Rabu, 10 Juni 2009

Review Film SICKO; Karya Michael Moore

Review Film SICKO;
Film dokumenter karya
Michael Moore

Menarik dan mengherankan. Demikian ungkapan pertama kami dalam memandang film dokumenter garapan sutradara Michael Moore ini. Bagaiamana tidak, negara maju layaknya Amerika ternyata bobrok dalam system dan proses pemenuhan kesehatan atau jaminan kesehatan bagi rakyatnya. Hal ini disebabkan oleh berbagai macam kepentingan birokasi, baik legislator, bisnisman dan para pemimpin perusahaan. Dengan keadaan tersebut kemudian Moore mencoba memaparkan fakta-fakta bahwa sekitar 250 juta masyarakat Amerika yang telah mempunyai asuransi kesehatan tidak semuanya mendapatkan hak menggunakan asuransi kesehatannya dengan baik dan layak. Dilain pihak, sekitar 50 juta rakyat Amerika belum mempunyai asuransi kesehatan dan masih harus menghadapi kesulitan-kesulitan untuk dapat mengakses layanan kesehatan yang diperlukan.

Selain itu film Sicko mengangkat realita mahalnya biaya kesehatan dan kebobrokan sistem pelayanan kesehatan di Amerika serta kejahatan asuransi kesehatan dalam berkelit dari tanggungjawab terhadap klien-kliennya. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai cara seperti menyewa detektif dan mendesak dokter yang bekerja pada asuransi tersebut agar tidak memberi pelayanan kesehatan pada klien atau mengeluarkan diagnosis dan statement palsu mengenai kesehatan klien. Moore menyoroti, memaparkan dengan cara melakukan survei lapangan dan interview langsung serta didukung dengan beberapa dokumen-dokumen penting yang berhubungan dengan realita ini.

Dalam kenyataan yang telah dipaparkan oleh film Moore ini kita tahu bahwa perawatan kesehatan di AS sulit, sangat mahla dan tentunya tidak gratis. Sementara di bebrapa negara seperti Kanada, Inggris, Prancis dan bahkan Kuba yang komunis dan dianggap rendah oleh AS justru menggratiskan biaya perawatan rumah sakit demikianpun termasuk operasi dan melahirkan. Mungkin dengan keadaan itulah kemudian yang menyebabkan pemerintah AS mengeluarkan �travel warning� bagi penduduknya ke negara Kanada dan Kuba.

Bisa dilihat bahwa bukti lain buruknya sistem pelayanan kesehatan di AS juga tercermin dari praktek pembuangan pasien yang tidak memiliki asuransinya dan tidak mampu membayar tagihan biaya perawatan ke pinggir jalan dengan menggunakan taksi yang dibayar pihak rumah sakit. Ada juga satu �scene� tragis mengenai perlakuan tidak adil pemerintah AS terhadap para sukarelawan peristiwa WTC 9/11 yang sempat di elu-elukan sebagai pahlawan nasional yang sekarang ternyata diabaikan dengan keadaan kesehatan yang menyedihkan, sangat bertolak belakang dengan fasilitas kesehatan ekstra mewah yang disiapkan pemerintah AS bagi para �teroris� tersangka pelaku pengeboman WTC yang ditahan di penjara nomor wahid di dunia, Guantanamo, Kuba.

Namun kemudian kita coba menengok negara kita Indonesia. Indonesia sendiri masih sangat jauh jika dibandingkan dengan pelayanan kesehatan di negara-negara yang ditampilkan dalam Sicko. Jangankan untuk mengasuransikan kesehatan, buruh yang sudah nyata-nyata bekerja dipabrik pun tidak pernah dikasih jaminan kesehatan dan kehidupan yang memadai. Pemerintah memang benar membuat kebijakan kesehatan gratis bagi rakyat miskin, namun hal demikian tidak mampu dimonitor dengan baik dan proporsional. Akibatnya banyak fakta dilapangan yang berbanding berbalik dari kebijakn itu. Susah dan rumit mungkin demikian kata yang tepat untuk potret pelayanan kesehatan negeri ini Indonesia. Padahal seharusnya jaminan dan pelayanan kesehatan dapat diakses dengan mudah dan berkualitas.

Sebagaimana contoh program layanan asuransi kesehatan di Indonesia dilakukan pemerintah melalui PT. Askes yang pada tahun 2006 masyarakat telah pemegang kartu Askeskin telah mencapai 60 juta jiwa. Namun pada tahun 2007 anggaran Askeskin naik menjadi Rp 4 triliun. Program pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin dalam bentuk Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin (Askeskin) mulai 2008 diganti menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Namun jangan berharap bagi warga masyarakat Indonesia untuk mendapatkan layanan ini dengan mudah dan lancar. Karena cara mendapatkan asuransi ini dianggap sulit bagi masyarakat mengingat panjangnya prosedur untuk mendapatkannya. Masyarakat mesti mendapatkan surat keterangan miskin dari RT dan RW kemudian masih harus melewati saringan dari puskesmas. Ribet, susah dan berbelit-belit.

Tidak ada komentar: