Kamis, 08 Januari 2009

THE NEW RULES OF THE WORLD

Review; The New Rules of the World

Film yang patut dan harus ditonton oleh dunia, sebuah ungkapan realita sosial mengenahi kondisi riil negri ini. Fakta yang tak elakkan lagi tentunya bagi dunia kaum buruh dan seluruh rakyat Indonesia yang menengadah mengais rizki dari lintah-lintah darat kaum borjuis-kapital pabrik. Film ini dibuat pada tahun 2002 dimotori oleh John Pilger seorang peneliti barat yang bekerja sama dengan IGJ (Institue for Global Justice) & INFID dengan iring-iringan lagu Joan Baez yang menceritakan tentang penindasan buruh oleh mereka kaum pemilik kapital. Bagaimana pemerintah Indonesia yang semestinya memperhatikan nasip buruh justru berbalik merangkul memberi jalan bagi para kapitalis. Soeharto adalah pemimpin yang membuka kran kapitalis negri ini. Kerangka pembangunan yang ia canangkan berafiliasi dengan IMF dan World Bank yang disatu sisi memperkaya keluarganya sendiri dan mempertegas dan mempercuram jurang kemanusiaan antara si kaya dan si miskin.

The New Rulers of the World lahir untuk meretas fakta terhadap eksploitasi kaum buruh pabrik yang terampas hak individu dan sosialnya. Ia terpasung teralienasi barang yang ia hasilkan dalam pabrik. Buruh yang semestinya mendapatkan hak jaminan kesehatan, kesejahteraan baik sosial maupun lingkungan harus tunduk dan sujud dibawah kungkungan tipu daya globalisasi dan eksploitasi oleh para kapitalis.

Globalisasi semakin memberondong keinginan kaum-kaum kapitalis untuk meraup keuntungan dengan cara apapun, termasuk mengeksploitasi pekerja pabrik dengan tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan kemerdekaan pekerja. Globalisasi menjadikan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terperosok dalam jurang kenistaan dan ketertindasan ekonomi-sosial.

Dalam kenyataannya, buruh pabrik yang bisa menghasilkan ribuan barang harus rela dan pasrah dibayar murah dengan gaji 1 dollar sehari oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang sekarang tumbuh-subur menggurita. Perkasa menguasai pasar dunia. Mengeruk keuntungan milyaran dollar dari setiap hasil produksi buruh pabrik. Kondisi yang sungguh sangat tidak seimbang, GAP dengan bangga menikmati keuntungan bersihnya, 38 milyar dollar.

Hal ini dibuktikan dengan harga sepatu Adidas 1.4 juta rupiah ternyata hanya senilai 5000 rupiah bagi seorang buruh di Tangerang. Jelasnya, buruh itu dibayar 5000 rupiah atas keringatnya yang diperas selama 12 jam, 18 jam, 24 jam atau malah 36 jam sehari. GAP, NIKE, ADIDAS, OLD BRAND, dan banyak lagi merk-merk mendunia yang harganya selangit ternyata dibuat di Negara kaya berkembang yang sekarang miskin seperti Indonesia. Sebuah negeri yang selayaknya tidak miskin dan menjadi pengemis.
Film dokumentasi yang dibuat oleh seorang pengkritisi pembangunan dunia juga globalisasi ini mencoba menyadarkan dunia bahwa ada kebohongan dan kejahatan dibalik rayu IMF dan Bank Dunia. Kejahatan dan kebohongan yang dilakukan untuk menipu para buruh agar dapat dieksploitasi tenaga untuk kepentingan produksi pabrik kapitalis dan kerumunan kelompok-kelompok tertentu. Bisa dilihat code of conduct kerja yang semestinya diketahui semua pihak ternyata menipu para buruh dan ditutupi demi tujuan kapitalistik semata. Film tersebut dibuat di Indonesia, film yang menceritakan bagaimana negara di bawah kekuasaan Soeharto bumi Indonesia dikapling untuk investor asing.

Bagaimana peristiwa pembantaian sekitar satu juta orang tak berdosa pada tahun 1965 oleh Soeharto yang ternyata disupport oleh Amerika dan Inggris, Indonesia kemudian dikapling dalam beberapa sektor. Jasa makanan, sektor keuangan, pertambangan juga perdagangan dibagi-bagi sesuai dengan keinginan para pengusaha asing dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh wakil Indonesia, dan pengusaha asing. Indonesia dibagi rata sesuai hasrat investor. Nixon menyebutnya, Upeti besar dari Asia.
Dalam sebuah wawancara film ini, IMF menyadari bahwa sepertiga dari utang yang diberikan pada Indonesia hilang di tengah jalan. Dalam film tersebut dikatakan, uang-uang itu masuk ke dalam kantong keluarga dan kroni-kroni Soeharto. Tapi IMF tidak peduli. Karena menjerat Indonesia dengan utang adalah kesempatan yang bagus. Faktanya adalah yang dapat disebutkan adalah, bila Indonesia membayar utangnya pada IMF maka IMF akan bangkrut. Bahkan, kini, sumber pendapatan IMF turun hingga 30% karena Indonesia mempercepat pembayaran utangnya. Dan sekarang hutang-hutang IMF itu telah lunas tak menyisakan apa-apa.

Tidak ada komentar: