Kamis, 17 April 2008

Pancasila; Agama dan Negara

Pancasila; Agama dan Negara

Oleh : Khirzul Muhammad*


Pancasila suatu ideologi yang diusung Soekarno. Pluralitas dan hiterogenitas suku, adat semuanya ada disana bahkan sampai pada agama sekalipun, pluralitas-multikultu-ralisme serta hiterogenitas agama bukan menjadi suatu impedansi bagi kita untuk berinteraksi terhadap sesama sekaigus berpartisipasi dalam membangun negara yang diinginkan. Dalam ajaran agama tak ada diskriminasi interaksi kehidupan sosial, agama meng-ajarkan untuk selalu toleran (at tasammuh) dan seimbang (at tawazun) kepada sesama lebih-lebih islam yang mengatur segala bentuk dari kehidupan.

Hampir keseluruhan dari hu-kum-hukum atau pun undang-undang yang dimiliki indonesia bersifat dan bertolok ukur pada aturan-aturan islam, tak semes-tinya kita menuntut negara islam yang didalamnya terdapat ber-bagai jenis dan aspek hitero-genitas kehidupan, memang masyarakat indonesia secara komulatif beragama islam, tapi bukan berarti islam harus dipaksakan dalam kehidupan dan tetanan keseharian mereka, apalagi permasalahan tentang RUU APP yang membuat gempar rakyat indonesia serta mengusik ketahanan NKRI terutama mereka yang merasa kebudayaan dan adatnya tidak sesuai dengan nilai-nilai ke-islaman. Bali, Papua misalnya, mereka akan melepaskan diri dari indonesia jika RUU APP sampai di syahkan, mereka merasa terusik dan tertekan jika RUU itu disyahkan, Nabi SAW pernah mengatakan “(man adza dzamiyan faqad adzani, siapa saja yang menganiaya ahli dzimmah, maka sesungguhnya dia menganiaya diriku)” bukan berarti kami disini menolak serta menistakan tentang adanya agama (islam), perlu diingat pancasila bukan liberalisme serta sekularisme, pancasila ideologi kita, ideologi yang mampu menampung dan men-fasilitasi pluralitas-multikultur-alisme dan hiterogenitas yang menjadi ciri khas serta karunia yang dimiliki negara kita yang patut disandang indonesia sebagai bentuk dari solidaritas dan konsensus bersama demi tercapainya bangsa dan negara yang mampu mengkonstruksi dan mengayomi serta membawa ke arah development dari berbagai aspek kehidupan tanpa adanya hal yang membatasi. Soekarno seorang tokoh proklamator yang mampu meng-integrasikan berbagai perbedaan yang ada di negeri ini, keberagaman baik agama, maupun suku merupakan suatu hal yang tak perlu diper-debatkan keberadaan nya.

Negara dan islam yang digabungkan menjadi “negara islam” merupakan suatu distorsi hubungan proporsional antara negara dan agama yang dimorfik, karena negara adalah salah satu kehidupan duniawi yang dimensinya rasional dan kolektif. Sedangkan agama adalah aspek kehidupan lain yang dimensinya spiritual dan bersifat pribadi tanggung jawabnya. Memang negara dan agama tidak dapat dipisahkan namun keduanya tetap harus dibedakan dalam dimensi dan cara pendekatannya. Karena negara tak mungkin menempuh dimensi spiritual, guna meng-urus dan mengawasi motivasi sikap dan batin warga negara, maka tak mungkin pula mem-berikan predikat keagamaan kepada negara. Dan semoga tercapai apa yang diinginkan negara dalam menata masya-rakatnya.





* Penulis adalah Mahasiswa Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lahir di Tuban Jawa Timur di sebuah Desa kecil pesisir pantai utara kota Tuban yang sekarang aktif di PMII “Humaniora Park” Rayon Fakultas Ilmu Sosial dan Humaiora.
.

Tidak ada komentar: