasus korupsi, pelanggaran hak asasi manusia (HAM), maraknya mafia peradilan dan lain-lain menjadi tidak tersentuh dan mengambang dan akhirnyan hilang ditelan waktu. Benar kiranya pernyataan Whie Collar Criem bahwa keseriusan pemerintah dan aparat hukum di Indonesia untuk menegakkan supremasi hukum ada dibawah lampu remang-remang.
Dalam bidang pendidikan, angka anak putus sekolah makin meningkat. Pendidikan yang seharusnya menjadi sarana umum(publik) tidak lagi bisa diakses oleh semua golongan. Dalam persoalan akses pendidikan, berbagai kebijakan pemerintah justru mempertegas garis demarkasi si miskin dengan si kaya. Pendidikan kemudian bersujud pada pada kepentingan market global yang ternyata membodohkan bangsa. Pengelolaan sebuah lembaga pendidikan dirangkai layaknya sebuah perusahaan yang mampu memproduksi manusia agen-agen global.
Aspek ekonimi tidak jauh bernasib serupa. Penyediaan lapangan kerja mengalami jalan buntu. Tingginya angka pengangguran mencapai +40 ribu jiwa, proses privatisasi dan komersialisasi disegala bidang, tersendatnya iklim investasi, melemahnya nilai tawar usaha kecil menengah, serta menguatnya konglomeralisasi wajah baru, menandakan bahwa reformasi bangsa ini belum sepenuhnya maksimal. Sehingga tidak mustahil jika angka TKI dan TKW setiap tahunnya meningkat drastis.
Dari sekian kondisi ini, dengan momentum satu abad kebangkitan, mampukah bangsa ini membuat skenario baru yang mempunyai visi-misi mengangkat bangsa dari krisis multidimensi serta membebaskan bangsa dari penjajahan bentuk baru? Duahal yang layak kita lakukan: refleksi dan merencanakan esok yang lebih baik.


Esok bukanlah misteri bila hari ini kita mau berbuat yang terbaik untuk bangsa!
(jangan lupakan ngopi bersama!)


*Munir Boshe adalah Mahasiswa Prodi Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora yang sekarang aktif di PMII sebagai Ketua Umum "Humaniora Park" RaFak Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

TULISAN

Antara nilai dan 75 %
sebuah refleksi dan kegelisahan)

Oleh : Khirzul Muhammad*

Keteraturan merupakan suatu hal yang diidamkan setiap manusia. Untuk mencapainya berbagai macam cara dilakukan, misalnya mempresser psikis mahasiswa demi mencapai target yang ditetapkan yakni 75%. Kebijakan tersebut telah diberlakukan pihak birokrasi baru-baru ini. Konon, kebijakan itu diberlakukan untuk mendisiplinkan mahasiswa dan mengejar sasaran mutu dengan lulus tepat waktu sesuai ketentuan yang ditargetkan yaitu minimal 80%. Namun, kebijakan itu sudah terlanjur diterapkan bagi mahasiswa. Apa jangan-jangan kebijakan ini hanya untuk menenangkan atau bahasa yang lebih sesuai membungkam lesu kreatifitas serta jam terbang mahasiswa yang katanya dieluh-eluhkan sebagai agent of sosial change. Kadang kebijakan semacam ini dianggap sebagai upaya yang bagus juga biasa oleh sekelompok mahasiswa dan segenap staf pengajar. Tekanan 75% yang terus menghantui mahasiswa tak terbendung bak air bah yang mengguyur Jakarta beberapa waktu lalu. Hasilnya bisa dilihat, budaya titip absen yang menjadi sebuah bentuk implikasi kabijakan tersebut yang mungkin bisa dianggap mencengangkan terjadi di civitas akademika. Parahnya lagi, fenomena semacam ini bahkan sudah menjadi rutinitas yang dianggap biasa dari sebuah ketakutan-ketakutan mahasiswa sebagai syarat nantinya ketika harus mengikuti UAS. Banyaknya mahasiswa yang melakukan hal itu mengindikasikan bahwa kebijakan 75% yang belum tepat diterapkan dalam kontek mahasiswa yang seharusnya ia jauh terbang dan berinteraksi langsung dengan kehidupan sosial, lebih-lebih FisHum yang katanya sebagai jargon serta pelopor perubahan sosial yang konstruktif dan edukatif harus merelakan banyak waktunya untuk bersinggungan langsung dengan masyarakat.
Perlu adanya kontemplasi mendalam kiranya, bahwa tanggungjawab yang diemban mahasiswa bukan sekedar dalam ranah akademik yang terus menerus membentuk mainstream mahasiswanya tunduk dan patuh dan terkesan taken of granted. Tanggungjawab yang semestinya berada pada hal-ihwal sosial menjadi terabaikan. Sikap apatis dan masabodo yang pada akhirnya harus menjadi kontemplasi ulang mahasiswa secara keseluruhan. Namun, hal semacam ini sudah terlanjur mengeras, membeku dalam relung-relung otak mahasiswa. Ketika ia diwisuda ia baru sadar bahwa tugas mahasiswa tidak hanya berkutat di akademik saja, melainkan tugas sosial yang nantinya akan bersinggungan langsung dengan hidupnya. Anehnya lagi, hal seperti itu baru disadari hampir semua mahasiswa ketika ia sudah wisuda, itu pun yang sadar dan berpikir ulang. Pasalnya, dulu ia kuliah hanya berputar pada nilai yang harus dikejar. Katanya sih, biar nanti kalau lulus mudah dapat pekerjaan karena nilai IPKnya bagus atau kumlout. Hal ini pun dibenarkan, “kalau kalian disini (ruangan ini) kuliah itu cuma cari nilai saja, kalau mau cari ilmu di Perpus sana, pada umumnya kan seperti itu” cetus dosen FisHum waktu mengajar Sosiologi 07.
Dulu, mahasiswa tidak masuk kuliah karena ia mengikuti seminar atau hal-hal lain yang bisa dianggap sebagai pengganti kuliah. Berbeda dengan sekarang mahasiswa tidak masuk kuliah karena ia tidur-tiduran di kos/kontrakan atau keluyuran dan terkesan kalu pun toh kuliah hanya sebatas kuliah-kos kuliah kos. cenderung lebih


* Penulis adalah Mahasiswa angkatan 2007 Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora yang sekarang aktif di PMII sebagai Wakil Sekretaris Jendral "Humaniora Park" RaFak Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

KARL MARX



Karl Marx

Karl Heinrich Marx (Trier, Jerman, 5 Mei 1818 – London, 14 Maret 1883) adalah seorang filsuf, pakar ekonomi politik dan teori kemasyarakatan dari Prusia. Walaupun Marx menulis tentang banyak hal semasa hidupnya, ia paling terkenal atas analisisnya terhadap sejarah, terutama mengenai pertentangan kelas, yang dapat diringkas sebagai "Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas", sebagaimana yang tertulis dalam kalimat pembuka dari Manifesto Komunis

Biografi

Kehidupan awal

Karl Marx lahir dalam keluarga Yahudi progresif di Trier, Prusia, (sekarang di Jerman). Ayahnya bernama Herschel, keturunan para rabi, meskipun cenderung seorang deis, yang kemudian meninggalkan agama Yahudi dan beralih ke agama resmi Prusia, Protestan aliran Lutheran yang relatif liberal, untuk menjadi pengacara. Herschel pun mengganti namanya menjadi Heinrich. Saudara Herschel, Samuel — seperti juga leluhurnya— adalah rabi kepala di Trier. Keluarga Marx amat liberal dan rumah Marx sering dikunjungi oleh cendekiawan dan artis masa-masa awal Karl.
Marx terkenal karena analisis nya di bidang sejarah yang dikemukakan nya di kalimat pembuka pada buku ‘Communist Manifesto’ (1848) :” Sejarah dari berbagai masyarakat hingga saat ini pada dasarnya adalah sejarah tentang pertentangan kelas.” Marx percaya bahwa kapitalisme yang ada akan digantikan dengan komunisme, masyarakat tanpa kelas setelah beberapa periode dari sosialisme radikal yang menjadikan negara sebagai revolusi keditaktoran proletariat(kaum paling bawah di negara Romawi).
Marx sering dijuluki sebagai bapak dari komunisme, Marx merupakan kaum terpelajar dan politikus. Ia memperdebatkan bahwa analisis tentang kapitalisme miliknya membuktikan bahwa kontradiksi dari kapitalisme akan berakhir dan memberikan jalan untuk komunisme. Di lain tangan, Marx menulis bahwa kapitalisme akan berakhir karena aksi yang terorganisasi dari kelas kerja internasional. “Komunisme untuk kita bukanlah hubungan yang diciptakan oleh negara, tetapi merupakan cara ideal untuk keadaan negara pada saat ini. Hasil dari pergerakan ini kita yang akan mengatur dirinya sendiri secara otomatis. Komunisme adalah pergerakan yang akan menghilangkan keadaan yang ada pada saat ini. Dan hasil dari pergerakan ini menciptakan hasil dari yang lingkungan yang ada dari saat ini. – Ideologi Jerman- Dalam hidupnya,Marx terkenal sebagai orang yang sukar dimengerti, ide-ide nya mulai menunjukkan pengaruh yang besar dalam perkembangan pekerja segera setelah ia meninggal. Pengaruh ini berkembang karena didorong oleh kemenangan dari Marxist Bolsheviks dalam Revolusi Oktober Rusia. Namun, masih ada beberapa bagian kecil dari dunia ini yang belum mengenal ide Marxian ini sampai pada abad ke-20. Hubungan antara Marx dan Marxism adalah titik kontroversi. Marxism tetap berpengaruh dan kontroversial dalam bidang akademi dan politik sampai saat ini. Dalam bukunya Marx, Das Kapital (2006), penulis biografi Francis Wheen mengulangi penelitian David McLellan yang menyatakan bahwa sejak Marxisme tidak berhasil di Barat, hal tersebut tidak menjadikan Marxisme sebagai ideologi formal, namun hal tersebut tidak dihalangi oleh kontrol pemerintah untuk dipelajari.

Pendidikan

Marx menjalani sekolah di rumah sampai ia berumur 13 tahun. Setelah lulus dari Gymnasium Trier, Marx melanjutkan pendidikan nya di Universitas Bonn jurusan hukum pada tahun 1835 pada usia nya yang ke-17, dimana ia bergabung dengan klub minuman keras Trier Tavern yang mengakibatkan ia mendapat nilai yang buruk. Marx tertarik untuk belajar kesustraan dan filosofi, namun ayahnya tidak menyetujuinya karena ia tak percaya bahwa anaknya akan berhasil memotivasi dirinya sendiri untuk mendapatkan gelar sarjana. Pada tahun berikutnya, ayahnya memaksa Karl Marx untuk pindah ke universitas yang lebih baik, yaitu Friedrich-Wilhelms-Universität di Berlin. Pada saat itu, Marx menulis banyak puisi dan esai tentang kehidupan, menggunakan bahasa teologi yang diwarisi dari ayahnya seperti ‘The Deity’ namun ia juga menerapkan filosofi atheis dari Young Hegelian yang terkenal di Berlin pada saat itu. Marx mendapat gelar Doktor pada tahun 1841 dengan tesis nya yang berjudul ‘The Difference Between the Democritean and Epicurean Philosophy of Nature’ namun, ia harus menyerahkan disertasi nya ke Universitas Jena karena Marx menyadari bahwa status nya sebagai Young Hegelian radikal akan diterima dengan kesan buruk di Berlin.
Pada tahun 1835, Marx mendaftar di Universitas Bonn untuk belajar hukum, dan di sana ia bergabung dengan Trier Tavern Club, dan sempat menjadi presiden Klub, sehingga prestasi sekolahnya buruk. Setahun kemudian, ayah Marx mendesaknya untuk pindah ke Universitas Friedrich-Wilhelms di Berlin, agar dapat lebih serius belajar. Di sini, Marx banyak menulis puisi dan esai tentang kehidupan, dengan menggunakan bahasa teologis yang diperolehnya dari ayahnya yang deis. Pada saat itulah ia mengenal filsafat atheis yang dianut kelompok Hegelian-kiri. Marx memperolehi doktorat pada tahun 1841 dengan tesis yang bertajuk "Perbedaan Filsafat Alam Demokritos dan Epikurus", tetapi beliau harus menyerahkan tesisnya kepada Universiti Jena kerana beliau diamarankan bahawa reputasinya di antara faculti sebagai seorang Hegelian-kiri akan menyebabkan penerimaan yang buruk di Berlin.
Marx dan Pemuda Hegelian
Di Berlin, minat Marx beralih ke filsafat, dan bergabung ke lingkaran mahasiswa dan dosen muda yang dikenal sebagai Pemuda Hegelian. Sebagian dari mereka, yang disebut juga sebagai Hegelian-kiri, menggunakan metode dialektika Hegel, yang dipisahkan dari isi teologisnya, sebagai alat yang ampuh untuk melakukan kritik terhadap politik dan agama mapan saat itu.

AUGUSTE COMTE



AUGUSTE COMTE
(1798-1857)

Biografi Singkat

· Lahir dari keluarga Katholik taat pada tahun 1798.
· Mengenyam pendidikan di sekolah yang prestisius: Ecole Polytechnic.
· Salah seorang pemimpin (aktivis) pemberontakan mahasiswa, yang membuatnya di black-list pihak universitas.
· Bekerja sebagai sekertaris Saint-Simon selama enam tahun, sebelum kemudian memutuskan menjadi intelektual independent.
· Sempat stres berat dan dirawat di rumah sakit sebelum akhirnya ditolong oleh istrinya, seorang mantan pelacur yang hidup dengannya selama 16 tahun.
· Menjalin “Platonic relationship” dengan Clothilde de Vaux yang yang berakhir dengan kematian setelah setahun.
· Menerapkan pola hidup yang ia sebut sebagai “cerebral hygiene” menghindari segala bentuk kerja yang tidak disenangi, tidak hanya untuk menjaga kesehatan mentalnya tetapi juga sebagai aplikasi dari teori “positif”nya tentang hubungan antara jiwa dan raga.

Kehidupan Intelektual

· Bisa dibagi menjadi 3 periode
1. Selama berkerja dengan Saint-Simon melahirkan beberapa karya, yang terpenting adalah artikelnya tentang sistem politik baru dimana ilmuan akan menggantikan pendeta dan industrialis akan menggantikan tentara.
2. Setelah proses penyembuhan mental menghasilkan karya monumentalnya Course of Positive Philosophy (1830-1842)
3. Antara 1851-1854, saat ia menuliskan A System of Positive Polity (4 jilid)

Bapak Sosiologi?

· Karena mengenalkan istilah “sosiologi”
· Karena klaimnya bahwa kehidupan sosial punya karakteristik karenanya memiliki hukumnya sendiri dan harus diakui sebagai domain independent yang terpisah
· Karena sumbangsihnya tentang metode-metode yang cocok bagi sosiologi dan hubungannya dengan disiplin ilmu lainnya
· Menggagas social statics (struktur sosial) dan social dynamics (perubahan sosial) sebagai cabang utama dalam sosiologi
· Kontribusinya tentang apa yang dikenal sebagai “law of the three stages”
· Karena doktrinnya tentang hierarki ilmu pengetahuan
· Karena formula-formulanya tentang agama universal

Ide-ide Penting

· Law of Three Phases, bahwasannya perkembangan masyarakat meliputi tiga tahapan:
1. Teologis Posisi seseorang dalam masyarakat dan aturan2 dimasyarakat didasarkan pada kuasa Tuhan (Supernatural Power): Fetisisme, Polytheisme, dan Monotheisme.
2. Metafisika / Abstrak >ide justifiksi terhadap hak2 universal diatas aturan2 manusia. Masyarakat mulai mempertanyakan tradisi2 yang ada.
· Scientific / Ilmiah >Masyarakat mampu menghadirkan solusi terhadap problem sosial dengan mendasarkan pada pengembangan ilmu pengetahuan.
· Teori ini merupakan salah satu teori pertama yang membahas tentang evolusi sosial.
· Dalam Positive Philosophy, Comte memperkenalkan pentingnya hubungan antara teori, praktek, dan pemahaman manusia akan realitas.
· Ia juga memperkenalkan kata “altruism” yang merujuk pada kayakinannya akan kewajiban moral setiap individual untuk melayani orang lain.
· Teori ini merupakan salah satu teori pertama yang membahas tentang evolusi sosial.
· Dalam Positive Philosophy, Comte memperkenalkan pentingnya hubungan antara teori, praktek, dan pemahaman manusia akan realitas.
· Ia juga memperkenalkan kata “altruism” yang merujuk pada kayakinannya akan kewajiban moral setiap individual untuk melayani orang lain.
· Mengembangkan klasifikasi yang sistematik dan hirarkis yang mencakup semua jenis ilmu dan menempatkan sosiologi sebagai ilmu terakhir sekaligus terbesar yang akan menaungi ilmu-ilmu yang lain.
· Konsistensinya dalam penggunaan metode kuantitatif menjadi fondasi bagi positivisme modern, analisa statistik dan pengambilan keputusan.

EMILE DURKHEIM



EMILE DURKHEIM
(1858-1917)

BIOGRAFI
· Lahir 15 April 1858 di Epinal, Perancis.
· Masa kecilnya dilalui dengan kehidupan keagamaan yang kuat, bahkan ia diarahkan oleh orang tuanya untuk menjadi seorang rabbi.
· Mengenyam pendidikan di Perancis dan Jerman, dimana ia mempelajari filsafat, ilmu sosial, psikologi massa, dan antropologi
· Dia merupakan sosiolog teoritis sekaligus pendidik praktis.
· Dia merupakan orang pertama yang memegang gelar profesor pendidikan dan sosiologi.
· Dia tercatat sebagai pegawai elit pemerintahan, yang mana ide-idenya tentang pendidikan diajarkan diseluruh sekolah dasar di Perancis.
· Meninggal pada 15 November 1917.
· (1893) The Division of Labor in Society
· (1895) The Rules of Sociological Method
· (1897) Suicide
· (1912) The Elementary Forms of the Religious Life

The Division of Labor in Society
Dalam karya ini, Durkheim menganalisa secara komparatif mengenai apa yang membuat masyarakat bisa dikatakan primitif dan modern. Menurutnya, masyarakat primitif dipersatukan oleh fakta sosial non-material, khususnya oleh kuatnya ikatan moralitas bersama, atau oleh apa yang yang disebutnya sebagai kesadaran kolektif yang kuat.
· Sementara masyarakat modern, karena kompleksitas yang dihadapinya, kesadaran kolektifnya itu mengalami penurunan. Ikatan utama dalam masyarakat modern adalah pembagian kerja yang ruwet, yang mengikat orang yang satu dengan orang yang lainnya dalam hubungan saling tergantung.
· Solidaritas Mekanik Vs Solidaritas Organik.

The Rule of Sociological Method
· Durkheim menekankan bahwa tugas sosiologi adalah mempelajari apa yang ia sebut sebagai fakta-fakta sosial.
· Dia mendefinisikan faktas sosial sebagai: (1) segala bentuk tindakan; (2) memiliki kekuatan yang memaksa individu; (3) bersifat umum dan keberadaannya terlepas dari manifestasi individu.
· Bagaimana mempelajari fakta sosial?
· Aturan Dasar: Anggaplah fakta sosial sebagai suatu benda (things)
· Filsafat sosial, sebagaimana yang diusung Comte dan Spencer, menurutnya tidaklah ilmiah karena ia menggantikan realitas sosial dengan konsepsi tertentu tentang realitas tersebut. Karenanya sosiologi harus mengikuti aturan sebagai berikut:
• Buang segala bentuk pra-konsepsi (prasangka). Hal ini akan membawa kita pada pendekatan yang bebas-nilai dalam mengkaji fakta sosial.
• Definisikan permasalahan dengan memasukkan semua fenomena yang saling berhubungan atau penentuan topik tidak tergantung pada sosiolog akan tetapi pada fakta sosial.
• Fakta sosial dapat dikaji secara obyektif ketika ia dijauhkan dari kepentingan-kepentingan individu.
· Beberapa kesimpulan penting:
• Sosiologi bukanlah filsafat karena bersifat empiris dalam mengkaji sesuatu.
• Metode sosiologi bersifat obyektif.
• Metode sosiologi bersifat unik untuk kajian sosiologis karena fakta sosial bersiafat social

Suicide (bunuh diri)
• Dia berpendapat bahwa menghubungkan perilaku individu seperti bunuh diri itu dengan sebab-sebab sosial (fakta sosial) maka ia akan dapat menciptakan alasan meyakinkan tentang pentingnya disiplin sosiologi.
• Dia membedakan bunuh diri kedalam tiga kategori: egoistik, altruistik, dan anomik.
• Egoistic suicide:
• Tingkat integrasi dalam agama.
• Tingkat integrasi dalam urusan domestik.
• Tingkat integrasi dalam politik.
• Altruistic suicide: bunuh diri yang didasarkan pada nilai atau kewajiban atau dipandang sebagai suatu keharusan.
• Anomic suicide: bunuh diri sebagai akibat dari perubahan regulasi sosial.

The Elementary Forms of Religious Life
• Durkheim menganggap maasyarakatlah yang menentukan bahwa sesuatu itu bersifat sakral dan profan, khususnya dalam kasus yang disebut totemisme. Kesimpulan Durkkheim, bahwa agama dan masyarakat (kesadaran kolektif) adalah satu dan sama. Agama adalah cara masyarakat memperlihatkan dirinya sendiri dalam bentuk fakta sosial non-material. Durkheim telah meletakkan suatu konsep fakta sosial sebagai suatu landasan bagi analisa lembaga sosial, perubahan sosial dan sebagainya.

TENTANG SOSIOLOGI

Apakah Sosiologi?
o Studi ilmiah tentang struktur sosial, interaksi sosial, dan faktor-faktor penentu perubahan dalam struktur sosial dan interaksi sosial.
o Empat unsur penting dalam sosiologi:
• Ilmu Pengetahuan : mengikuti prosedur ilmiah
• Struktur Sosial : struktur mempengaruhi perilaku
• Interaksi Sosial : adanya perbuatan dan respon
• Perubahan Sosial : selalu hadir di masyarakat
• Luasnya cakupan sosiologi yang mengerucut pada keempat unsur utama diatas menyebabkan munculnya berbagai variasi perspektif dalam khazanah disiplin ilmu sosiologi

• Cara mengkategorisasikan teori:
o Agensi-struktur
o Makro-mikro
o Ritzer : Fakta Sosial, Definisi Sosial, dan Behaviorisme Sosial

Sejarah Kelahiran Sosiologi

o Enlightment, ditandai oleh:
• Science (observasi), teurtama setelah muncul teori Newton
• Dominasi reason (akal) dibandingkan tradisi atau keyakinan
• Semangat untuk pencarian hukum-hukum alam
• Aplikasi science dan reason di segala bidang
• Merebaknya kritik sosial
• Lebih memperhatikan kesejahteraan dan kebebasan individu
• Keinginan untuk menciptakan sistem yang lebih demokratis
• Percaya pada perubahan kearah yang lebih baik (progress)

o Reaksi Konservatif terhadap Enlightment:
• Lebih menekankan pada tatanan dan stabilitas
• Masyarakat dipandang sebagai sebuah organisme
• Realisme sosial
• Masyarakat lebih penting dari pada individu
• Menekankan unsur non-rasional, ex: tradisi, ritual, seremoni, dll.
• Menekankan sub-sistem masyarakat, ex: keluarga, kelompok agama, dll.
• Percaya akan pentingnya hirarki dalam masyarakat
• Sosiologi merupakan cabang ilmu pengetahuan yang terakhir kali memisahkan diri dari Filsafat
• Auguste Comte sebelum menggunakan istilah Sosiologi, menyebut ilmu ini dengan istilah Filsafat Positif
• Kajian tentang tokoh klasik sosiologi sendiri seringkali mengerucut pada tiga figur: Marx, Durkheim, dan Weber

Teori Sosiologi Klasik

o Fungsionalisme Struktural
· Tokoh : Spencer, Durkheim, dan Pareto
· Level analisis : Makro
· Karakteristik : Sistem bagian-bagian (analogi organisme), kontribusi masing-masing bagian, konsensus, dan equilibrium.

o Konflik
· Tokoh : (Hegel), Karl Marx, dan Max Weber
· Level analisis : Makro
· Karakteristik : Kekuasaan sosial dan ketidakadilan, sumber-sumber ketegangan dan konflik di masyarakat, persaingan kepentingan, cenderung menuju posisi materialisme.

o Interaksionisme Simbolik
· Tokoh : George Simmel, Cooley, dan George H. Mead
· Level analisis : Mikro
· Karakteristik : Pengembangan diri (self), sosialisasi, interaksi, penciptaan makna kecil.

IBNU KHALDUN



IDE-IDE SOSIOLOGIS
”IBN-KHALDUN”

Sebuah Romantisisme Islam

ISLAM & YUNANI

· Hasil Penerjemahan sekitar th. 750-800
· Al-Kindi (800-865), Filusuf terkemuka (penggagas ide-ide tentang keilmuan; pengembang filsafat metafisika Yunani)
· Al-Farabi (870-950) - bersama Aristotle dipandang sebagai “2nd teacher;” ahli filsafat Islam; menjelaskan konsep kenabian; meyakini wahyu dan filsafat sebagai jalan menemukan kebenaran; penggagas rekonsiliasi ide-ide Plato & Aristotle
· Ibn Sina (Avicenna) (980-1036) – al-Qonun (Canon of Medicine) yang menjadi buku rujukan ilmu kedokteran modern.
· Al-Ghazali (1058-1111) – ahli hukum Islam dan teologi; pendukung logika, matematika, astronomi & fisika; penentang metafisika of filsafat
· Ibn-Rushd (Averroes) (1126-1198); komentator utama Aristotle; dipandang bertanggung jawab atas pandangan bahwa filsafat Islam bukanlah sesuatu yang original; tanda berakhirnya periode Islam klasik

SUMBANGAN ISLAM

· Ibn Haiyan (c. 776) – ahli kimia dan astronomi
· Al-Harrani (826-901) – peletak dasar bagi non-Euclidean geometri, trigonometri bidang, integral calculus dan real numbers.
· Al-Battani (868-929) – Astronomi, penggagas solar year (365 d 5 h 46 m 24 s)
· Al-Zahrawi (Abulcasis) (936-1013) – kedokteran, ahli penyakit hemophilia, memperkenalkan teknik amputasi dan pembuatan gigi palsu, ahli operasi mata, telinga, dan tenggorokan, serta dikenal sebagai ahli serangga.
· Al-Buzjani (940-998) – penemu ilmu trigonometri
· Al-Haytham (alhazen) (965-1040) – ahli optik / lensa kacamata
· Ibn Sina (980-10-37) – Ahli: kedokteran, matematika, fisika, filsafat, teologi, logika, dan metafisika
· Al-Khawarizmi (1100-1166) – penulis Al-Jabrwa-al-Muqabilah (ditemukannya aljabar); penemu nol, desimal, angka-angka Arab
· Al-Baitar (1188-1248) – Ahli biologi dan farmasi
· Al-Nafis (1210-1288) – circulatory system (rediscovered by Harvey 300 years later)

IBN-KHALDUN

· Nama lengkapnya: Abu Zaid Abdul-Rahman ibn Muhammad ibn Khaldun Wali al-Din al-Tunisi al-Hadrami.
· Lahir di Tunisia, Afrika Utara, 27 Mei 1332 dari keluarga terpelajar.
· Sejak kecil sudah menempuh studi tentang ilmu-ilmu pendidikan Islam (pelajaran Qur’an) dan kemudian mempelajari matematika dan sejarah
· Dalam karir kehidupannya, Khaldun telah terlibat dalam berbagai kehidupan sosial politik, ia pernah membantu beberapa sultan yang berkuasa pada masa itu seperti di Tunisia, Maroko, Spanyol dan Aljazair sebagai Duta Besar, bendahara dan anggota dewan penasehat Sultan.
· Ia pernah dipenjara selama dua tahun di Maroko karena keyakinannya bahwa penguasa negara bukanlah pemimpin yang mendapatkan kekuasaan dari Tuhan.

· Setelah kurang dari dua dekade aktif di bidang politik, Ibn Khaldun kembali ke Afrika Utara.
· Di sana ia melakukan studi dan menulis secara intensif selama lima tahun. Karya yang dihasilkan selama lima tahun itu meningkatkan kemasyhurannya di Pusat Studi Islam Universitas Al-Azhar di Kairo.
· Karya monumentalnya: Muqaddimah dan al-I’bar, serta Tasrif (autobiography).
· Muqaddimah disejajarkan dengan the Prince-nya Machiavelli (ditulis satu abad setelahnya).

Ide-ide Sosiologis

· Netralitas ilmu pengetahuan Riset empiris yang dilakukannya dalam mengamati berbagai gejala sosial masyarakat urban dan nomaden sangat dihargai oleh sosiolog kontemporer: “Khaldun kini telah berpengaruh secara signifikan atas konsep, pemikiran, teori dan metodologi sosiologi klasik” (Ritzer, 1996: 7-8).
· Dasar teori konflik: manusia pada dasarnya senantiasa berhadapan dengan konflik sebagai akibat dari perbedaan karakteristik dalam masyarakat.
· Konsep tentang Ashabiyah atau solidaritas yang didasarkan pada kinship/pertalian darah.
· Teori tentang Perubahan sosial yang didasarkan pada observasinya terhadap berbagai kesultanan pada masanya; teori Siklus Perubahan Sosial.
· Konsep tentang Sosiologi Hukum, khususnya tentang keterkaitan antara kekuasaan raja dengan kontrak sosial (universalitas hukum/norma sosial)

Ide-ide Menarik Lainnya

· Hubungan antara ulama dan politik ulama cenderung menjauhi politik (Fasal 34).
· Diferensiasi sosial atau pembagian kerja semakin tinggi peradaban masyarakat maka akan terjadi penyempurnaan di bidang profesi, ex: kursus musik, tari dan memainkan alat-alat perkusi (mu'allim al-ghina' wa al-raqs wa qar' al-thubul 'ala al-tauqi') (Fasal 17).
· Mengkritisi anggapan bahwa bangsa taklukan cenderung akan meniru budaya penakluknya.

SOSIOLOGI; NAHDLATUL ULAMA'; PERSPEKTIF FUNGSIONALISME

NAHDLATUL ULAMA; PERSPEKTIF FUNGSIONALISME*

I. PENDAHULUAN

Dalam beragama berkaitan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan kadang juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling dalam dan sempurna, serta juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat [akhirat], namun agama (juga) melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini.
Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga yang telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang. Beribadat bersama-sama memakai lambang aliran keagamaan masing-masing telah mempersatukan kelompok-kelompok manusia dalam ikatan yang paling erat, sehingga terjalinnya suasana dan interaksi fungsional yang kokoh.
Sebagaimana di Indonesia saat ini, NU atau Nahdlatul Ulama’ yang dihuni oleh para Kiai-kiai yang dianggap orang suci merupakan salah satu dari berbagai macam aliran di indonesia. Masyarakat yang menganggap bahwa aliran sebagai sebuah prinsip dalam beragama, menentukan dan menjelaskan siapa yang dianut. Masyarakat desa yang cara berpikirnya lebih condong kepada tradisional lebih cocok dalam wadah aliran ini yang diklaim sebagai aliran tradisional. NU mempunyai andil besar terhadap pembentukan masyarakat serta mempertahankan eksistensi masyarakat tradisoanal yang banyak dihuni oleh masyarakat desa. Meski dalam realitanya banyak para generasi jauh berpikir moderat.
Fatwa-fatwa/kebijakan kiai yang dianggap sebagai hal yang sakral dan sesuai dengan norma, nilai dan budaya merupakan keyakinan aliran ini. Para anggota beranggapan bahwa setiap kebijakan yang dikeluarkan merupakan suatu hal yang baik yang patut didukung dan dilaksanakan. Artinya memang teori ini (fungsional) pro-status quo kebijakan dianggap hal yang baik dan perubahan sosial yang cepat (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan suatu sistem dan perlu pengembalian adanya sebuah stabilitas masyarakat. Dan selanjutnya akan kami bahas aliran ini (Nahdlatul Ulama) dengan meminjam perspektif teori fungsional.

II .PEMBAHASAN

A. Aliran-Aliran Keagamaan

NU, Muhammadiyah, Ahmadiyah dalam Islam dan Protestan,* Lutheran,* Calvinism* dalam Kristen serta masih banyak lagi aliran keagamaan lain yang ada dimiliki masing-masing agama diberbagai penjuru dunia. Indonesia yang tingkat hiterogenitasnya tinggi merupakan wadah dimana aliran-aliran sewajarnya muncul sebagai sebuah upaya untuk mencita-citakan keadaan yang saling menguntungkan satu sama lain. Semisal Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah dan lain-lain dalam hal beragama, baik beribadah, interaksi sosial dan tindakan sosial yang menyangkut kepercayaan dalam memuja Tuhan yang Agung yang masing-masing mempunyai keyakinan dan interpretasi sendiri-sendiri sebagai makhluk Tuhan yang berakal. Di dalam ajarannya mengajarkan sebuah ketenangan, keteraturan yang nantinya mampu menciptakan sebuah keseimbangan dalam masyarakat..
Dalam ibadat keagamaan dihiasi dengan keindahan seni; [tetapi] juga berjalan baik dalam kehidupan yang paling sederhana sekalipun. Ide-ide tentang Tuhan membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan ”berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya”.
Berbagai macam aliran keagamaan mempunyai ciri dan bentuk ajaran sendiri dalam pencapaiannya terhadap Tuhan. Bentuk rutinitas dan ajaran aliran yang dianggap sebagai sebuah bentuk stabilitas keberlangsunngan ajaran/tradisi mereka dalam hal mematuhi ajaran aliran keagamaannya yang tentunya dipercayai oleh anggotanya. Taruhlah, NU dengan Tahlil, Yasinan serta Muhammadiyah dengan Majelis Tarjih dan lain-lain.

B. Sejarah Lahirnya Nahdlatul Ulama’

NU atau Nahdlatul Ulama didirikan di Surabaya pada tanggal 1926 oleh sejumlah tokoh tradisional dan usahawan dari Jawa Timur. Sudah seringkali dinyatakan bahwa NU didirikan oleh kiai tradisionalis yang menyaksikan posisi mereka terancam dengan munculnya Islam reformis. Pengaruh Muhammadiyah dan Serikat Islam yang semakin meluas, demikian menurut argumen ini, telah memarginalisasikan kiai, yang sebelumnya merupakan satu-satunya pemimpin dan juru bicara komunitas muslim, dan ajaran kaum pembaru sangat melemahkan legitimasi mereka. Dikatakan NU didirikan untuk mewakili kepentingan-kepentingan kiai, vis a vis pemerintah dan juga kaum pembaru dan untuk menghambat perkembangan organisasi-organisasi yang hadir lebih dahulu
Perbedaan mengenahi seputar persoalan-persoalan furu’iyah yang pada awalnya perbedaan dan pertentangan pendapat yang terjadi masih dalam batas wajar anatara pihak kelompok yang berpegang teguh pada tradisi ibadah dan ajaran madzhab dengan kelompok yang menghendaki adanya pembaruan dalam beragama tanpa terikat dengan madzhab.
Selain alasan di atas, semangat nasionalisme, basis sosial Islam tardisional dan peristiwa internasional yang juga menjadi alasan lain melatar belakangi lahirnya aliran keagamaan (Nahdlatul Ulama) ini. Kelompok Islam tradisional, kebanyakan mempunyai latar belakang kehidupan pesantren bahkan ada diantara mereka yang memimpin pesanten dengan sejumlah santri. Antara Islam tradisional dengan pesantren mempunyai kaitan yang sangat kuat dan merupkan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Dengan kata lain basis sosial Islam tradisional adalah pesantren.
Pondok pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang dipimpin oleh kiai dan mempunyai pondok yang digunakan sebagai tempat tinggal santri. Kegitan dalam pesantren merupakan pendidikan dan pengajaran kitab-kitab klasik. Pesantren dalam pengertian diatas lah yang nampaknya mempunyai relevansi yang kuat dengan Islam tradisional yang pada umumnya terletak di pedesaan meski ada juga di daerah industri/perkotaan.
Disamping itu di negeri Hijaz Ibn Sa’ud telah merebut kekuasan yang dulunya ditangan Syarif Husain dan bermaksud untuk membahsa pengaturan kota Makkah dan Madinah dan terjadinya polarisasi pandangan umat Islam indonesia khususnya Indonesia di Jawa. Sebab bagaimana pun juga Ibn Sa’ud dan pengikutnya adalah penganut ajaran Wahabi. Kelompok Wahabi ini terkenal terhadap segala sesuatu yang berbau pemujaan kepada wali dan orang yang sudah meninggal,melakukan pegahancuran terhadap makam-makam keramat dan menghilangkan praktek-praktek keagamaan yang dianggap bid’ah dan tentu saja membuat cemas golongan Islam tradisional di Indonesia. Dilain pihak membawa angin segar bagi kaum pembaru.
Abdul Wahab Hasbullah sebagai wakil dari kelompok Islam tradisional menghendaki agar delegasi yang dikirim ke Hijaz meminta jaminan Ibn Sa’ud untuk mneghormati madzhab-madzhab fiqh dan memperbolehkan praktek keagamaan secara tradisional. Demikian pula untuk meniadakan pelarangan terhadap tarekat dan ziarah ke makam orang-orang suci di Makkah dan sekitarnya, usulan ini dilontarkan oleh Abdul Wahab Hasbullah dalam pertemuan-pertemuan dengan ulama lain namun kurang mendapat sambutan bahkan kongres yang selalu didominasi oleh kaum modern ini tidak begitu menghiraukan usulan Abdul Wahab Hasbullah. Mereka lebih mendukung Raja Ibn Sa’ud.
Oleh karena Abdul Wahab Hasbullah beserta kelompok Islam lain tradisional semakin tidak mendapat tempat dalam berbagai forum, maka Abdul Wahab Hasbullah mengambil inisiatif untuk mengadakan pertemuan sendiri. Akhirnya sebelum kongres Al-Islam ke-5 di Bandung yang sedianya akan dilaksanakan pada tanggal 6 Pebruari 1926, Abdul Wahab Hasbullah dan para ulam di Surabaya mengadakan pertemuan dengan tujuan membahas pengiriman delegasi ke Kongres Islam Internasional di Hijaz (Makkah). Pertemuan tersebut terlaksana pada tanggal 31 Januari 1926 di rumah Abdul Wahab Hasbullah, atas undangan Komite Hijaz.
Atas undangan disampaikan oleh Komite Hijaz, maka berkumpullah para ulama pada tanggal 31 Januari 1926 di kampung Kertopaten Surabaya, yaitu di rumah Abdul Wahab Hasbullah. Tugas utama Komite Hijaz ini adalah mempersiapkan pengiriman delegasi yang akan dikirim ke Muktamar Alam Islami Makkah dan mempersiapkan pertemuan para ulama terkemuka se Jawa dan Madura.
Tugas yang diamanatkan kepada komite Hijaz ini ternyata dapat dijalankan dengan baik. Artinya, pertemuan ulama dapat dilaksanakan pada tanggal 31 Januari 1926. Dalam petemuan tersebut menghasilkan dua keputusan penting. Petama, mengirim Abdul Wahab Hasbullah dan Ahmad Ghana’im al Mishri untuk menghadap Raja Ibn Sa’ud, penguasa yang baru di Hijaz untuk memberikan kebebasan beribadah menurut madzhab empat. Kedua, mendirikan suatu Jam’iyah Nahdlatul Ulama. Konon ketika itu ada dua pilihan nama untuk organisasi yang didirikan tersebut, yaitu Nadhudul Ulama dan Nahdlatul Ulama. Namun yang menjadi kesepakatan bersama adalah nama Nahdlatul Ulama (NU).

C. Definisi Aliran Keagamaan; Teori Fungsionalisme

Istilah fungsi, seperti kita ketahui menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama (dalam pembahasan ini aliran agama) atau lembaga sosial yang lain untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian kita adalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh atau aliran keagamaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat-masyarakat tersebut.
Sarjana Amerika semua sependapat untuk menentang pendapat positivistis lama yang menyatakan bahwa agama muncul dalam kondidsi-kondisi kebodohan dan ketidakcakapan intelektual tertentu yang tidak akan bisa bertahan selama-lamanya. Mereka ingin menunjukkan bagaimana sifat kemanusian esensial tertentu seharusnya muncul dalam gejala-gejala keagamaan, dan untuk melakukan hal itu mereka menyatakan bahwa agama-agama berfungsi mendukung nilai-nilai dan aturan-aturan sosial. Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, ”teori fungsional” memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini secara keseluruhan merupakansistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan.
Perlu ditegaskan bahwa menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memilki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Contoh lembaga keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sejauh mana aliran keagamaan dapat menarik perhatian dan terus eksis untuk diburu penduduk bumi, dan seberapa stabil teori fungsionalis mencita-citakan adanya aliran keagamaan sebagai sebuah pandangan adanya keseimbangan? hal ini hanya bisa dijawab tergantung anggota perseorangan yang menganggap aliran keagamaan mempunyai dedikasi besar terhadap proses beragama dan masyarakat, serta sadar akan kesinambungan berbagai macan aliran keagamaan. Namun jika tidak maka prediksi yang sangat jelas sesuai dengan teori fungsional bahwa aliran keagamaan nantinya akan ditinggalkan oleh para pengikutnya. Untuk lebih jelasnya kita lihat pembahasan dibawah ini.

D. Fungsi Aliran Keagamaan (Nahdlatul Ulama) bagi Masyarakat

Menurut analisis pribadi ada beberapa hal fungsi yang melatar belakangi kenapa aliran keagamaan (Nahdlatul Ulama) ini di ikuti oleh masyarakat, khususnya masyarakat pedesaan yang kental dengan kultur tradisional dan mitos-mitos serta mistiknya. Adapun fungsi-fungsinya antara lain sebagai berikut:

a. Dapat membimbing untuk mencapai sebuah ikatan batiniyah terhadap Tuhan
b. Fans pada tokoh-tokoh tertentu (kiai) dan kharismatik kiai-kiai
c. Kesamaan cara berpikir dan problem solvingnya (pada kiai)
d. Ajaran keilmuannya menekankan atas hormat pada hal-hal yang dianggap sakral (wali, kiai dll)
e. Sebagai backing masyarakat kelak ketika di akhirat (yang salah dan benar)
f. Sebagai pedoman dalam bertindak maupun berpikir
g. Sebagai pendidik dalam sebuah wadah yang dianggap representatif terhadap keilmuan atau kultur setempat
h. Guna mengingatkan dalam berbuat, serta mematuhi atau taat pada orang yang lebih tua yang dianggap pernah maupun berjasa pada dirinya
i. Dianggap mampu mengotrol segala tindakan yang dianggap melanggar dari aliran yang dianut (NU)
j. Juga mengembangkan landasan keilmuan dengan metode tertentu yang dimiliki (karena relevan)
k. Tempat sharing terhadap permasalahan yang dihadapi maupun keilmuan yang sesuai dipelajari
l. Meningkatkan keyakinan sesuai kepercayaan alirannya
m. Membantu menyelesaikan problem serta sebagai menambah jaringan sosial dll.

Dalam beberapa kategori diatas kiranya begitu jelas apa fungsi aliran keagamaan. Dalam hal ini Nahdlatul Ulama sebagai sebuah wadah dimana para pengikutnya merasakan fungsi yang telah diberikan. Ketika Nahdlatul Ulama dianggap memberikan fungsi terhadap anggotanya maka aliran keagamaan ini akan terus eksis sebagaimana kuatnya anggapan anggotanya terhadapa fungsi yang telah diberikan dan itupun sebaliknya.
Nahdlatul Ulama dikatakan sebagai aliran keagamaan terbesar saat ini. Aliran ini hanya ada di Indonesia yang diikuti oleh berbagai elemen masyarakat. Ciri khas aliran ini seperti halnya yang diyakini oleh para pengikutnya dengan konsep sentral kharismatik para kiai-kiai dan fatwa kiai dianggap harga mati yang harus ditaati. Salah satu kemungkinan inilah yang dianggap sesuai atau relevan dengan kultur Indonesia yang lebih kepada mitos-mitos, tradisional dan mistisistik semisal, slametan orang meniggal dan ritual-ritual lain yang memang dulunya berasal dari agama Hindu menjadi konstruksi kultur mitos, tradisional dan mistik inilah yang mungkin menjadi alasan kenapa aliran ini (NU) diikuti.
Kharismatik seorang tokoh kiai merupakan ciri-khas aliran Nahdlatul Ulama sebagai wadah keagamaan masyarakat. Dalam konsep Weber karakter kharisma hanya mengenal determinasi batin dan batasan batin. Pemegang kharisma menyambar tugas yang layak baginya dan menghendaki kesetiaan dan pengikut berdasarkan misinya. Keberhasilannya menentukan didapat atau tidaknya hal-hal yang ia kehendaki itu. Klaim kharismatik menemui kegagalan bila misinya tidak diakui oleh orang-orang yang yang ia merasa di utus bagi mereka. Jika mereka mengakuinya, maka dialah tuan mereka-sejauh ia tahu bagaimana merawat pengakuan itu dengan ”membuktikan” dirinya. Tetapi ia tidak mendapatkan ”haknya” dari kehendak mereka, seperti yang terjadi dalam sebuah Pemilu. Justru sebaliknya yang berlaku: adalah kewajiban mereka yang menjadi sasaran misinya untuk mengakui sebagai pemimpin mereka yang memenuhi syarat kharismatis.
Para kiai kharismatik harus menunjukkan bagaiamana seorang kiai itu menjadi teladan contoh dan misi keagamaan atau dakwah yang baik bagi pengkutnya. Jika hal ini tidak mampu dibuktikan oleh para kiai yang ada di aliran keagamaan ini (NU), maka para kiai ini akan ditinggalkan dan tidak akan dipercaya atau tidak diakui kharisma kiainya oleh segenap pengikutnya. Artinya para kiai harus menunjukkan kharismatiknya sebagai kiai agar dipercaya.
Pemimpin kharismatik memperoleh dan mempertahankan otoritasnya semata-mata dengan mebuktikan ketangguhannya dalam hidup. Jika ia ingin menjadi Nabi, ia harus menampilkan mukjizat, jika ingin menjadi pengliama perang, ia harus melakukan tindakan heroik. Tapi yang paling penting, misi ilahiyahnya harus ”membuktikan” diri bahwa mereka yang pasrah sepenuh hati padanya akan tercukupi. Jika mereka tidak tercukupi, jelas ia bukan maharesi yang dikirim para dewa.
Lebih-lebih di Pulau Jawa yang memang konstruksi kultur tradisional dengan mistik atau mitosnya yang kuat. Selain itu desakan dan wajah pendidikan yang memang juga mampu mempengaruhi aliran ini untuk diikuti misalnya, Pesantren merupakan basis utama Nahdlatul Ulama berjuang dan berkembang juga hubugan yang sangat menonjol yang dicontohkan antara santri dan kiai yang menempatkan kiai sebagai pemimpin sentral khususnya pedesaan, merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Hadirnya seorang kiai ditengah-tengah masyarakat dianggap mempunyai kekuatan dan dapat melindungi serta membawa kepada keselamatan.
Dengan demikian kiai menjadi pemimpin dan tokoh dalam kehidupan santri dan juga masyarakat pedesaan. Merekalah yang menjadi kekuatan utama bagi aliran tradisonal ini. Selain Pesantren pendidikan formal yang dibungkus dalam sebuah kultur pesantren (MA swasta) juga menjadi alasan, kenapa aliran ini di amini sampai sekarang disamping itu juga LP Ma’arif NU merupakan bentuk kerjasama yang dilakuakan oleh pendidikan tersebut, dan wadah-wadah kepemudaan yang juga dianggap cukup representatif oleh kalangan pemuda (IPNU-IPPNU). Namun, lambat laun ketika nanti dunia sudah beralih dan mainstream manusia mulai tergeser sedikit maupun banayak dengan gempuran modernitas-globalisasi maka tradisionalitas akan luntur serta kepercayaan terhadap sebuah hal mistik atau berbau mitos akan beralih kepada ilmu pengetahuan. Dan inilah yang mungkin akan menyebabkan dan dipandang bahwa aliran keagamaan tidak memberikan sumbangan apapun terhadap masyarakat dan nantiya aliaran ini akan ditinggalkan karena mereka mendasarkan kepercayaannya terhadap Tuhan dengan agenda dunia yakni ilmu pengetahuan (deisme).

E. Nahdlatul Ulama, Perspektif Fungsionalisme

Ada tiga bentuk dasar/prinsip teori fungsional dalam hal memandang suatu permasalahan yang menjadi acuan dalam menganggapi suatu problem yakni tentang aliran keagamaan khususnya, antara lain;

Ø Pertama, Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari bagian-bagian saling bergantung/terkait dan bekerjasama untuk sistem yang ada serta seluruh struktur sosial atau setidaknya yang diprioritaskan, menyumbangkan terhadap integrasi dan adaptasi sistem yang berlaku.
Bahwa aliran keagamaan (NU) merupakan sebuah bagian-bagian dari agama tertentu yang satu sama lain saling bergantung atau berkaiatan sesuai fungsinya. Karena NU punya kelompok kiai-kiai masing-masing aliran mempunyai ciri kekhasannya sendiri-sendiri maka ciri/khas yang berbeda inilah berguna untuk saling sharing/berfungsi tambal-sulam apa yang belum dimiliki oleh kelompok kiai-kiai lain. Contoh, dalam diri NU ada berbagai macam massa kelompok kiai yang dalam setiap pengambilan keputusan pasti selalu merujuk pada sebuah pertimbangan yang ada karena ada unsur keseimbangan, dan hasilnya jelas tidak menguntungkan salah satu pihak dan bergantung satu-sama lain. Masing-masing kelompok kiai-kiai ini berfungsi atau bekerjasama untuk menjalankan maksud/tujuan masing-masing sehingga tercapainya sebuah keadaan stabil yang diinginkan anggota aliran Nahdlatul Ulama tersebut.

Ø Kedua, kelangsungan struktur atau Eksistensi atau pola yang telah ada dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensi atau efek-efek yang keduanya diduga perlu atau bermanfaat terhadap permasalahan masyarakat (tanpa adanya fungsi bagi sistem maka struktur akan hilang dengan sendirinya). Terletak pada besar kecilnya fungsi sistem.
Bahwa jika eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa kurang/tidak memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan (NU) ini akan hilang dengan sendirinya, dan itu pun sebaliknya jika eksistensi maupun fungsi instansi dari NU sebagai aliran keagamaan dirasa memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka NU sebagai aliran keagamaani akan terus eksis dengan sendirinya (perspektif fungsional). Contoh, jika Nahdlatul Ulama dianggap memberikan dedikasi buat anggotanya maka aliran ini akan terus eksis dengan sendirinya, dan sebaliknya, jika Nahdlatul Ulama dipandang kurang bahkan tidak maka NU akan hilang dengan sendirinya, tergerus oleh waktu.

Ø Ketiga, Pencapaian equilibrium atau harmonis dilaksanakan melalui sosialisasi nilai dan norma yang didapatkan melalui konsensus. Sifat homeostatic­ dari sistem sosial: bahwa sistem sosial bekerja untuk menjaga stabilitas dan mengembalikannya setelah adanya perubahan dari luar. Konsensus memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat aliran keagamaan dalam pembahasan ini tentunya, memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur.
Dalam pandangan teori fungsional ini, sebuah konsensus dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dari orang yang berada diatasnya (pemerintah maupun intistusi lain) yang diperuntukan bagi anggota aliran keagamaan itu semisal, dipandang sebagai upaya untuk berpikir (positive thinking) dan berbuat hal baik (do positive) yang jelas berdasar atas berdasar atas nilai, norma, budaya yang ada dan dibangun didalam aturan yang disepakati itu serta dianggap sebagai sebuah upaya baik untuk menciptakan keseimbangan dalam lairan keagamaan, dan inilah teori fungsional yang dianggap pro-status quo yaitu siapa yang mempunyai hegemoni tinggi dianggap sebagai sebuah upaya perbaikan dan perwujudan berdasar atas nilai, norma budaya yang ada, karena kebudayaan dalam pengertian ini merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic system of meanings) yang sebagian diantaranya menentukan realitas sebagaimana diyakini, dan sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif yang dibebankan pada manusia.
Dan jika dalam diri aliran Nahdlatul Ulama’ terjadi perubahan sosial yang cepat (revolutif) baik pengaruh dari luar maupun dalam, dianggap sebagai sebuah penyimpangan suatu sitem dan perlu adanya penjagaan serta pengembalian sebuah stabilitas. Contoh, jika Yasinan yang telah menjadi anjuran atau perintah kiai-kiai merupakan rutinitas dari Nahdlatul Ulama’ sebagai aliran keagamaan dan sekarang hampir sudah ditinggalkan oleh para pengikutnya dianggap penyimpangan maka dalam teori fungsional ini aliran ini (NU) akan menjaga stabilitas, rutinitas Yasinan ini akan terus diikuti dan mengembalikan stabilitasnya setelah ada perubahan dari luar (ditinggalkan). Juga setiap kebijakan yang ditetapkan oleh kiai-kiai (pemimpin) merupakan sebuah pandangan yang dianggap baik berdasar norma, nilai dan bidaya yang ada.

III .PENUTUP

Dalam aliran Nahdlatul Ulama menurut pandangan fungsional merupakan sebuah proses untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus serta bersifat evolutif. Setiap ada perubahan yang terjadi (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan terhadap sistem dan aturan yang ada, segala bentuk apapun suatu fatwa/kebijakan dalam diri aliran ini (Nahdlatul Ulama) yang ditentukan oleh pemimpin (Kiai), intitusi dipandang sebagai sebuah tata nilai, norma dan budaya yang ada terdapat dalam sebuah kebijakan yang dibuat diperuntukkan para pengikutnya daipandang sebagai aturan yang baik (positive thinking).
Sebagai perspektif dalam memandang setiap gejala sosial, teori fungsional memandang masyarakat atau aliran keagamaan sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga/organ-organ yang kompleks ini termasuk lembaga aliran keagamaan yakni Nahdlatul Ulama secara keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelompok kiai itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan serta perubahan yang diinginkan tidak revolutif melainkan perubahan yang bersifat evolutif. Perubahan yang bersifat evolutif sangat mempengaruhi teori ini dalam memandang suatu perubahan sosial secara keseluruhan.
Dalam NU ada berbagai macam massa kelompok kiai yang dalam setiap pengambilan keputusan pasti selalu merujuk pada sebuah pertimbangan yang ada karena ada unsur keseimbangan/equilibrium, dan hasilnya jelas tidak menguntungkan salah satu pihak dan bergantung satu-sama lain. Masing-masing kelompok kiai-kiai ini berfungsi atau bekerjasama untuk menjalankan tujuan masing-masing sehingga tercapainya sebuah keadaan stabil yang diinginkan anggota aliran Nahdlatul Ulama tersebut.
Eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa kurang/tidak memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan (NU) ini akan hilang dengan sendirinya, dan itu pun sebaliknya sebagai sudut pandang yang selalu melihat sebuah aturan, kebijakan sebagai sebuah tata norma dan nilai yang mengajarkan pada kebaikan dan stabilitas serta masyarakat dipandang sebagai konsensus-konsesus dengan persetujuan yang selalu dianggap ”ya’, sangat berbalik arah dengan teori lawannya yakni konflik.

DAFTAR PUSTAKA

Zainal Arifin, Ahmad, Sosiologi 2007, Handout Teori Sosiologi Klasik,
O’dea, Thomas F., 1986, Sosiologi Agama; suatu pengenalan awal, Rajawali, Jakarta
Nottingham, Elizabeth K., 1994, Agama dan Masyarakat; suatu pengantar sosiologi agama, Rajawali Pers, Jakarta
Ritzer, George-Goodman, Douglas J. 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta
Dr Zamroni, 1992, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta
Scharf, Betty R. 1995, Kajian Sosiologi Agama, Tiara Wacana, Yogyakarta,
Bruinessen, Martin van, 1994, NU Tradisi Relasi-Relasi Kuasa Pencarian Wacana Baru, LKis, Yogyakarta
Amin, M. Mansyhur, 1996, NU & Ijtihad Politik Kenegaraannya, Al-Amin Press, Yogyakarta
Max Weber, 2006, Sosiologi, terjemahan dari ”Essays in Sosiology”, Pustaka Pelajar, Yogyakarta


*hasil revisi dari judul aslinya "Aliran keagamaan; Perspektif Fungsionalisme" atas dasar masukan-masukan guna memperbaiki makalah ini.