Rabu, 16 April 2008

MADZHAB

MADZHAB

Madzhab merupakan sebuah pilihan hidup dalam menentukan dan bersinggungan langsung dengan sebuah pilihan akan hukum-hukum yang diinginkan dalam proses ia ber Tuhan. Keberadaan madzhab dan berbagai macamnya merupakan hal yang patut disyukuri sebagai sebuah khazanah intelektual manusia dalam proses pengejawantahan kreasi dari ciptaan Tuhan yang Maha dahsyat dan manusia adalah representasi Tuhan menurut perspektif Al-Farabi, serta bagiamana manusia harus meneruskan cita-cita Tuhan dalam proses dinamika di dunia ini sebagai khalifah fil alam.
Keanekaragaman bentuk madzhab dalam menentukan pandangan hukumnya dan pengambilan hukum-hukumnya dengan berbagai jalan serta syarat yang ia harus tempuh merupakan keagungan Tuhan yang tidak bisa dipungkiri. Para madzhab-madzhab lain, baik Hanafi, Maliki, Syafi’i maupun Hanbali adalah putra-putra agung yang dimiliki orang Islam sebagai waratsatul anbiya’ penerus perjuangan lewat ajaran-ajaran hukumnya dalam menfsiri kehebatan nash-nash Tuhan dan hadits-hadits Nabi.
Eksistensinya sangat terasa dan tak akan terlupakan dalam pergolakan sejarah dunia Islam secara menyeluruh, siapapun mengakui kehebatan madzhab ini. Daya nalar, tafsir dan pengambilan hukum yang begitu hebat dengan melibatkan seluruh aspek keilmuan yang dimilikinya merupakan bentuk dedikasi yang sangat-sangat hebat.
Keadaan hukum yang kurang begitu jelas dapat terselesaikan dengan dasar-dasar bagiamana hukum itu di ambil dengan mengunakan metode-metode ijtihad, ushul fiqh atau yang lain yang dibentuk atau yang sudah dibukukan oleh para pendahulu kita, Imam Syafi’i sebagai pelaksana pembukuan terhadap metode-metode ushul fiqh pada waktu itu.
Ushul fiqh merupakan dasar hukum yang sangat urgen sebelum menentukan langkah kedalam pengambilan hukum fiqh, bahan mentah atau dasarnya ada di ushul fiqh. Perkembangan yang mencengangkan kiranya dalam perkembangan ushul fiqh sendiri yang sampai saat ini tetap eksis sebagai ilmu atau kaedah dalam pengambilan setiap keputusan yang berkenaan dengan hukum sekitar.
Namun, berbagai macam perspektif pasti terus mewarnai setiap kebijakan hukum yang ada, tergantung cara pengambilan dan madzhab apa atau siapa yang ia jadikan sebagai hujjah dalam pengambilan kebijakan tadi. Meski demikian, kiranya menjadi pelajaran dan renungan bahwa keberagaman perspektif yang dianut tidaklah menjadi stereotype yang membayangi dalam pengambilan kebijakan itu, karena pelangi tak kan tampak indah jika ia tak berwarna-warni.

A. Sejarah Kemunculan
Berawal dari sebuah perbedaan pendapat dikalangan sahabat dan tabiin dalam furu’ dan belum terbukukannya fiqih pada waktu itu. Pemahaman hukum waktu itu tidak seperti pembahasan para fuqaha’ yang dengan segenap kemampuannya berusaha menjelaskan beberapa rukun, syarat, dan adab, membedakan suatu hal dari yang lain berdasarkan dalil-dalil, memperkirakan dan membicarakan peristiwa-peristiwa yang yang akan terjadi, lengkap dengan hukum-hukumnya, membatasi susuatu hal yang dapat dibatasi dan lain-lain.
Sebagaimana mereka menyaksikan Rasul shalat, mereka langsung mengikuti shalat, serta ketika Rasulullah wudlu dan disaksikan oleh para sahabat lalu mereka mengikuti tanpa menunggu penjelasan yang ini rukun yang ini adab. Beliau melaksanakan haji mereka mengikutinya. Walhasil, mereka berbuat seperti apa yang diperbuat oleh Rasul tanpa disertai penjelasan bahwa fardlu wudlu itu enam atau empat tidak pula diperkirakan muwalah sehingga dihukumi sah atau tidak, dan sedikit sekali mereka bertanya tentang hal semacam itu.
Perbedaan dari sebuah penalaran dan perbedaan pula dalam memahami sebuah ‘illat hukum merupakan beberapa akar kemunculan madzhab . Serta perbedaan penafsiran terhadap nash-nash al-Quran karena jelaslah berlainannya akal yang memahaminya . Hal ini yang menyebabakan atau merupakan indikasi munculnya madzhab dan berbagai penafsiran yang berbeda itu juga mengakibatkan muncul beberapa aliran madzhab.

B. Perkembangan Madzhab
Madzhab yang dulunya hanya ada di beberapa negara tertentu saja seperti halnya Irak, Arab dan sekelumit dari negara-negara Timur yang belum banyak dikenal oleh banyak kalangan sekarang madzhab terus berkembang diberbagai negara di belahan dunia, baik Timur maupun Barat, sesuai siapa yang membawa.
Demikian halnya di Indonesia, perkembangan madzhab mengalami kemajuan seiring proses penyebaran Islam sebagai sebuah ajaran normatif yang dianut dan dipercaya oleh sebagian penduduk dunia pada umumnya. Perkembangan madzhab tidak jauh dari mana Islam itu dan oleh siapa Islam itu sebagai agama dibawa dan dipelajari bahkan dianut oleh penduduk mayoritas di Indonesia. Hal inilah yang mungkin melatar belakangi proses berkembangnya madzhab di Indonesia yang pada umumnya penduduk dan sistem hukum maupun ajaran fiqih di Indonesia menganut salah satu madzhab empat yakni Imam Syafi’i sebagai pedoman. Karena hal itu tidak jauh dari orang-orang Arab dan India Selatan pada waktu itu, berdagang sekaligus menyebarkan agama Islam di Indonesia yang dulu orang India Selatan ini menganut madzhab Syafi’i, akibat pengaruh yang dibawa oleh pedagang dan para mubaligh Arab yang menyiarkan ajaran Islam, sehingga Indonesia (pasai) yang menjadi tempat persinggahan para pedagagang Arab dan India, juga berpaham Syafi’i.sebagai bukti Sultan al Malikus Sahir raja pertama menganut paham Syafi’I diantara raja-raja Samudera Pasai. Kemudian pada perkembangannya, paham Syafi’I banyak berkembang diseluruh pelosok Indonesia yang dibawakn oleh para Wali di Indonesiayang terkenal dengan “wali songo”, mereka pun dalam pengajarannya berpedoman pada madzhab Syafi’i.
Dari jasa para wali yang gigih didalam mengajarkan Islam dengan berbagai cara yang sesuia dengan situasi dan kondisi pada waktu itu, maka lahirlah ulama’-ulama’ Jawa yang duduk dipesantren dan berperan serta dalam perjuangan bangsa, negara dan agama, dengan gayanya yang khas pesantren ala Syafi’i dengan bukti bahwa hampir seluruh kitab-kitab fiqih yang disajika sebagi pegangan adalah kitab fiqih yang bermadzhab Syafi’i. Hal demikian itu berkembang dan berlanjut sampai sekarang ini sebagai sebuah pilihan dalam bermadzhab.

Tidak ada komentar: