Rabu, 10 Juni 2009

MADZAB FRANKFURT I; (Max Horkheimer, Theodor W. Adorno dan Herbert Marcuse)

A. Pendahuluan
Di berbagai belahan dunia, berbagai macam teori-teori muncul dari pemikir-pemikir hebat pada zamannya. Mulai dari Auguste Comte, Hegel, Marx, Weber, Parson hingga generasi-generasi penerus mereka. Tak hayal kemudian, pendidikan dan daya nalar brilian yang dimiliki memberikan nilai tersendiri bagi masing-masing penerusnya. Institute-institute ataupun pendidikan formal yang mendidik mereka malahirkan pemikir-pemikir hebat. Mazhab Frankfurt salah satu contohnya yang kemudian menjadi sebuah rujukan teoritis keilmuan diberbagai belahan dunia, diajarkan dan dipejari mahasiswa.

Mazhab Frankfurt ini melahirkan beberapa pemikir hebat sebagai generasi penerus sekaligus pencetus gagasan baru didunia keilmuan. Horkheimer, Theodor Adorno dan Herbert Marcuse yang juga kemudian diteruskan oleh Habermas dalam kancah keilmuan komunikasi. Bagaimana Mazhab ini muncul dan bagaimana perkembangannya? Dan bagaimana pula pemikiran-pemikiran tokoh-tokohnya? Untuk lebih lebih jelasnya beberapa uraian dibawah ini.

B. SEJARAH MADZHAB FRANKFRUT
Istilah “Madzhab Frankfrut” (die Frankfruter Schule) digunakan menunjukkan untuk menunjukkakn sekelompok sarjana yang bekerja pada institute for Sozialforschung (lembaga untuk penelitian sosial) di Frankfrut am Main. Lembaga ini di dirikan pada 03 februari tahun 1923 oleh Felix J. Weil, anak seorang pedagang gandum yang kaya raya dan sarjana dalam ilmu politik, dengan bantuan ayahnya. Maksudnya ialah membentuk sebuah pusat penelitian social yang independent dan yang mempunyai dasar finansial sendiri, untuk dapat menyelidiki beberapa persoalan social yang entah karena apa tidak di tangani oleh pusat penelitian pada waktu, seperti misalnya sejarah gerakan kaum buruh dan asal-usul antisemitisme. Oleh karenanya Instute penelitian ini tidak mau tergantung pada Universitas Frankfrut, yang pada saat itu masih muda, biarpun beberapa anggotanya mengajar di universitas tersebut. Kebanyakan anggotanya merasa simpati kepada Marxisme dan beberapa di antaranya menjadi anggota partai komunis Jerman, sehingga oleh mahasiswa Institut Penelitian ini dijuluki sebagai CafĂ© Marx (Cafe = warung kopi).

Institut penelitian Sosial di Frankfrut mencapai sebuah periode keemasan, ketika Max Horkheimer menjadi direkturnya pada tahun 1930, Horkheimer mendirikan suatu majalah baru, Zeitschrift fur Sozialforschung (Majalah/jurnal penelitian social), yang menjadi salah satu majalah terkemuka dalam bidangnya. Sudah sejak prmulaannya, Institut penelitian di Frankfrut mengumpulkan sarjana-sarjana dari berbagai pelbagai bidang keahlian, supaya berbagai persoalan yang menyangkut masyarakat dapat di pelajari dari berbagai segi ilmiah. Keahlian Horkheimer sendiri adalah filsafat social. Di antara rekan-rekan terdekatnya seperti: Fedrich Pollock (ekonomi), Leo Lowenthal (sosiologi kesusastraan), Walter Benjamin (ilmu kesusastraan), Theodor W.Adorno ( musikologi, filsafat, psikologi, sosiologi), Erich Fromm (psikoanalisis), dan Herbet Marcuse (filsafat). Marcuse di terima dalam Institut Penelitian, sehingga banyak artikel-artikel dalam majalahnya mampu di pandang sebagai buah diskusi bersama.

Sudah sejak timbulnya nasional-sosialisme, Horkheimer dan kawan-kawannya mengeritik dan menentang aliran politik ini. Apalagi, kebanyakan anggota Institut Penelitian keturunan yahudi. Oleh karena itu tidak mengherankan bahwa Institut Penelitian ini di tutup atas perintah pemerintahan nasional-sosialis, ketika Hitler mulai berkuasa pada tahun 1933. Sudah beberapa tahun sebelumnya Horkheimer menerka akan terjadi perkembangan serupa dan karenanya telah mendirikan beberapa cabang di luar negeri, yaitu di London, Jenewa, dan Paris. Setelah mereka mengungsi dari Jerman, majalahnya di terbitkan di Paris sampai tahun1940. Tidak lama kemudian menjadi jelas bahwa Prancis pun tidak selamanya aman untuk melanjutkan pekerjaan Instit Penelitian. Pada tahun 1943 Horkheimer berangkat ke Amerika Serikat untuk menjajaki kemungkinan-kemungkinan disana dan dengan gembira ia menerima tawaran rektor Colombia University di New york, agar Institut Penelitian akan bermukim di kampus universitas tersebut. Pada tahun yang sama hamper semua anggota Institut Penelitian pindah ke New york. Mereka dapat meneruskan pekerjaannya dengan tenang, antara lain karena modal yayasan pada waktu itu sudah di selamatkan ke luar negeri, sehingga tidak mungkin disita oleh pemerintah nasional-sosialis. Di New york pusat penelitian mereka beroprasi di bawah International Institut of reseach.

Pada tahun 1949 dan 1950 Horkheimer, Adorno, dan Pollock pulang ke Jerman. Institut fur Sozialforshchung di Frankfrut di bangun kembali dan-lain dari pada zaman sebelum perang-berafiliasi dengan universitas. Sekembalinya di tanah air, Lembaga Penelitian mencapai puncak pengaruhnya dalam kalangan intelektual khususnya pada mahasiswa. Dalam tahun 60-an pemikiran Lembaga penelitian terutama menjadi sumber inspirasi bagi Sozialisticher Deutscher Studentenbund (SDS) ini berlangsung sampai kira-kira tahun 1967, ketika SDS mulai menerima kekerasan sebagai cara beraksi. Ketika itu terjadi perpecahan antara aktivis-aktivis mahasiswa dan pemimpin–pemimpin Madzhab Frankfrut. Setelah kembalidari Amerika, Horkheimer dan Adorno di angkat sebagai profesor di universitas. Malah Horkheimer dipilih sebagai rector universitas pada tahun 1951 (biarpun ia tetap memegang kewarganegaraan Amerika). Marcuse, Lowenthal, dan Fromm tinggal di Amerika. Di antara sarjana-sarjana muda yang bergabung dengan Madzhab Frankfrut setelah institut Penelitian bermukim lagi di Frankfrut, boleh disebut juga Jurgen Habermas dan Alfred Schmidt.

Filsafat yang di praktekkan dalam Madzhab Frankfrut di kenal sebagai “teori kritis”. Kalau kita ingin menentukan kedudukan teori kritis dalam rangka sejarah filsafat, maka terutama tiga factor harus dikemukakan: teori kritis secara khusus di pengaruhi di pengaruhi oleh Hegel, Marx, dan Freud. Yang di kenal agak umum ialah peranan filsafat Karl Marx dalam pemikiran para anggota Madzhab Frankfrut, sampai-sampai ajaran mereka tidak jarang di tunjukkan dengan nama “neomarxisme”.
Tetapi oleh pengikut-pengikut Madzhab Frankfrut Marx di pandang dengan cara lain dari pada yang lazim di buat pada waktu itu. Untuk interpretasi baru itu yang lain memainkan peranan penting adalah karya Karl Korsch Marxismusund Philosophie (19230) (Marxisme dan filsafat). Korsch berkaitan erat dengan Institut Penelitian pada tahun-tahun pertama berdirinya. Karyanya yang di sebut tadi dimuat dalam Archif fur Geschichte des Sozialismus und der Arbeiterbewegung, publikasi yang di pimpin oleh Carl Grunberg, direktur Institut Penelitian sebelum Horkheimer. Berdasarkan antara lain karya Korsh ini, para anggota Institut Penelitian mengerti Marx dalam hubungan erat dengan filsafat Hegel. Mereka lebih mengutamakan dan menekankan pemikiran Hegelian dari pada pemikiran Marx.

Sudah sejak tahun-tahun pertama berdirinya Institut Penelitian, Horkheimer dan berebapa rekannya menaruh minat akan Psikoanalisis Freud, sebab dari Psikoanalisis mereka harapkan banyak bantuan lagi bagi penyelidikan maslah-masalah social. Horkheimer memelihara kontak pribadi dengan beberapa ahli Psikoanalisis di Frankfrut dan sejak nomer pertama majalah Zeitschrift fur Sozialforschung Erich Fromm memberikan sumbangan artikel tentang Psikoanalisis.

Horkheimer mendukung terbentuknya “Institut Psikoanalisis di Frankfrut (Institut Freudian pertama yang secara resmi berhubungan denga suatu universitas), sehingga Sigmund Freud sendiri menulis dua surat kepadanya untuk mengucapkan rasa syukurnya. Tetapi percobaan untuk mengintegrasikan psikoanalisis Freud dalam pandangan marxistis tentang masyarakat baru di lontarkan sungguh-sungguh, ketika ErichcFromm menjadi anggota penuh Lembaga Penelitian sesudah perpindahannya ke Amerika Serikat.

C. FASE-FASE TEORI KRITIS MAZHAB FRANKFURT
- Fase-fase Pertama, pembentukan aliran tahun1923-1933 Direktur pertama lembaga itu adalah Carl Grunberg, seorang ekonom dan sejarahwan sosial. Grunberg berhasil mengarahkan kajian teoritis Aliran Frankfurt lebih berorintasi empiris. dan menekankan pentingnya pendekatan ekonomi maupun dalam mengkaji fenomena-fenomena sosial.
- Fase Kedua, fase pengungsian anggota Aliran Frankfurt ke Amerika Utara, fase pengungsian anggota Aliran Frankfurt ke Ameika Utara pada tahun 1933-1950. Dimasa pengungsian ini, gagasan-gagasan teori kritis Neo-Hegelian mulai dijadikan dasar pemikiran kegiatan berbagai lembaga Frankfurt. Horkhemeir menjadi direktur pada fase ini. Dialah yang melakukan re-orientasi teoritis dan pendekatan yang kemudian menjadikan kajian-kajian teoritis para pendahulunya.
- Fase Ketiga, perkembangan aliran Frankfurt mulai pada awal 1950 sampai 1973. pada fase ini, pengaruh aliran ini mulai memudar dengan meninggalnya Adorno tahun 1969 dan Horkheimer tahun 1973. Dengan kematian dua tokoh terkemuka praktis aliran Frankfurt terhenti. Aliran itu tidak lagi berperan dalam dunia pemikiran sosial.tidak lagi berperan dalam dunia pemikiran social. Dan fase selanjutnya diteruskan oleh Habermas.

D. ASUMSI DASAR MADZHAB KRITIS FRANKFURT
- Kritis terhadap masyarakat. Teori Kritis mempertanyakan sebab. Teori Kritis mempertanyakan sebab-sebab yang mengakibatkan penyelewengan-penyelewengan dalam masyarakat. Struktur masyarakat yang rapuh ini harus diubah.Struktur masyarakat yang rapuh ini harus diubah.
- Kritis berpikir secar historis, artinya berpijak pada proses masyarakat yang historis. Dengan kata lain teori kritis berakar pada suatu situasi pemikiran dan situasi sosial tertentu, misalnya material-ekonomis.
- Teori kritis tidak menutup diri dari kemungkinan jatuhnya teori dari kemungkinan jatuhnya teori dalam suatu bentuk ideologis yang dimiliki oleh struktur dasar masyarakat. Inilah yang terjadi pada pemikiran filsafat modern. Menurut Madzhab Frankfurt, pemikiran tersebut telah berubah menjadi ideologi kam kapitalis. Teori harus memiliki kekuatan, nilai dan kebebasanuntuk mengkritik dirinya sendiri dan menghindari kemungkinan untuk menjadi ideologi.
- Teori kritis tidak mmisahkan teori dar praktek, pengetahuan dari tindakan, serta rasio teoritis dari rasio praktis. Perlu digarisri rasio praktis. Perlu digarisbawahi bahwa rasio praktis tidak boleh dicampuradukkan dengan rasio instrumental yang hanya memperhitungkan alat atau sarana semata. Madzhab Frankfurt menunjukkan bahwa teori atau ilmu yang bebas nilai adalah palsu. Teori kritis harus selalu melayani transformasi praktis masyarakat.

E. RIWAYAT HIDUP
1) MAX HORKHEIMER (1895-1973)
Lahir di Zuffenhausen, dekat kota Stuttgart. Ayahnya adalah pengusaha tekstil yang kaya raya dan Max di harapkan menjadi penggantinya. Tetapi setelah mencari pengalaman di bidang bisnis, baik di Jerman maupun di luar negeri , ia memutuskan akan belajar Filsafat. Ia mengikuti kuliah di universitas Munchen, Freiburg, dan Frankfrut. Untuk pertama kalinya perhatiannya tarik oleh filsafat, ketika ia membaca buku Schopenhauer Aphorismenzur Lebensweisheit (pepatah-pepatah tentang kebijaksanaan hidup). Dan di kemudian hari Schopenhauer tetap akan memainkan peranan penting dalam pemikirannya. Sesudah perang dunia I, ia mulai mempelajari karya-karya Karl Marx. Apa yang terjadi di eropa selama perang (1914-18) dan juga revolusi Rusia (1917) telah meyakinkan dia bahwa filusuf harus memperhatikan masyarakat dan persoalan-persoalannya lebih dahulu dari pada individu saja. Apalagi, Marxisme dianggapnya suatu ajaran yang sangat berguna untuk mencari jalan keluar dari masalah-masalah yang di hadapi Jerman sehabis perang. Bersama marx, ia berpendapat bahwa masyarakat yang lebih baik hanya dapat di wujudkan oleh Revolusi. Dan juga ia mempertahankan keyakinannya bahwa di Jerman pada saat itu (periode sesudah Perang dunia ke I) suatu Revolusi yang diadakan oleh kaum buruh bersama intelektual sebenarnya dapat menjatuhkan nasional-sosialisme, biarpun pada kenyataanya bukan itulah yang terjadi. Sebab, kita tahu bahwa rezim Hitler di jatuhkan oleh penggabungan antara tiga negara besar, yaitu dua kapitalistis dan satu komunitis.

Pada tahun 1922 Horkheimer menjadi doctor filsafat yang pertama dari Universitas Frankfrut dengan sebuah disertasi tentang Kant, di bawah bimbingan Hans Cornelius, filsuf neokantian, dan profesor di Frankfrut yangpengaruhnya sangat mendalam atas diri Horkheimer. Tiga tahun kemudian ia menerbitkan bukunya yang pertama yang di bawakan sebagai Habilitationsschrift di Frankfrut, berjudul Kants Kritik der Urteiskraft als Bindeglied zwischen theoretischer und praktischer philosophie (1925) juga di bawah bimbingan Cornelius.

2) THEODOR W. ADORNO
Lahir di Frankfrut pada tahun 1903.Ayahnya, Wiesngrund, adalah seorang pedagang anggur, keturunan Yahudi. Ibunya di kenal sebagai seorang penyanyi ternama sebelum nikah. Sejak kecilnya Theodor di liputi suasana musik dan pada muda nya ia belajar sosiologi, filsafat, dan musik. Ia mengenal Horkeimer sejak mereka bersama ikut seminar Prof. Cornelius tentang Husserl (1922). Mereka menjadi sahabat untuk seumur hidup dan akan bekerjasama dalam bidang intelektual sebagaimana jarang terdapat dalam sejarah pemikiran. Ia mendapat gelar “doctor filsafat” atas dasar sebuah disertasi tentang fenomenologi Husserl. Lalu dia berangkat ke Wina untuk memperdalam pengetahuannya tentang musik (pada Eduard Steuerman dan Alban Berg). Sesudah tiga tahun disana, ia kembali lagi ke Frankfrut dan mempersiapkan Habilitationsschrift tentang Kierkegaard: Konstruktion des Aesthetischen (1933). Ia menulis beberapa artikel untuk Zeitschrift fur Sozialforschung tentang sosiologi musik, tetapi baru pada tahun 1938 (di Amerika Serikat) ia menjadi anggota Lembaga Penelitian Sosial secara resmi. Dalam tahun 40-an Horkheimer dan Adorno mulai bekerjasama dalam menulis.

Berbeda dengan Horkheimer, Adorno mempunyai kesan bahwa nasional-sosialisme merupakan suatu gejala yang cepat akan lewat dan agak lama ia tinggal di Jerman. Sejak tahun 1934 ia berada di Oxford, Inggris, dan akhirnya beremigrasi juga ke Amerika Serikat, dimana antara lain ia bekerja dalam rangka Princenton Radio Reseach Project yang dipimpin oleh sosiolog Paul lazarsfeld, juga seorang emigran dari Jerman. Disana bersama dengan Horkheimer ia menulis buku Dialektik der Aufklarung (1947) (Dialektika Pencerahan). Karya yang menjadi masyhur dalam kalangan paling luas ialah The Authoritarian Personality (1950), yang di tulis oleh Adorno dan bekerjasama dengan Else Frenkel-Brunswik, Daniel J. Levinson, dan R. Nevitt Sanford. Studi tentang kepribadian otoriter ini dilatarbelakangi pengalamannya dengan fasisme di Eropa.

Pada tahun 1949 Adorno pulang ke Jerman untuk mendirikan kembali Institut Penelitian Sosial bersama sahabatnya, Horkheimer, dan serentak juga menjadi Profesor di Universitas Frankfrut. Jika Horkheimer mencapai umur pension pada tahun 1958, Adorno menggantikannya sebagai direktur Institut Penelitian Sosial di Frankfrut, sampai saat kematiannya pada tahun 1969.

3) HERBERT MARCUSE (1898-1979)
Lahir pada 19 Juli 1898 di Berlin, Marcuse dibesarkan yang nyaman di atas kelas menengah Yahudi lingkungan. Dalam 1916, pada ketinggian Perang Dunia I, ia dipaksa untuk menyelesaikan Gimnasium Nya (yakni, SMA swasta) studi di masa percepatan program agar dirancang menjadi Imperial German Army. Setahun kemudian, ia bergabung dengan Partai Sosial Demokrat (partai sosialis Jerman). Dengan kekalahan dari Jerman pada 1918, bergabung dengan pemberontakan Marcuse bertahap oleh para pekerja dan tentara untuk memprotes pemerintah pengelolaan bencana perang dan runtuh dari ekonomi Jerman. Beliau menjabat sebentar di Soldier's Council di Berlin. Yang didirikan di Republik Weimar setelah mengalahkan Kaiser yang gagal untuk memecahkan masalah politik dan ekonomi yang diciptakan oleh perang. Marcuse diri dari politik sehari-hari yang revolusioner upheavals dan terdaftar di Universitas Humboldt di Berlin. Dia segera ditransfer ke dia studi di Universitas Freiberg untuk belajar dengan unggulan existentialist filsuf Jerman Martin Heidegger. Di antara tahun 1920 dan 1932, dia pindah kiri di kalangan intelektual. Di antara teman-temannya orang Jerman kritikawan Walter Benjamin filsuf dan Max Horkheimer.

Pada tahun 1932, ia bergabung dengan Marxist-dipengaruhi Lembaga Penelitian Sosial di Universitas Frankfurt. Tahun berikutnya yang datang ke pihak Nazi kuasa dan ditutup Institute, kemudian ia pindah ke Amerika Serikat dan kembali dibuka di Universitas Columbia di New York City. Selama tahun 1940-an, Marcuse, seperti sejumlah lainnya emigran Jerman intelektual, bekerja untuk beberapa badan intelijen Amerika Serikat. Setelah dia meninggalkan layanan pemerintah, ia mengajar di Columbia, Harvard, Brandeis, dan University of California, baik di San Diego dan Santa Cruz kampus. Awal pada akhir 1930an, Marcuse menjadi tertarik pada hubungan kebebasan dan kebahagiaan. Dalam sebuah karangan yang disebut "Pada hedonisme" (1938), ia mengembangkan argumen bahwa tanpa kebebasan untuk memenuhi kebutuhan satu dan bertindak untuk mencapai pemenuhan diri, sebenarnya kebahagiaan itu mustahil. Jika kebebasan tidak mungkin karena kondisi sosial dan ekonomi, maka kondisi tersebut harus diubah dalam rangka mencapai peningkatan kebahagiaan dan kebebasan.
Herbert Marcuse (1898-1979) mulai dikenal luas sebagai seorang filosof, sosiolog, dan aktivis politik sejak tahun 1960an di Amerika Serikat. Bahkan oleh beberapa media ia dijuluki sebagai "father of the New Left" karena sikap menentangnya terhadap kehidupan masyarakat kapitalis. Hal ini terlihat khususnya dari pemikiran sintesis Marcuse atas teori Marx dan Sigmund Freud yang dia rumuskan pada 1955 dalam bukunya, Eros and Civilization, dan One-Dimensional Man pada tahun 1964. Herbert Marcuse dilahirkan di Berlinpada tahun 1898 dalam asuhan sebuah keluarga Yahudi.

Setelah memenuhi tugas wajib militernya di Jerman pada Perang Dunia I, dia lantas pergi ke Freiburguntuk menyelesaikan studinya. Marcuse mendapatkan gelar Ph. D pada tahun 1922, lantas ia berkarir dalam bidang penerbitan di Berlin, namun tak lama kemudian dia kembali ke Freiburg pada tahun 1928 untuk belajar Filsafat bersama Martin Heidegger yang kemudian membawanya menjadi salah seorang pemikir paling berpengaruh di Jerman. Artikel Marcuse diterbitkan pertama kali pada tahun 1928, artikel tersebut merupakan pemikiran sintesis Marcuse tentang fenomenologi, eksistensialisme, dan Marxisme. Pemikiran Sintesis inilah yang nantinya akan dipakai kembali oleh beberapa filosof Marxis lain seperti Jean-Paul Sartre dan Maurice Merleau-Ponty, begitu juga oleh para mahasiswa dan kaum intelektual gerakan New Left di Amerika Serikat. Meski Marcuse tidak pernah kembali tinggal di Jerman, dia mendapatkan kedudukan sebagai guru besar di Frankfurt School, bersama-sama dengan Max Horkheimer dan Theodor Adorno. Pada tahun 1940 dia memublikasikan Reason and Revolusion, sebuah buku yang membahas tentang dialektika antara pemikiran Hegel dan Marx. Selama Perang Dunia II ia bekerja untuk U.S. Office of War Information (OWI), sebuah proyek pemerintah Amerika Serikat yang berhubungan dengan propaganda anti-Nazi.

Pada 1943 dia dipindahkan ke Office of Strategic Services (OSS) yang salah satu misinya adalah penelitin tentang Nazi dan Denazifikasi. Setelah itu pada 1945, Marcuse dipekerjakan dalam Department of State Amerika Serikat sampai 1951 sebagai Kepala Urusan Eropa, kemudian dia berhenti setelah kematian istrinya yang pertama pada tahun yang sama. Pada 1952 dia mulai berkarir sebagai pengajar ahli dalam bidang politik, karir pertamanya yaitu di Columbia dan Harvard University. Kemudian ia berpindah ke Brandeis University dari tahun 1958 sampai 1965. Di Universitas inilah Marcuse mendapatkan gelar professornya dalam bidang filsafat dan politik. Lantas ia berpindah ke University of California,San Diego, hingga akhir hayatnya. Selain tercatat sebagai salah satu anggota mazhabFrankfurt, Marcuse juga merupakan teman sekaligus kolaborator sosiolog dan sejarawan Barrington Moore Jr dan filosof politik Robert Paul Wolff.

F. PEMIKIRAN TOKOH MAZHAB FRANKFURT
1. Max Horkheimer
Horkheimer sebagai tokoh yang dianggap menetapkan prinsip-prinsip dasar Frankfurt School dalam melakukan kritik epistemology dan kritik peradaban industrial (Bullock dalam Ahmad Suhelmi, 1999: 276) yang kemudian memunculkan sebuah tulisan berjudul Traditionelle und Kritiche Theory (teori tradisional dan teori kritis) yang dipaparkannya pada tahun 1937 dan dilatarbelakangi oleh kegagalan perjuangan kelas pekerja di Jerman dan Soviet. Horkheimer membedakan teori kritis dan teori tradisional yang ditandai oleh perbedaan tegas antara pengamat dengan subyek kajian.
Dalam berpikir teoritis tradisional, asal-usul fakta obyektif khusus, penerapan praktis dari system konseptual untuk memahami fakta-fakta, dan peran beberapa system tindakan, semuanya diterima sebagai eksternal dari berpikir teoritis itu sendiri.
Alienasi ini, yang menemukan ungkapan dalam terminology filsafat karena pembedaan nilai-penelitian, pengetahuan-tindakan, dan sifat-sifat berlawanan yang lain, melindungi ketegangan dimana kita telah tunjukan dan sediakan sebagai kerangka jaminan untuk aktifitas mereka (Horkheimer dan Paul Connerton, 1976: 219).
Kemudian Horkheimer menyatakan posisi teori kritis sebagai berikut:
a. Kesadaran berpikir tentang dirinya disederhanakan penemuan hubungan yang berjalan antara posisi intelektual dan lokasi social mereka.
b. Struktur sikap kritis, karena sebagian kemauan menembus cara tindakan social yang berlaku, tidak lebih tertutup berhubungan dengan disiplin social, kemudian memahami ini lebih dari ilmu alam.
c. Realitas obyektif yang diberikan persepsi dipahami sebagai produk dimana secara prinsip harus di bawah kendali manusia, sehingga dimasa depan setidak-tidaknya akan menjadi fakta terkendali, dan realitas-realitas ini kehilangan waktu faktualitas yang murni.

Horkheimer juga menyatakan bahwa teori-teori filosofis dan ilmu social yang menyatakan diri murni deskriptif, sesungguhnya tidak menggambarkan murni seperti itu, tetapi sekaligus membenarkan. Artinya, kata deskriptif bukan sekedar menunjukkan penggambaran, melainkan juga menunggalkan evaluasi tersembunyi yang juga bisa dikatakan sebagai ideologis. Dengan demikian, obyektifitas ilmu social dan filasafat bersifat semu, sebab dibelakangnya tersembunyi kepentingan-kepentinagn struktur kekuasaan untuk tidak diganggu gugat. Obyektifitas itu perlu dirobek (Franz Magnis Suseno dalam FX Mudji Sutrisno dan F. Budi Haadiman (editor), 1992: 148).

2. Theodor W. Adorno
Dalam karyanya bersama Horkheimer berjudul Dialectic of Enlightenment, Adorno berusaha memberikan analisis konseptual tentang bagaimana Pencerahan, yang pada mulanya ditujukan untuk mengamankan kebebasan dari ketakutan dan otoritas manusia, berubah menjadi beberapa bentuk dominasi politik, sosial, dan budaya dimana manusia kehilangan individualitas dan masyarakat kehilangan makna kemanusiaan. Analisis ini diberikan dengan penjelasan tentang motif konseptual dari proses rasionalisasi masyarakat--dalam konteks Weberian--dimana dominasi kapitalis merupakan bahaya terbesar yang muncul darinya.

Konsep sosiologi yang diformulasikan Adorno dimulai dengan usaha untuk memahami kaitan antara musik dan masyarakat. Pada terbitan pertama jurnal yang dipublikasikan Institut Penelitian Sosial Frankfurt, Adorno menulis essay berjudul On the Social Situation of Music, yang memaparkan beberapa temuan-temuan sosiologis. Essay ini penting karena analisis musik adalah awal dari refleksi sosiologis Adorno, yang bertujuan untuk menyingkap kandungan sosiologis dalam tekstur karya estetis. Hal ini berlanjut dengan penemuan apa yang disebut mediasi sosial, yang berarti kesalingterpengaruhan antara yang universal dan partikular; masyarakat dan individu.
Objek sentral dalam teori kritis Adorno adalah hubungan saling keterpengaruhan antara pertentangan-pertentangan dalam masyarakat sebagai sebuah totalitas dan bentuk konkrit kehidupan subjek-subjek dalam masyarakat. Teori kritis diorientasikan pada ide tentang masyarakat sebagai subjek, dengan individu sebagai pusat. Sebuah teori menjadi ”kritis” dengan menegasikan ketidakadilan, egoisme, dan alienasi yang dihasilkan oleh kondisi sosial dibawah ekonomi kapitalis.

Sama halnya pemikiran Adorno sekaligus juga Hoekheimer dalam Cultural Studies yang telah dinyatakan secara terang-terangan dan tegas dalam judul essai mereka ‘Industri Kebudayaan-Pencerahan Sebagai Pembohong Massal’ (The Culture Industry-Enlightenment As Mass Deception) (Adorno dan Horkheimer, 1979). Mereka berpendapat bahwa produk cultural adalah komoditas yang dihasilkan oleh industry kebudayaan yang meski demokratis, individualistis dan beragam, namun pada kenyataannya otoriter, konfortmis dan sangat terstandardisasi. Jadi, kebudayaan membubuhkan stempel yang sama atas berbagai hal. Film, radio dan majalah menciptakan suatu system yang seragam secara keseluruhan untuk semua bagian’ (Adorno dan Horkheimer, 1979; 120). Keragaman produk industry kebudayaan adalah suatu ilusi untuk ‘sesuatu yang disediakan bagi semua orang sehingga tak seorang pun bisa lari darinya’ (Adorno dan Horkheimer, 1979; 123).

Adorno (1941) memandng music pop, khususnya jazz, sebagai suatu polesan, miskin dengan orisinalitas dan tidak memerlukan terlalu banyak usaha oleh audiennya. Bagi Adorno, tujuan music standar adalah reaksi standard an penegasan atas kehidupan bagaimana adanya. Ini bukan Cuma soal makna yang tersembunyi, namun soal penstrukturan psikis manusia secara konformis. Adorno mengganti istilah ideology (sebagai ide) dengan psikologi Freudian saat menyatakan industry kebudayaan, bersama dengan keluarga, memproduksi ‘kelemahan ego’ dan ‘kepribadian otoriter’
Sebaliknya, seni kritis Adorno tidak berorientasi pada pasar dan menantang standar logika masyarakat yang ter-reifikasi. Menurut Adorno, contohnya adalah music atonal (tanpa nada) Schoenberg, yang menurutnya, memaksa kita berpikir tentang cara baru dalam melihat dunia ini. Kita bisa mencatat bahwa kritik yang ditemukan ini benar-benar soal bentuk ketimbang isi, khusunya aliran non-realisme dan sifat ‘asing’ seni yang memberikan inspirasi melalui ‘negatifitas utopis’-nya.

3. Herbert Marcuse
Dalam bukunya One Dimensional Man, Marcuse melalui kacamata Marx dan Freud mencoba untuk menganalisis akar-akar fenomena masyarakat kapitalis yang merupakan akar dari adanya budaya konsumerisme. Secara garis besar Marcuse mengatakan dalam tesisnya bahwa segala kehidupan dalam masyarakat kapitalis diarahkan kepada satu tujuan, yaitu peningkatan sistem kapitalisme. Dengan demikian ia berpendapat mustahil ada ruang untuk bernafas bagi tumbuhnya pemikiran lain di luar kapitalisme. Maka Marcuse sampai pada kesimpulan bahwa masyarakat industri modern merupakan masyarakat yang tidak sehat, berdimensi satu, represif (menindas, menekan), totaliter (menyeluruh, menguasai segala-galanya). Apa yang Marcuse sampaikan dalam tesisnya tersebut memang bukanlah isapan jempol belaka. Di banyak negara, khususnya negara miskin seperti Indonesia, budaya konsumerisme begitu mewabah dan merasuk hingga ke lapisan akar rumput. Melalui fenomena multi-media—iklan TV misalnya—orang terpropaganda hingga kehilangan kontrol terhadap pikirannya atas apa yang layak dan tidak layak untuk dikonsumsi. Semua orang, baik yang masuk dalam kategori kelas menengah ke atas maupun kelas sosial menengah ke bawah, berbondong-bondong untuk menyerbu pusat-pusat perbelanjaan, tanpa mempertimbangkan sifat dan motivasi konsumsi. Kiranya inilah salah satu dari sekian banyak fenomena yang melandasi pemikiran Marcuse, bahwa orang telah berpikir dalam satu dimensi, konsumsi dan konsumsi, tanpa mengindahkan derajat kelayakan dan hirarki kebutuhan. Sisi lain dari masyarakat kapitalis adalah represif. Marcuse mengatakan bahwa sistem ekonomi-sosial kapitalisme merupakan sistem yang menindas dan menekan. Kalau dulu penindasan dan penekanan itu diterapkan dalam bentuk perbudakan—yang dalam bahasa Marx—oleh kaum borjuis terhadap kaum proletar, namun pada masa sekarang bentuknya semakin diperlembut. Pertama-tama dibentuklah suatu image akan adanya sebuah sistem sosial ekonomi yang kaya, maju, nyaman dan enak. Hal ini semakin dipoles dengan kian cepatnya laju pertumbuhan produksi yang dari hari ke hari wajib untuk menciptakan kebutuhan baru bagi masyarakatnya. Sebenarnya kebutuhan yang dimaksud di sini lebih bersifat semu, konsumtif. Hadir banyak alat propaganda yang luar biasa dahsyatnya, menghipnotis masyarakat untuk menjadi boros dan menghambur-hamburkan uangnya demi sesuatu yang tidak perlu dengan tanpa disadarinya. Inilah yang Marcuse sebut sebagai “perbudakan sukarela”. Pola sistem masyarakat industri modern juga bersifat totaliter. Totalitarianisme yang diterapkan di sini tidak tanggung-tanggung. Bukan hanya lini sosial dan ekonomi, namun budaya dan pemikiran masyarakat juga diubah agar sesuai dengan tujuan utama; yaitu peningkatan keuntungan. Maka dalam system kapitalisme, setiap orang secara individu diasingkan dari akar budayanya. Atau dalam bahasa yang lebih kasar terjadi sebuah “Brain Washing” yang kemudian diisi dengan nilai-nilai yang dianjurkan oleh sistem kapitalisme. Totalitarianisme itu juga terlihat dari penggunaan bidang seni dan sastra yang hanya dipakai sebagai alat pendukung untuk menyokong orde yang mapan sehingga semakin mendulang keuntungan yang berlipat-lipat. Pengalaman Marcuse dalam dua babak perang dunia, juga menyisakan banyak penderitaan yang tak mudah ia lupakan. Perang—dalam istilah Marcuse—merupakan salah satu dari bentuk pola budaya konsumerisme yang paling kasar dan paling sadis yang diciptakan oleh masyarakat industri modern. Industri senjata, menurutnya, bukan merupakan satu bentuk usaha untuk menegakkan Hak Asasi Manusia (HAM), namun semata-mata untuk kelangsungan bisnis dan untuk kepentingan pengerukan kekayaan belaka. Pemaduan dan pencampuradukan antara kemakmuran dan ancamanperang, serta kehancuran umat manusia, merupakan satu contoh dari strategi sistem kapitalisme untuk melangsungkan keuntungan dan melanggengkan pengaruhnya. Dalam hal pendidikan, sistem masyarakat industri modern juga tak lupa untuk mencoba-coba dan berkotor tangan di dalamnya. Lihat saja di Indonesia misalnya, segala lini disiplin ilmu yang diajarkan seoalah tertuju pada satu; sebagai sarana pendukung dan penyokong cita-cita kaum kapitalis. Maka tidak heran jika Filsafat dewasa ini, di Indonesia, sudah tidak lagi kritis bahkan banyak ditinggalkan dan dianggap sebagai momok pemikiran, padahal seharusnya filsafat lebih bersifat analitis kritis dan solutif. Tentu saja Marcuse tidak tinggal diam atas fenomena tersebut. Ia menawarkan beberapa jalan keluar agar orang dapat terbebas dari jeratan pengaruh yang tidak sehat tersebut. Pertama, Marcuse menyatakan bahwa teknologi dan ilmu pengetahuan sudah saatnya untuk direnggut dari penyalahgunaan sebagai alat kepentingan dominasi “establishment” untuk menemukan dan mewujudkan kemungkinan-kemungkinan bentuk kehidupan yang lebih manusiawi. Atau dalam bahasa lain, lawanlah teknologi dan ilmu pengetahuan dengan teknologi dan ilmu pengetahuan yang sama, seperti pembuatan iklan “gemar berhemat” misalnya. Kedua, menciptakan kesadaran yang “Aesthetic Ethos” yang menyaratkan bahwa unsur-unsur estetis seperti seni musik, seni lukis, seni teater, menjadi suatu kerangka kehidupan. Karena dengan adanya dimensi estetis dalam suatu masyarakat akan terwujud masyarakat yang bebas dan matang dalam menentukan pilihan, salah satunya dalam aktivitas konsumsi. Ketiga, menciptakan dorongan biologis untuk pembebasan. Yang dimaksud Marcuse di sini adalah pembalikan kehendak dan minat untuk menentang dominasi penindasan kerja, misalnya menolak kerja lembur. Karena pada hakikatnya, kerja lembur merupakan salah satu “perbudakan sukarela” yang hanya bertujuan untuk mencapai keuntungan yang sebesar besarnya dengan biaya pengeluaran sekecil-kecilnya. Keempat, mengubah gaya hidup mewah yang telah dijargonkan oleh sistem kapitalisme sebagai simbol dari kesejahteraan. Peningkatan hasil pendapatan industrial yang ditopang oleh prinsip produksi dengan tujuan untuk menciptakan kebutuhan baru dapat dilawan dengan menerapkan pola hidup sederhana. Sederhana di sini bukan dimaksudkan sebagai gaya hidup asketis, namun lebih dimaksudkan sebagai pola konsumsi yang sesuai dengan kebutuhan yang sebenar-benarnya (pola konsumsi matang) dan bukan kebutuhan yang palsu maupun yang artifisial. Kelima, mengubah gaya hidup kuantitatif menjadi gaya hidup kualitatif.

DAFTAR PUSTAKA

- BERTENS, K. 2002, Filsafat Barat kontemporer Inggris-Jerman, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
- Lechte, J. 2001, 50 Filsuf Kontemporer; dari strukturalisme sampai Postmodernitas, A. Gunawan Admiranto, Kanisius, Yogyakarta.
- Sutrisno, FX Mudji dan F. Budi Haadiman (editor). 1992, para filsuf penentu gerak zaman, cet I Yogyakarta, Kanisius.
- Dwi Susilo K. Rachmad. 2008, 20 Tokoh Sosiologi modern, Yogyakarta, Ar-Ruzz Media.
- http://translate.google.co.id - http://www.theory.org.uk/
- Agger, Ben. 2003, Teori Sosial Kritis, Kritik Penerapan Dan Implikasinya, Kreasi Wacana, Yogyakarta
- Jay, Martin. 2005, Sejarah Mazhab Frankfurt, imajinasi dialektis dalam perkembangan teori kritis, Kreasi Wacana, Yogyakarta.

Tidak ada komentar: