Jumat, 16 Mei 2008

SOSIOLOGI; ALIRAN KEAGAMAAN

ALIRAN KEAGAMAAN; PERSPEKTIF FUNGSIONALISME

I. PENDAHULUAN

Agama berkaitan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Agama telah menimbulkan khayalnya yang paling luas dan kadang juga digunakan untuk membenarkan kekejaman orang yang luar biasa terhadap orang lain. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin yang paling dalam dan sempurna, serta juga perasaan takut dan ngeri. Meskipun perhatian kita tertuju sepenuhnya kepada adanya suatu dunia yang tidak dapat dilihat [akhirat], namun agama (juga) melibatkan dirinya dalam masalah-masalah kehidupan sehari-hari di dunia ini.
Agama senantiasa dipakai untuk menanamkan keyakinan baru ke dalam hati sanubari terhadap alam gaib dan surga-surga yang telah didirikan di alam tersebut. Namun demikian agama juga berfungsi melepaskan belenggu-belenggu adat atau kepercayaan manusia yang sudah usang.
Beribadat bersama-sama memakai lambang aliran keagamaan masing-masing telah mempersatukan kelompok-kelompok manusia dalam ikatan yang paling erat, sehingga terjalinnya suasana dan interaksi fungsional yang kokoh. Akan tetapi kadang perbedaan aliran keagamaan ini telah membantu timbulnya beberapa pertentangan yang paling hebat diantara kelompok-kelompok itu.
Sebagaimana di Indonesia saat ini ada berbagai macam aliran keagamaan yang muncul sebagai sebuah bentuk kreasi intelektual manusia yang menginginkan adanya sebuah rahmatan lil alamin (fungsional) antara aliran satu dengan aliran lain. Sangat sesuai sekali kiranya pendekatan fungsional dijadikan sebagai sebuah pisau analisis, karena teori ini lebih kepada keseimbangan antara kedua belah pihak (equilibrium) yang patut dijadikan refleksi segenap aliran keagamaan yang ada di Indonesia khususnya dan dunia global pada umumnya.
Meski kita tahu sebagaimana di agama Kristen ada beberapa aliran keagamaan yang dimiliki seperti halnya Protestan, Lutheran, Calvinism dan Ascetism, kita tahu aliran ini, namun kita belum pernah dengar hal-hal yang terjadi diluar aturan main pandangan secara fungsional, karena dalam teori ini (fungsional) pro-status quo dan perubahan sosial yang cepat (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan suatu sitem dan perlu pengembalian adanya sebuah stabilitas masyarakat. Dan selanjutnya akan kami bahas dengan detail aliran keagamaan dengan meminjam perspektif teori fungsional.

II. PEMBAHASAN

A. Aliran-Aliran Keagamaan
Aliran-aliran keagamaan (Syiah, Khawarij, Qadariah dll) dalam Islam dan (Protestan,* Lutheran,* Calvinism* dll) dalam Kristen serta masih banyak lagi aliran keagamaan lain yang ada dimiliki masing-masing agama diberbagai penjuru dunia. Indonesia yang tingkat hiterogenitasnya tinggi merupakan wadah dimana aliran-aliran sewajarnya muncul sebagai sebuah upaya untuk mencita-citakan keadaan yang menguntungkan satu sama lain semisal Muhammadiyah, NU, Ahmadiyah dan lain-lain dalam hal beragama, baik beribadah, interaksi sosial dan tindakan sosial yang menyangkut kepercayaan dalam memuja Tuhan yang Agung yang masing-masing mempunyai keyakinan dan interpretasi sendiri-sendiri sebagai makhluk Tuhan yang berakal. Didalam ajarannya mengajarkan sebuah ketenangan, keteraturan yang nantinya mampu menciptakan sebuah keseimbangan dalam masyarakat..
Dalam ibadat keagamaan dihiasi dengan keindahan seni; [tetapi] juga berjalan baik dalam kehidupan yang paling sederhana sekalipun. Agama memberi lambang-lambang kepada manusia. Dengan lambang-lambang tersebut mereka dapat mengungkapkan hal-hal yang susah diungkapkan, meski hakikat pengalaman keagamaan selamanya tidak dapat diungkapkan. Ide-ide tentang Tuhan membantu memberi semangat kepada manusia dalam menjalankan tugas-tugasnya sehari-hari, menerima nasibnya yang tidak baik, atau bahkan ”berusaha mengatasi kesukaran-kesukaran yang banyak dan berusaha mengakhirinya”.
Berbagai macam aliran keagamaan mempunyai ciri dan bentuk ajaran sendiri dalam pencapaiannya terhadap Tuhan. Bentuk rutinitas dan ajaran aliran yang dianggap sebagai sebuah bentuk stabilitas keberlangsunngan ajaran/tradisi mereka dalam hal mematuhi ajaran aliran keagamaannya yang tentunya dipercayai oleh anggotanya. Dan juga bagaimana dalam ajaran aliran keagamaan lain seperti Muhammadiyah yang dikenal dengan kelompok modernis serta NU (Nahdlatul Ulama’) sebagai kelompok tradisional telah menunjukkan kekhasan masing-masing. Taruhlah, NU dengan Tahlil, Bahtsu Masail serta Muhammadiyah dengan Majelis Tarjih dan lain-lain.

a. Definisi Aliran Keagamaan Teori Fungsional
Istilah fungsi, seperti kita ketahui menunjuk kepada sumbangan yang diberikan agama (dalam pembahsan ini aliran agama) atau lembaga sosial yang lain untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus. Dengan demikian perhatian kita adalah peranan yang telah dan masih dimainkan oleh atau aliran keagamaan dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup masyarakat-masyarakat tersebut.
Sarjana Amerika semua sependapat untuk menentang pendapat positivistis lama yang menyatakan bahwa agama muncul dalam kondidsi-kondisi kebodohan dan ketidakcakapan intelektual tertentu yang tidak akan bisa bertahan selama-lamanya. Mereka ingin menunjukkan bagaimana sifat kemanusian esensial tertentu seharusnya muncul dalam gejala-gejala keagamaan, dan untuk melakukan hal itu mereka menyatakan bahwa agama-agama berfungsi mendukung nilai-nilai dan aturan-aturan sosial. Sebagai kerangka acuan penelitian empiris, ”teori fungsional” memandang masyarakat sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini secara keseluruhan merupakansistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan.
Perlu ditegaskan bahwa menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memilki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Contoh lembaga keagamaan berfungsi membimbing pemeluknya menjadi anggota masyarakat yang baik dan penuh pengabdian untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat. Sejauh mana aliran keagamaan dapat menarik perhatian dan terus eksis untuk diburu penduduk bumi, dan seberapa stabil teori fungsionalis mencita-citakan adanya aliran keagamaan sebagai sebuah pandangan adanya keseimbangan? hal ini hanya bisa dijawab tergantung anggota perseorangan yang menganggap aliran keagamaan mempunyai dedikasi besar terhadap proses beragama dan masyarakat, serta sadar akan kesinambungan berbagai macan aliran keagamaan. Namun jika tidak maka prediksi yang sangat jelas sesuai dengan teori fungsional bahwa aliran keagamaan nantinya akan ditinggalkan oleh para pengikutnya dan bukan dipandang sebagai sebuah stabilitas masyarakat. Untuk lebih jelasnya kita lihat pembahasan dibawah ini.

B. Aliran Keagamaan, Perspektif Fungsionalisme
Ada tiga bentuk dasar/prinsip teori fungsional dalam hal memandang suatu permasalahan yang menjadi acuan dalam menganggapi suatu problem yakni tentang aliran keagamaan khususnya, antara lain;

Ø Pertama, Masyarakat dipandang sebagai suatu organisme yang terdiri dari bagian-bagian saling bergantung/terkait dan bekerjasama untuk sistem yang ada serta seluruh struktur sosial atau setidaknya yang diprioritaskan, menyumbangkan terhadap integrasi dan adaptasi sistem yang berlaku.
Bahwa aliaran keagamaan merupakan sebuah bagian-bagian dari agama tertentu yang yang satu sama lain saling bergantung atau berkaiatan sesuai fungsinya. Karena masing-masing aliran mempunyai ciri kekhasannya sendiri-sendiri maka ciri/khas yang berbeda inilah berguna untuk saling mengisi/berfungsi tambal-sulam apa yang belum dimiliki oleh aliran-aliran lain. Contoh, dalam diri MUI ada berbagai macam aliran keagamaan yang dalam setiap pengambilan keputusan pasti selalu merujuk pada sebuah pertimbangan yang ada karena ada unsur keseimbangan, dan hasilnya jelas tidak menguntungkan salah satu pihak dan bergantung satu-sama lain. Masing-masing aliran keagamaan ini berfungsi atau bekerjasama untuk menjalankan maksud/tujuan masing-masing sehingga tercapainya sebuah keadaan stabil yang diinginkan anggota aliran keagamaan tersebut.

Ø Kedua, kelangsungan struktur atau Eksistensi atau pola yang telah ada dijelaskan melalui konsekuensi-konsekuensi atau efek-efek yang keduanya diduga perlu atau bermanfaat terhadap permasalahan masyarakat (tanpa adanya fungsi bagi sistem maka struktur akan hilang dengan sendirinya). Terletak pada besar kecilnya fungsi sistem.
Bahwa jika eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa kurang/tidak memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan ini akan hilang dengan sendirinya, dan itu pun sebaliknya jika eksistensi maupun fungsi instansi dari aliran keagamaan itu dirasa memberikan manfaat/dedikasi terhadap anggotanya, maka aliran keagamaan ini akan terus eksis dengan sendirinya (perspektif fungsional). Contoh, jika aliran keagamaan seperti halnya Ahmadiyah dianggap memberikan dedikasi buat anggotanya maka aliran ini akan terus ekssi dengan sendirinya, dan sebaliknya.

Ø Ketiga, Pencapaian equilibrium atau harmonis dilaksanakan melalui sosialisasi nilai dan norma yang didapatkan melalui konsensus. Sifat homeostatic­ dari sistem sosial: bahwa sistem sosial bekerja untuk menjaga stabilitas dan mengembalikannya setelah adanya perubahan dari luar. Konsensus memandang norma dan nilai sebagai landasan masyarakat aliran keagamaan dalam pembahasan ini tentunya, memusatkan perhatian kepada keteraturan sosial berdasarkan atas kesepakatan diam-diam dan memandang perubahan sosial terjadi secara lambat dan teratur.
Dalam pandangan teori fungsional ini, sebuah konsensus dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat dari orang yang berada diatasnya (pemerintah maupun intistusi lain) yang diperuntukan bagi anggota aliran keagamaan itu semisal, dipandang sebagai upaya untuk berpikir (positive thinking) dan berbuat hal baik (do positive) yang jelas berdasar atas berdasar atas nilai, norma, budaya yang ada dan dibangun didalam aturan yang disepakati itu serta dianggap sebagai sebuah upaya baik untuk menciptakan keseimbangan dalam lairan keagamaan, dan inilah teori fungsional yang dianggap pro-status quo yaitu siapa yang mempunyai hegemoni tinggi dianggap sebagai sebuah upaya perbaikan dan perwujudan berdasar atas nilai, norma budaya yang ada, karena kebudayaan dalam pengertian ini merupakan suatu sistem makna-makna simbolis (symbolic system of meanings) yang sebagian diantaranya menentukan realitas sebagaimana diyakini, dan sebagian lain menentukan harapan-harapan normatif yang dibebankan pada manusia. Dan jika dalam diri aliran keagamaan terjadi perubahan sosial yang cepat (revolutif) baik pengaruh dari luar maupun dalam, dianggap sebagai sebuah penyimpangan suatu sitem dan perlu adanya penjagaan serta pengembalian sebuah stabilitas. Contoh, jika Yasinan merupakan rutinitas juga anjuran dari aliran keagamaan tertentu dan sekarang hampir sudah ditinggalkan oleh para pengikutnya makadalam teori fungsional ini instansi ini akan menjaga stabilita rutinitas Yasinan ini akan terus diikuti dan mengembalikannya setelah ada perubahan dari luar (ditinggalkan).

III. PENUTUP

Dalam aliran keagamaan menurut pandangan fungsional merupakan sebuah proses untuk mempertahankan [keutuhan] masyarakat sebagai usaha-usaha yang aktif dan berjalan terus-menerus serta bersifat evolutif. Setiap ada perubahan yang terjadi (revolutif) dianggap sebagai penyimpangan terhadap sistem dan aturan yang ada, segala bentuk apapun suatu kebijakan yang ditentukan oleh pemerintah, intitusi atau lembaga aliran keagamaannya dipandang sebagai sebuah tata nilai, norma dan budaya yang ada terdapat dalam sebuah kebijakan yang dibuat diperuntukkan para pengikutnya daipandang sebagai aturan yang baik (positiv thinking).
Sebagai perspektif dalam memandang setiap gejala sosial, teori fungsional memandang masyarakat atau aliran keagamaan sebagai suatu lembaga sosial yang berada dalam keseimbangan; yang memolakan kegiatan manusia berdasarkan norma-norma yang dianut bersama serta dianggap sah dan mengikat peran serta manusia itu sendiri. Lembaga-lembaga yang kompleks ini termasuk lembaga aliran keagamaan secara keseluruhan merupakan sistem sosial yang sedemikian rupa dimana setiap bagian (masing-masing unsur kelembagaan itu) saling tergantung dengan semua bagian yang lain, sehingga perubahan salah satu bagian akan mempengaruhi kondisi sistem keseluruhan serta perubahan yang diinginkan tidak revolutif melainkan perubahan yang bersifat evolutif. Perubahan yang bersifat evolutif sangat mempengaruhi teori ini dalam memandang suatu perubahan sosial secara keseluruhan.
Perlu ditegaskan bahwa menurut teori fungsional, masyarakat sebagai suatu sistem memiliki struktur yang terdiri dari banyak lembaga, dimana masing-masing lembaga memilki fungsi sendiri-sendiri. Struktur dan fungsi, dengan kompleksitas yang berbeda-beda ada pada setiap masyarakat baik masyarakat modern maupun masyarakat primitif. Sebuah keteraturan yang selalu menjadi tumpuan dan alasan tentang teori ini, fungsional sebagai sudut pandang yang selalu melihat sebuah aturan, kebijakan sebagai sebuah tata norma dan nilai yang mengajarkan pada kebaikan dan stabilitas serta masyarakat dipandang sebagai konsensus-konsesus dengan persetujuan yang selalu dianggap ”ya’, sangat berbalik arah dengan teori lawannya yakni konflik.
Mungkin demikian dan kurang begitu sempurna kiranya makalah ini, kekhilafan yang patut dimaklumi sebagai manusia tentunya. Rangkaian maaf dan terimakasih atas atensi dan apresiasi semuanya. Semoga gerak langkah keilmuan dan tanggungjawab sosial kita sebagai agent of sosial change senantiasa dalam bimbingan-Nya. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Zainal Arifin, Ahmad, Sosiologi 2007, Handout Teori Sosiologi Klasik,
O’dea, Thomas F., 1986, Sosiologi Agama; suatu pengenalan awal, Rajawali, Jakarta
Nottingham, Elizabeth K., 1994, Agama dan Masyarakat; suatu pengantar sosiologi agama, Rajawali Pers, Jakarta
Gerge Ritzer-Douglas J. Goodman, 2004, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media, Jakarta
Dr Zamroni, 1992, Pengantar Pengembangan Teori Sosial, Tiara Wacana, Yogyakarta
Scharf, Betty R. 1995, Kajian Sosiologi Agama, Tiara Wacana, Yogyakarta,

Tidak ada komentar: