Jumat, 16 Mei 2008

HADITS PERGAULAN

ETIKA BERGAUL; ORANG TUA, TETANGGA DAN SUAMI ISTERI

I. PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk sosial, bukan saja berhubungan dengan manusia yang lain tetapi harus mengadakan hubungan itu dengan baik. Jelasnya, sesuai etika atau tatanan yang disepakati oleh masyarakat sebagai sebuah bentuk konsensus bersama dalam hidup dengan penuh kebersamaan. Hubungan antara satu sama lain itulah yang dinamakan sebagai pergaulan. Dalam pergaulan berbagai macam bentuk interaksi yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Percakapan, jual beli dan saling pandang antara yang satu dengan yang lain itu merupakan sebagian bentuk dari pergaulan yang biasa dilakukan oleh anggota masyarakat, meski kadang kurang begitu menyenangkan dan terkesan kurang sopan. Namun juga kadang dianggap baik dan biasa oleh sebagian pihak dengan sudut pandang yang berebda tentunya. Akibatnya ada indikasi keretakan dan perpecahan diantara anggota masyarakat yang berebeda perspektif, karena sampai saat ini pun perbedaan yang berdasar atas kemajemukan merupakan hal yang belum bisa menciptakan suasana harmonis, toleran, kondusif sesuai yang dicita-citakan Islam dengan cita-citanya “rahmatan lil alamin”.
Masyarakat yang kental dengan norma dan nilai yang berbeda itu seharusnya memiliki patokan nilai yang sama yang bisa diterima oleh segenap kalangan. Walau kadang tidak sama, paling tidak setiap anggota masyarakat mampu toleran dan beradaptasi dengan sesama agar semua hal yang berbeda secara prinsipil dapat terakomodasi dan terciptanya kehidupan yang saling toleran, harmonis, dan sesuai cita-cita bersama baik agama maupun masyarakat.
Sebagai patokan yang jelas, masing-masing masyarakat mempunyai pedoman hidup sendiri-sendiri dalam bergaul dan menentukan sikapnya dengan masyarakat seperti halnya agama, adat dan budaya yang terbentuk atas kriteria masing-masing dan yang paling tentunya mengedepankan toleransi dan saling menghormati terhadap sesama. Hal ini yang kemudian menjadikan proses bergaul di masyarakat mengalami sebuah keunikan tersendiri dalam setiap dinamika sosial. Sebagai konsekunsinya pergaulan yang baik sesuai etika masyarakatlah yang nantinya dapat diterima dan kiranya menjadi parameter masing-masing anggota masyarakat dalam setiap tindakan sosialnya.

II. PEMBAHASAN

Pergaulan merupakan bentuk dari tindakan sosial yang pada dasarnya jelas mempunyai pengaruh terhadap masyarakat sekitar. Pargaulan yang baik sesuai etika yang ada di masyarakat sekitar merupakan hal yang patut diperhatikan dan sudah menjadi konsensus bersama, maka dengan demikian dalam bergaul manusia sebagai bagian dari masyarakat kiranya harus sesuai dengan apa yang telah disepakati.
Pergaulan yang baik akan dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat, dan itu pun sebaliknya pergaulan yang kurang baik dan dianggap menyimpang oleh masyarakat lebih-lebih masyarakat yang majemuk dalam ras, suku, adat, budaya maupun agama akan membuat semacam stereotip masyarakat terhadap dirinya sendiri, serta memungkinkan untuk dialienasi dari keanggotaan masyarakat. Maka kehati-hatian dalam berinteraksi/bergaul dengan masyarakat merupakan hal pokok yang perlu diingat dan diperhatikan.

A. Bergaul Dengan Masyarakat;
Masyarakat yang begitu banyak klasifikasinya merupakan bentuk bukti betapa heterogennya esensi masyarakat itu. Orang tua, tetangga dan suami isteri lingkup paling kecil dari masyarakat jadi bukti adanya. Masyarakat terdiri dari dua orang atau lebih yang berkumpul dan melakukan interaksi dengan sering, demikian definisi dari masyarakat itu sendiri. Untuk lebih fokus dan meminimalisir kompleksnya masyarakat itu kemudian kami mencoba kelompokkan menjadi beberapa bagian sebagaimana di atas.
Bagaimana bergaul dengan orang tua, tetangga dan bergaul antara suami isteri yang dalam hal ini akan menjadi sebuah kajian kami kali ini sebagai bentuk kesadaran akademik yang patut dipenuhi.

a. Bergaul dengan Orang Tua
Dalam bergaul dengan orang tua haruslah dengan baik dan sopan tentunya karena bergaul dengan orang tua merupakan hal pokok yang harus ditaati oleh anak sebagai bentuk terimakasihnya kepada orang tua mengandung, melahirkan, mendidik dan menafkahi yang mungkin tidak akan mampu dilakukan oleh anak. Sebagaimana hadits Nabi Muhammad S.A.W sebagai berikut:
”Dari Abu Abdur Rahman Abdullah bin Mas’ud r.a. beliau berkata: Saya menanyakan Rasulullah SAW. Apakah amal yang paling baik dicintai oleh Allah? Beliau (Nabi) menjawab: Shalat pada waktunya; Saya bertanya lagi: kemudian apa? Beliau menjawab: berbakti kepada kedua orang tua. Saya bertanya lagi: Kemudan apa lagi? Beliau menjawab: Jihad membela agama Allah” (Muttafaq ’alaih)
Dalam hal berjuamg membela agam Allah itu juga, anak harus minta izin terlebih dulu kepada kedua orang tua. Hal ini berdasar pada hadits Nabi SAW:
”Dari Abu Sa’id r.a.: Sesungguhnya ada seorang laki-laki berhijrah (datang) kepada Nabi dari Yaman, lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah kamu masih mempunyai seorang keluarga di Yaman? Dia menjawab: kedua orang tuaku. Beliau bertanya lagi: Apakah keduanya mengizinkan kamu (untuk berjuhad)? Dia menjawab: belum. Beliau bersabdaA: pulanglah kepada keduanya, lalu mintalah izin terlebih dahulu kepadanya. Jika keduanya mengizinkan kamu, maka boleh kamu berjihad, tapi jika tidak, maka berbaktilah kamu kepada keduanya”. (HR. Abu Daud)
Dalam hadits tersebut kita mendapat petunjuk bahwa dalam mengahadapi suatu problem, anak harus berterus terang kepada kedua orang tua, meminta pertimbangan lebih dahulu kepada orang tua. Terutama anak putri bilamana sudah mempunyai pilihan seorang pria sebagai calon suami, harus segera minta pertimbangan orang tua sebelum terlalu intim hubungan. Jangan melaporkan kepada kedua orang tua setelah terjadi kecelakaan,seperti kebanyakan anaka putri saat ini, karena cara semacam itu hanya dan pasti menyusahkan hati orang tua padahal menyusahkan hati orang tua itu termasuk dosa besar yang tidak akan diampuni oleh Allah S.W.T. Seperti sabda Nabi berikut ini:
”Dari Abdu Rahman nbin Abu Bakar dari ayahnya r.a. beliau berkata: Rasulullah bersabda: maukah saya beritahukan kamu sekalian tentang sebesar-besarnya dosa besar? Kami menjawab: tentu saja ya Rasulullah. Beliau bersabda: mempersekutukan Allah dan menyakiti (durhaka) kepada kedua orang tua.” (HR. Bukhari dan Muslim)

b. Bergaul dengan Tetangga (muslim dan bukan)
Tetangga adalah orang tinggal dekat dengan rumah kita,di muka dan di belakang, maupun yang ada disebelah kanan dan kiri rumah kita. Tetangga itulah yang kita mintai pertolongan dikala kita dalam kesusahan; bahkan tetangga itulah yang lebih cepat menolong kita daripada keluarga kita sendiri apabila kita ditimpa musibah. Tetangga juga dapat menjadi sumber keresahan dan dan celaka, sebagaimana dalam suatu riwayat tersurat dalam hadits:
”Bahagia dan celaka itu ada pada wanita, rumah tempat tinggal dan kendaraan. Kebahagiaan dari wanita itu ringan mas kawinnya, mudah menikahinya dan baik akhlaknya. Sedangkan kecelakaan dari dari wanita itu mahal mas kawinya, sullit menikahinya dan jelek akhlaknya. Kebahagiaan dari tempat tinggal itu ialah luasnya dan baik tetangga d isekitarnya. Sedangkan celaka dari rumah tempat tinggal itu, adalah sempitnya, dan jelek tetangga sekitarnya. Dan kebahagiaan dari kendaraan itu ialah kepatuhannya dan baik perangainya; sedangkan celaka dari kendaraan itu ialah sulit menaikinya dan jelek perangainya”. (HR. Muslim dan Ibn Umar, dan oleh Tirmidzi dari Hakim bin Muawiyah).
Adapula hadits yang dengan jelas menerangkan begitu besar koonskuensi menyakiti hati tetangga karena disebabkan pergaulan yang tidak baik. Dalam hadits sebagai berikut:
”Pernah dikatakan kepada Rasulullah saw.: sesungguhnya si Fulan perempuan yang rajin puasa sunnat pada siang hari dan bangun shalat malam, tetapi dia menyakiti hati tetangganya; lalu Rasulullah saw. Bersabda: dia bakal menjadi penghuni neraka.” (HR. Ahmad dan Al Hakim dari Abu Hurairah, dan Al Hakim meilainya shahih)
Dalam hadits lain Rasulullah saw. Bersabda
“Sungguh pencurian seseorang dari sepuluh rumah yang lain lebih ringan dosanya daripada dia mencuri dari tetangganya.”. (HR. Ahmad)
Maksudnya ialah, bahwa orang mencuri barang tetangganya itu termasuk orang yang jelek dan dosanya lebih berat daripada mencuri kekayaan sepuluh orang yang bukan tetangganya. Mengapa demikian? Karena teangga dengan tetangga itu seharusnya saling menjaga keamanan tetangganya, saling menghormati dan saling menolong; sebagaimana yang dapat dipahami dari hadits yang menjelaskan tentang hah-hak tetangga berikut ini:
”Rasulullah saw. Bersabda: tahukah kamu sekalian, apakah hak tetangga itu? Haknya ialah jika ia meminta bantuannmu, maka bantulah dia, jika dia meminta tolong padamu, maka tolonglah dia, jika dia berutang padamu, maka utangilah dia, jika dia membutuhkan miliknya padamu, maka kembaliknlah miliknya itu, jika dia sakit, maka jenguklah dia, jika dia mati, maka hantarkan jenazahnya (hingga kekuburnya), jika dia memperoleh nasib baik, maka ucapkan selamat kepadanya, jika dia ditimpa musibah, maka hiburlah hatinya, janganlah kamu meninggikan tembok bangunanmu sehingga angin tertutup dari dia, kecuali dengan seizinnya, janganlah kamu menyakitinya, apabila kamu membeli buah-buahan, maka berikanlah sebagiannya pad tetanggamu. Jika tidak, maka masukkanlah dengan sembunyi dan jangan sampai dibawa keluar oleh anakmu agar tidak menimbulkan kemarahan anaknya (karena iri), janganlah kamu menyakiti tetanggamu dengan bau masakan, melainkan kamu berikan sebagiannya kepadanya. Kemudian beliau bertanya lagi: tahukah kamu apakah kewajiban tetanggamu itu? Beliau bersabda: demi Allah yang jiwaku ditangan-Nya, tidak akan menyampaikan hak tetangga itu kecuali orang yang di sayangi oleh Allah. (HR. Al Khara’ithi dari Amru bin Syu’aib, dari ayahnya dari kakeknya)
Piagam Madinah ayat 40 menyatakan: ”tetangga itu seperti halnyadiri sendiri, selama tidak merugikan dan berbuat dosa”. Tetangga mempunyai hak sama dalam hukum, karene tidak memandang sebelah mata baik sebuah keperayaan ata yang lain.
”Barang siapa beriman pada Allah dan hari akhir maka hendaknya ia berbuat baik pada tetangganya.” (HR. Muslim)
”Dan apabila engkau memasak sayur maka perbanyaklah airnya dan bagi-bagikanlah pada tetanggamu.”
Namun kadang dalam bergaul dengan tetangga ada semacam perbuatan yang kurang berkenan dibenak maupun dihati mereka, meski sama-sama satu kepercayan dalam beragama. Lebih-lebih pergaulan yang memang tingkat kemajemukan masyarakat yang lumayan tinggi mempunyai konsekuensi yang lebih besar terhadap proses keberlanjutan dan eksistensi kita sekalian terutama, karena dalam hal prinsipil beragama merupakan sebuah bentuk apresiasi dan pilihan masing-masing individu untuk menentukan dan memilih jalan kepercayaan kepada Tuhan. Padahal dalam sebuah hadits Qudsi Nabi sudah sangat begitu jelas dan semestinya menjadi bahan refleksi serta pedoman yang harus diamalkan dalam bergaul dengan masyarakat yang lain kepercayaan. Sebagaimana hadits qudsi:
”Telah datang dalam hadits qudsi ini bahwa sesungguhnya Allah SWT. Telah memberikan barakah berkata: Allah telah mewahyukan kepada ibrahim: ”wahai kekasih-Ku! Berakhlaklah yang baik walaupun terhadap orang-orang kafir, niscaya engkau termasuk golongan orang-orang yang baik. Karena Aku telah pernah mengucapkan kata-kata terhadap orang yang berakhlak baik, bahwa Aku (Allah) akan menaunginya dalam arasy-Ku; Aku tempatkan dalam surga-Ku dan Aku akan dekatkan dia disamping-Ku.” HR. Hakim dan Tirmidzi)
Bahwa meski berbeda keyakinan, kita tetap harus memberikan hak-hak yang memang harus ia peroleh. Sopan santun terhadapnya, berbicara yang baik tidak menyakiti hati sesama walau berbeda keyakinan. Sebagaimana yang telah diterangkan dalam hadits qudsi di atas.

c. Bergaul dengan Suami Isteri
Suami dan isteri, sepasang pria dan wanita yang semula dua jenis kelamin haram dalam berhubungan seksual, menjadi halal setelah berlangsungnya aqad-nikah sesuai dengan syariat Islam. Setelah dihalalkan itu, syariat Islammasih mengaturnya dengan menetapkan adab pergaulan antara suami isteri untuk menjamin pergaulan yang mesra dan memberikan kebahagiaan di dunia. Wanita pada umumnya menurut sementara pandangan orang merupakan sarana untuk mencapai kebahagiaan, maka untuk menghindarai malapetaka itu Rasulullah memberikan tuntutan praktis. Tuntunan beliau dapat dibaca dalam beberapa hadits. Diantaranya:
”Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi saw. Beliau bersabda : barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari kenudian (kiamat), maka tidak boleh dia menyakiti tetangganya. Nasihatilah isterimu dengan baik, karena sesungguhnya tulang rusuk yang paling bengkok itu adalah yang paling atas, jika kamu ingin meluruskannya maka kamu mematahkannya, tapi jika jika kamu biarkan saja maka ia selalu bengkok. Nasehatilah isteri-isterimu dengan baik.” (HR. Muttafaq ’alaih dan susunan lafadnya dari Bukhari)
Dalam hadits lain yang telah di sabdakan Nabi saw. Sebagai berikut:
”Dari Abu Said al Khudri r.a. beliau berkata: Rasulullah saw. Bersabda: sesungguhya sejelek-jeleknya orang di sisi Allah pada hari kiamat kelak ialah suami yang sudah mencurahkan segala kasih sayangnyakepada isterinya dan isterinya pun sudah menyerahkan semua kasih sayangya kepadanya, kemudian dia (suami) menyebarkan rahasia isterinya(dan isterinya membuka rahasia suaminya).” (HR. Muslim)
Dalam hadits tersebut terkandung pelajaran penting yang harus diingat oleh suami dan isteri, yaitu:
1. antara suami dan isteri pasti terjadi hubungan yang sangat intim yang hanya diketahui oleh kedua belah pihak itu.
2. apabila ada cacat kedua belah pihak, baik cacat lahir maupun batin,maka kedua belah pihak harus mampu merahasiakannya; tidak boleh diberitahukan kepada orang lain.
3. suami isteri yang membuka rahasia runah tangga kepada orang lain, termasuk manusia paling jelek, atau paling jahat.
4. dalam hadits tersebut terkabdung kemurkaan Allah terhadap suami yang menyebarkan rahasia isterinya dan sebaliknya.

III. PENUTUP

Dalam pergaulan berbagai macam bentuk interaksi yang dilakukan oleh manusia sebagai makhluk sosial. Percakapan, jual beli dan saling pandang antara yang satu dengan yang lain itu merupakan sebagian bentuk dari pergaulan yang biasa dilakukan oleh anggota masyarakat, meski kadang kurang begitu menyenangkan dan terkesan kurang sopan. Namun juga kadang dianggap baik dan biasa oleh sebagian pihak dengan sudut pandang yang berebda tentunya. Akibatnya ada indikasi keretakan dan perpecahan diantara anggota masyarakat yang berebeda perspektif, karena sampai saat ini pun perbedaan yang berdasar atas kemajemukan merupakan hal yang belum bisa menciptakan suasana harmonis, toleran, kondusif sesuai yang dicita-citakan Islam dengan cita-citanya “rahmatan lil alamin”.
Pergaulan merupakan bentuk dari tindakan sosial yang pada dasarnya jelas mempunyai pengaruh terhadap masyarakat sekitar. Pargaulan yang baik sesuai etika yang ada di masyarakat sekitar merupakan hal yang patut diperhatikan dan sudah menjadi konsensus bersama, maka dengan demikian dalam bergaul manusia sebagai bagian dari masyarakat kiranya harus sesuai dengan apa yang telah disepakati.
Pergaulan yang baik akan dengan mudah dapat diterima oleh masyarakat, dan itu pun sebaliknya pergaulan yang kurang baik dan dianggap menyimpang oleh masyarakat lebih-lebih masyarakat yang majemuk dalam ras, suku, adat, budaya maupun agama akan membuat semacam stereotip masyarakat terhadap dirinya sendiri, serta memungkinkan untuk dialienasi dari keanggotaan masyarakat. Maka kehati-hatian dalam berinteraksi/bergaul dengan masyarakat merupakan hal pokok yang perlu diingat dan diperhatikan.
Masyarakat yang kental dengan norma dan nilai yang berbeda itu seharusnya memiliki patokan nilai yang sama yang bisa diterima oleh segenap kalangan. Walau kadang tidak sama, paling tidak setiap anggota masyarakat mampu toleran dan beradaptasi dengan sesama agar semua hal yang berbeda secara prinsipil dapat terakomodasi dan terciptanya kehidupan yang saling toleran, harmonis, dan sesuai cita-cita bersama baik agama maupun masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

An Nawawi, Riaydhus Shalihin,
Drs. Muhammad, Abu Bakar 1995, Hadits Tarbiyah, Al Ikhlas, Surabaya
Al Ghazali, Ihya’ Ulumuddin II,
KH. A.N, Firdaus, 325 Hadits Qudsi Pilihan Jalan Ke Surga, 1990, Pedoman Ilmu Jaya, Jakarta
Drs. Hamid, Shalahuddin, Hak Asasi Manusia dalam Perspektif Islam, 2000, Amisco, Jakarta,

Tidak ada komentar: