Kamis, 08 Januari 2009

Muhammad Iqbal; Pemikiran Tentang Pembaruan Islam

A. Pendahuluan
Islam merupakan agama komplek terhadap segala tuntunan-tuntunan maupun aturan-aturan yang bersifat normatik maupun humanistik. Berbagai macam keilmuan yang ada dalam Islam seperti halnya Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Ilmu Kalam, Kedokteran dan lain sebagainya menjadi bentuk dari sari kompleksitas Islam itu sendiri. Munculnya ilmu-ilmu tentang Islam tak lepas dari pandangan-pandangan khas dari masing-masing pemikir pada zamannya. Iskandar Zulkarnain yang membawa Mantiq (logika Aristoteles) dalam ranah ilmu Islam, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Malik, Al Farobbi, Ibnu Shina, Ibnu Arabi, Imam Ghazali dan banyak lagi pemikir-pemikir Islam yang hebat masa lalu. Semua itu merupakan bentuk dari implementasi pemikiran yang terbias akibat daya nalar manusia untuk iqra’ segala hal yang ia ingin ketahui, termasuk yang bersifat ke-Tuhanan sekalipun.
Namun, seiring pergolakan dunia global dan gejolak-gejolak pemikiran kaum barat yang di anggap progres dan rasional menjadikan elemen-elemen seluruh dunia ilmuan berlomba-lomba memberikan sumbangan intelektualnya pada dunia. Tak kalah juga hal demikian mendorong, memotivasi pemikir-pemikir Islam untuk terus berjaya dan membangkitkan nalar kritis pemikir-pemikir waktu itu dengan segenap kemampuan yang ia peroleh dari pengetahuan serta hasil pemikiran orisinilnya terhadap pandangan dan gejolak dunia. Mereka para pemikir Islam tak ketinggalan dalam merespon dunia, agama dan segala hal terkait kemanusian serta keilmuan yang berkembang. Mohammad Abid Al Jabiri, Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, Ali Syari’ti dan Muhammad Iqbal tak ketinggalan pula. Dalam makalah kali ini Muhammad Iqbal sebagai kajian kritis kami untuk mencoba mengatahui pemikiran-pemikirannya tentang upaya yang ia lakukan terhadap sumbangan intelektualnya kepada Islam. Penyair-filosof India awal abad ke-20 ini terkenal dengan sikap mandirinya yang menginginkan orang-orang Islam bangkit dan menemukan kreatifitas pada dirinya sendiri (Islam) tanpa harus bergantung pada pemikiran-pemikiran barat. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di halaman berikutnya.

B. Tentang Muhammad Iqbal
Seorang penulis biografi kontemporer Muhammad Iqbal memuji: “tidak ada manusia yang serbabisa, produktif, dan jenius dalam sejarah melebihi Iqbal. Dia bisa di sejajarkan dengan Michelangelo, Leonardo da Vinci, [Leon Battista] Alberti, dan [Rabindranath] Tagore.” Iqbal lahir di Punjab pada 1873 dari keluarga muslim, Iqbal sudah menunjukkan keistimewaansebagai pelajar dan penyair sebelum pergi ke Lahore pada 1895 untuk belajar di College Pemerintah. Disana dia belajar kebudayaan Islam dan kesusasteraan literatur Arab dari seorang orientalis Ingris terkemuka, Sir Thomas Arnold. Pada pergantian abad, dia berahsil meraih gelar master dalam filsafat dan mulai memberikan kuliah, akan tetapi dia menyadari keterbatasan kehidupan akademik, dan posisinya sebagai pegawai pemerintah telah mencampakan bakatnya di bidang kedokteran. Dalam masa-masa itu dia menulis”puisi bergaya tradisional tentang alam dan cintadalam lirik khas Urdu”.
Tulisan-tulisannya mencerminkan pertumbuhannya sebagai seorang muslim, studinya tentang kebudayaan Islam, minatnya terhadap tasawuf melalui ayahnya, ketertarikannya terhadap kebangkitan Islam masa itu (Sayyid Ahmad Khan, Jamaluddin Al Afghani) dan komitmennya pada nasionalisme India berdasarkan solidaritas Muslim-Hindu.
Iqbal berangkat belajar ke Eropa selam 3 tahun; pertama-tama di Cambridge bersama seorang filosof neo-Hegelian, J.ME.Mc Targgert, kemudian di Heidelberg dan terakhir di Munich. Dia keluar dari Eropa dengan gelar sarjana hukum dari Inggris dan gelar doktor dari Jerman denagn tesis tentang mistisisme Persia. Fakta yang lebih penting adalah dia mengguasahi pemikiran Eropa secara mendalam, sejak teologi Thomas Aquinas hingga filsafat Henri-Louis Bergson dan Nietzsche. Pesan-pesannya terungkap secara gamblang dengan dipublikasikannya Screts of the Self pada 1915.
Meski sejak itu bekerja sebagai seorang ahli hukum, Iqbal lebih diakui sebagai seorang penyair, filosof, dan “nabi” zaman baru. Pengakuan ini datang dari dalam negri India maupun dunia luar. Dia diberi gelar kebangsawanan 1922, terpilih menjadi anggota Dewan Legislatif 1926, diangkat sebagai Presiden Liga Muslim 1930. dia menyerukan kerjasama antar kelompok-kelompok agama. “Mungkin kita tidak ingin mengakui bahwa setiap kelompok mempunyai hak untuk membangun menurut tradisi budayanya sendiri.” Ide inilah yang akhirnya dikenal sebagai “Rencana Pakistan”, meskipun Iqbal sendiri tidak pernah mendukung nasionalisme sempit dalam bentuk apapun. Pihak-pihak lain memanfaatkan idenya itu untuk melahirkan negara muslim Pakistan, dan Iqbal diakui secara umum sebagai “Bapak Pakistan modern”. Dia sakit pada 1934, dan akhirnya meninggal pada 1938, hampir satu dekade sebelum India meraih kemerdekaan dan Pakistan memisahkan diri.

C. Pokok Bahasan
1. Pemikiran Pembaruan Islam Muhammad Iqbal
Keautentikan, salah satu bentuk sebuah pemikiran Muhammad Iqbal tentang ide yang ikut menyinari pemikarannya. Penyair-filosof India ini terilhami oleh pemikiran Eropa dan Islam, Iqbal menolak baik konsepsi kemajuan Eropa maupun pola budaya Islam kontemporer di India. Dia mengajajk “kaum muslim sejati” untuk melawan mullahisme, mistisisme, dan monarki serta melawan cara-cara asing. Dalam konteks luas, dia menyeru kepada semua manusia untuk bangkit mengatasi cara-cara tradisional serta ide-ide dan teknologi Barat guna menemukan kreatifitas, semangat dan keautentiikan diri mereka sendiri.
Sebuah cita-cita besar tentunya bagi Iqbal untuk menformulasikan dan menyerukan kepada seluruh umat muslim dimuka bumi ini, bahwa kemandirian hidup, berpikir, dan bertindak harus didasar atas kepercayaan dirinya agar mampu menemukan karakter dirinya sendiri serta menentukan nasip mereka sendiri dalam pergolakan dunia yang semakin kompleks ini. Penyempurnaan diri untuk metamorfosis menuju kehidupan mandiri yang sadar atas realita dirinya merupakan agenda besar cita-cita pemikiran Iqbal.
Standar satu-satunya yang bisa dipakai untuk menilai Iqbal adalah standar universal; standar yang bukan hanya tidak ada, melainkan bahkan, menurut Iqbal, tidak bakal lahir dari penalaran Barat (“penyakit otak”) maupun mistisisme Timur (“penyakit hati”). Standar universal yang dicarinya itu sejenis standar yang akhirnya diajukan oleh Iqbal sendiri, yakni standar kebenaran individual yang pada akhirnya akan menyatu. Dia menyeru kepada seluruh manusia, khususnya di Dunia Ketiga, dalam usahanya untuk membantu mereka menemukan diri mereka sendiri dan menentukan nasib mereka sendiri. Fazlur Rahman menyimpulkan: “Ide utama Iqbal adalah regenerasi kemanusiaan melalui perjuangan individu tanpa henti untuk menyempurnakan realisasi diri”. Iqbal mengajukan suatu teori umum tentang keautentikan.
Diri-autentik niscaya mencerminkan masa lalunya sebagai bagian dari wujud masa kininya. Kesadaran diri akan masa lalu itu muncul dari komunitas, Iqbal menyebutnya “pertalian antara apa yang akan dan telah terjadi”. Baginya komunitas adalah ummah, komunitas orang-orang beriman yang melampaui solidaritas keluhuran atau kewilayahan mereka. Jauh dari menekankan individualisme, komunitas yang dibangun oleh Muhammad membebaskan individu dari ketakutan dan mempercayai manusia dengan tanggungjawab penuh terhadap nasibnya sendiri.


D. Daftar Pustaka
1. Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India: A Social Analysis, London, Victor Gollancz, 1946.
2. Vahid, Iqbal, His Art and Thought, Bab 1.

Tidak ada komentar: