Kamis, 08 Januari 2009

Muhammad Iqbal; Pemikiran Tentang Pembaruan Islam

A. Pendahuluan
Islam merupakan agama komplek terhadap segala tuntunan-tuntunan maupun aturan-aturan yang bersifat normatik maupun humanistik. Berbagai macam keilmuan yang ada dalam Islam seperti halnya Fiqh, Tasawuf, Tauhid, Ilmu Kalam, Kedokteran dan lain sebagainya menjadi bentuk dari sari kompleksitas Islam itu sendiri. Munculnya ilmu-ilmu tentang Islam tak lepas dari pandangan-pandangan khas dari masing-masing pemikir pada zamannya. Iskandar Zulkarnain yang membawa Mantiq (logika Aristoteles) dalam ranah ilmu Islam, Imam Hanafi, Imam Syafi’i, Imam Malik, Al Farobbi, Ibnu Shina, Ibnu Arabi, Imam Ghazali dan banyak lagi pemikir-pemikir Islam yang hebat masa lalu. Semua itu merupakan bentuk dari implementasi pemikiran yang terbias akibat daya nalar manusia untuk iqra’ segala hal yang ia ingin ketahui, termasuk yang bersifat ke-Tuhanan sekalipun.
Namun, seiring pergolakan dunia global dan gejolak-gejolak pemikiran kaum barat yang di anggap progres dan rasional menjadikan elemen-elemen seluruh dunia ilmuan berlomba-lomba memberikan sumbangan intelektualnya pada dunia. Tak kalah juga hal demikian mendorong, memotivasi pemikir-pemikir Islam untuk terus berjaya dan membangkitkan nalar kritis pemikir-pemikir waktu itu dengan segenap kemampuan yang ia peroleh dari pengetahuan serta hasil pemikiran orisinilnya terhadap pandangan dan gejolak dunia. Mereka para pemikir Islam tak ketinggalan dalam merespon dunia, agama dan segala hal terkait kemanusian serta keilmuan yang berkembang. Mohammad Abid Al Jabiri, Muhammad Arkoun, Hasan Hanafi, Ali Syari’ti dan Muhammad Iqbal tak ketinggalan pula. Dalam makalah kali ini Muhammad Iqbal sebagai kajian kritis kami untuk mencoba mengatahui pemikiran-pemikirannya tentang upaya yang ia lakukan terhadap sumbangan intelektualnya kepada Islam. Penyair-filosof India awal abad ke-20 ini terkenal dengan sikap mandirinya yang menginginkan orang-orang Islam bangkit dan menemukan kreatifitas pada dirinya sendiri (Islam) tanpa harus bergantung pada pemikiran-pemikiran barat. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di halaman berikutnya.

B. Tentang Muhammad Iqbal
Seorang penulis biografi kontemporer Muhammad Iqbal memuji: “tidak ada manusia yang serbabisa, produktif, dan jenius dalam sejarah melebihi Iqbal. Dia bisa di sejajarkan dengan Michelangelo, Leonardo da Vinci, [Leon Battista] Alberti, dan [Rabindranath] Tagore.” Iqbal lahir di Punjab pada 1873 dari keluarga muslim, Iqbal sudah menunjukkan keistimewaansebagai pelajar dan penyair sebelum pergi ke Lahore pada 1895 untuk belajar di College Pemerintah. Disana dia belajar kebudayaan Islam dan kesusasteraan literatur Arab dari seorang orientalis Ingris terkemuka, Sir Thomas Arnold. Pada pergantian abad, dia berahsil meraih gelar master dalam filsafat dan mulai memberikan kuliah, akan tetapi dia menyadari keterbatasan kehidupan akademik, dan posisinya sebagai pegawai pemerintah telah mencampakan bakatnya di bidang kedokteran. Dalam masa-masa itu dia menulis”puisi bergaya tradisional tentang alam dan cintadalam lirik khas Urdu”.
Tulisan-tulisannya mencerminkan pertumbuhannya sebagai seorang muslim, studinya tentang kebudayaan Islam, minatnya terhadap tasawuf melalui ayahnya, ketertarikannya terhadap kebangkitan Islam masa itu (Sayyid Ahmad Khan, Jamaluddin Al Afghani) dan komitmennya pada nasionalisme India berdasarkan solidaritas Muslim-Hindu.
Iqbal berangkat belajar ke Eropa selam 3 tahun; pertama-tama di Cambridge bersama seorang filosof neo-Hegelian, J.ME.Mc Targgert, kemudian di Heidelberg dan terakhir di Munich. Dia keluar dari Eropa dengan gelar sarjana hukum dari Inggris dan gelar doktor dari Jerman denagn tesis tentang mistisisme Persia. Fakta yang lebih penting adalah dia mengguasahi pemikiran Eropa secara mendalam, sejak teologi Thomas Aquinas hingga filsafat Henri-Louis Bergson dan Nietzsche. Pesan-pesannya terungkap secara gamblang dengan dipublikasikannya Screts of the Self pada 1915.
Meski sejak itu bekerja sebagai seorang ahli hukum, Iqbal lebih diakui sebagai seorang penyair, filosof, dan “nabi” zaman baru. Pengakuan ini datang dari dalam negri India maupun dunia luar. Dia diberi gelar kebangsawanan 1922, terpilih menjadi anggota Dewan Legislatif 1926, diangkat sebagai Presiden Liga Muslim 1930. dia menyerukan kerjasama antar kelompok-kelompok agama. “Mungkin kita tidak ingin mengakui bahwa setiap kelompok mempunyai hak untuk membangun menurut tradisi budayanya sendiri.” Ide inilah yang akhirnya dikenal sebagai “Rencana Pakistan”, meskipun Iqbal sendiri tidak pernah mendukung nasionalisme sempit dalam bentuk apapun. Pihak-pihak lain memanfaatkan idenya itu untuk melahirkan negara muslim Pakistan, dan Iqbal diakui secara umum sebagai “Bapak Pakistan modern”. Dia sakit pada 1934, dan akhirnya meninggal pada 1938, hampir satu dekade sebelum India meraih kemerdekaan dan Pakistan memisahkan diri.

C. Pokok Bahasan
1. Pemikiran Pembaruan Islam Muhammad Iqbal
Keautentikan, salah satu bentuk sebuah pemikiran Muhammad Iqbal tentang ide yang ikut menyinari pemikarannya. Penyair-filosof India ini terilhami oleh pemikiran Eropa dan Islam, Iqbal menolak baik konsepsi kemajuan Eropa maupun pola budaya Islam kontemporer di India. Dia mengajajk “kaum muslim sejati” untuk melawan mullahisme, mistisisme, dan monarki serta melawan cara-cara asing. Dalam konteks luas, dia menyeru kepada semua manusia untuk bangkit mengatasi cara-cara tradisional serta ide-ide dan teknologi Barat guna menemukan kreatifitas, semangat dan keautentiikan diri mereka sendiri.
Sebuah cita-cita besar tentunya bagi Iqbal untuk menformulasikan dan menyerukan kepada seluruh umat muslim dimuka bumi ini, bahwa kemandirian hidup, berpikir, dan bertindak harus didasar atas kepercayaan dirinya agar mampu menemukan karakter dirinya sendiri serta menentukan nasip mereka sendiri dalam pergolakan dunia yang semakin kompleks ini. Penyempurnaan diri untuk metamorfosis menuju kehidupan mandiri yang sadar atas realita dirinya merupakan agenda besar cita-cita pemikiran Iqbal.
Standar satu-satunya yang bisa dipakai untuk menilai Iqbal adalah standar universal; standar yang bukan hanya tidak ada, melainkan bahkan, menurut Iqbal, tidak bakal lahir dari penalaran Barat (“penyakit otak”) maupun mistisisme Timur (“penyakit hati”). Standar universal yang dicarinya itu sejenis standar yang akhirnya diajukan oleh Iqbal sendiri, yakni standar kebenaran individual yang pada akhirnya akan menyatu. Dia menyeru kepada seluruh manusia, khususnya di Dunia Ketiga, dalam usahanya untuk membantu mereka menemukan diri mereka sendiri dan menentukan nasib mereka sendiri. Fazlur Rahman menyimpulkan: “Ide utama Iqbal adalah regenerasi kemanusiaan melalui perjuangan individu tanpa henti untuk menyempurnakan realisasi diri”. Iqbal mengajukan suatu teori umum tentang keautentikan.
Diri-autentik niscaya mencerminkan masa lalunya sebagai bagian dari wujud masa kininya. Kesadaran diri akan masa lalu itu muncul dari komunitas, Iqbal menyebutnya “pertalian antara apa yang akan dan telah terjadi”. Baginya komunitas adalah ummah, komunitas orang-orang beriman yang melampaui solidaritas keluhuran atau kewilayahan mereka. Jauh dari menekankan individualisme, komunitas yang dibangun oleh Muhammad membebaskan individu dari ketakutan dan mempercayai manusia dengan tanggungjawab penuh terhadap nasibnya sendiri.


D. Daftar Pustaka
1. Wilfred Cantwell Smith, Modern Islam in India: A Social Analysis, London, Victor Gollancz, 1946.
2. Vahid, Iqbal, His Art and Thought, Bab 1.

IMAJINASI SOSIOLOGIS; C. WRIGHT MILLS

Imajinasi Sosiologis; Sintesis Psikologi Sosial dengan Strukturalisme Konflik C. Wright Mills)

A. Pendahuluan
Sosiologi merupakan salah satu cabang ilmu yang paling komplek substansinya dalam peradaban dunia keilmuan. Berbagai macam istilah keilmuan tentunya bisa bersanding atau dipersandingkan kepadanya. Sosiologi Hukum, Sosiologi Politik, Sosiologi Komunikasi, Sosiologi Pendidikan serta banyak lagi keilmuan lain yang bisa disandingkan termasuk juga Psikologi Sosial yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini. Namun, kekomplekan keilmuan sosiologi inilah yang semestinya harus menjadi pikiran utama para Sosiolog untuk mensinkronkan keilmuan sehingga tidak terjadi sebuah kerancuan pemikiran atau parahnya ketidakjelasan keilmuan sosial. Maka dari itulah sub-sub dari keilmuan itu muncul dipermukaan untuk menjelaskan keterkaitan problem masyarakat yang ada sesuai kebutuhan dan obyektifitasnya.
Begitu pula hal ini sebagai sebuah paduan keilmuan yang diambil dari dua paradigma berbeda tergabung menjadi satu yakni Psikologi Sosial. Sebuah analisis menarik tentu nantinya ketika hal demikian bisa dipelajari dan dipahami secara mendalam dan sistematis. Belum lagi dua hal tadi di sintesiskan dengan dua teori yakni Strukturalisme Konflik yang juga digabung dalam sebuah kajian yang di gagas oleh C. Wright Mills. Kelihatannya menarik, tapi kayaknya cukup membingungkan dan rumit pula. Meski demikian kami mencoba untuk mempelajari, memahami dan membahas teori ini sebagai sebuah tanggungjawab keilmuan kami guna kemajuan dan daya nalar kritis untuk menjelaskan problem, problem solving terkait peristiwa demi peristiwa yang muncul di masyarakat. Artinya memang, karena keberlangsungan kehidupan masyarakat merupakan tanggungjawab bersama sebagai insan penerus cita-cita ke-rasulan. Mungkin untuk lebih jelasnya kami mencoba menguraikan meski dianggap tidak tepat dan sesempurna teoritisi maksudkan.

B. Sekilas Tentang C. Wright Mills
Dengan latar belakang keluarga kelas menegah konvensional: ayahnya seorang broker asuransi sedangkan ibunya adalah ibu rumah tangga. Mills lahir pada 28 Agustus 1916 di Waco, Texas. Ia kuliah di Universitas Texas dan menjelang 1939 dia mendapat gelar sarjana dan master. Mills adalah mahasiswa yang luar biasa, dimana sampai dia meninggalkan Texas dia telah mempublikasikan artikel-artikel di dua jurnal sosiologi utama. Mills mendapat gelar Ph.D. di Universitas Wisconsin. Dia mengajar pertama di Universitas Maryland, tetapi kemudian menghabiskan sebagian besar karirnya, dari 1945 sampai meninggal, di Universitas Columbia. Ia meninggal karena serangan jantung pada usia 45 tahun meski demikian ia sudah banyak memberikan kontribusi penting bagi sosiologi.
Mills mempunyai kehidupan pribadi yang penuh gejolak, yang dicirikan oleh baynak jalinan asmara, tiga perkawinan dan seorang anak dari tiap-tiap perkawinannya. Dia juag menjalani kehidupan profesional yang penuh pertempuran. Dia kelihatannya bertikai dengan siapa saja dan dengan segala hal. Saat Mills masih mahasiswa di Wisconsin, dia kerap berselisih dengan banyak profesornya. Kelak dalam salah satu esainya, dia terliabat dalam kritik terselubung terhadap mantan ketua jurusan di Wisconsin. Dia menyebut teoritisi seniornya di Wisconsin, Howard Becker, sebagai “dungu banget” dan akhirnya ia pula berkonflik dengan Hanz Gerth, rekan penulisnya, yang menyebut Mills sebagain “operator hebat”, pemuda congkak yang menjanjikan dan koboi Texas. Mills terisolasi dan di asingkan oleh kolega-koleganya.meski ia seorang profesor ternama di Columbia. Mills menentang tidak hanya teoritisi dominan pada masanya Talcott Parsons, tetapi juga metodologis dominan, Paul Lazarsfeld, yang juga kolega di Columbia. Ia selalu bertentangan dengan orang; dia juga dengan masyarakat Amerika dan menantangnya dalam berbagai front. Tetapi barangkali yang paling menonjol adalah fakta bahwa ketika Mills mengunjungi Uni Soviet dan dihormati sebagai kritikus masyarakat utama, dia memanfaatkan kesempatan itu untuk menyerang sensor di Uni Soviet denagn bersulang kepada seorang pemimpin Soviet awal yang dilenyapkan oleh Stalinis.

C. Pemikiran Teori C. Wright Mills
Dengan imajinasi sosiologis seseorang dapat memahami pandangan historis yang lebih luas; dari segi pengertiannya terhadap hakikat kahidupan (inner life) dan kebutuhan kehidupan (external career) berbagai individu. Dengan menggunakan itu dia dapat melihat bagaimana individu-individu, dalam keruwetan pengalaman sehari-harinya sering mengisruhkan posisi sosial mereka. Dalam keruwetan itu dicari kerangka masyarakat modern dan dalam kerangka demikian psikologi berbagai manusia dirumuskan. Dengan sarana-sarana itu kegelisahan pribadi para individu dipusatkan pada kesulitan-kesulitan eksplisit dan kesamaan-kesamaan publik diubah menjadi keterlibatan dengan isu publik (Mills1959:5).
Demikian sebuah kutipan Mills yang sedikit mengungkapkan teorinya tentang psikologi sosial akibat kegelisahan dan problem individu yang sedang di hadapi sehingga mempengaruhi keadaan sosial yang ada dalam masyarakat. Di lain pihak keadaan struktur dalam lembaga atau organisasi masyarakat berada dalam keadaan kurang stabil sebagai akibat dari konstelasi konflik kepentingan yang berkepanjangan. Keadaan yang kurang kondusif dalam masyarakat dinilai sebagai pengaruh atau disebabkan oleh keadaan individu yang sedang gelisah/berada dalam tekanan dan keruwetan pengalaman yang dihadapi.
Disamping itu ada dua model identifikasi penelitian sosiologis yang kemudian di sintesisikan oleh Mills yang disebut Imajinasi Sosiologis. Imanjinasi Sosiologis ini gabungan dari dua penelitian yang diidentifikasikan oleh Mills Makroscopik dan Molekular. Makroskopik, behubungan dengan keseluruhan struktur sosial dalam cara perbandingan; beruang lingkup sama dengan ruang lingkup ahli sejarah dunia, mencoba menampilkan tipe-tipe fenomena historis, dan secara sistematis menghubungkan berbagai lingkungan institusional masyarakat yang kenudian dikaitkan dengan tipe-tipe manusia yang ada. Molekular, ditandai dengan masalah-masalah berskala kecil dengan kebiasaan menggunakan model verifikasi statistik.
Imajinasi sosiologi merupakan kemampuan untuk mengkap sejarah dan biografi serta daya gunanya dalam masyarakat. Mills menambahkan pada tekanan sosial psikologis terletak di dimensi sejarah dan kesadaran akan pengaruh kekuasaan terhadap struktur sosial. Kepercayaan terhadap kebebasan manusia untuk mengubah sejarah, menyebabkan dia menuntut pembaharuan sosiologi yang bermanfaat bagimasyarakat.
Psikologi Sosial Mills didasarkan atas kecenderungan individu untuk terlibat dalam masyarakat dan struktur sosial dan lembaga-lembaga sosial yang ada. Individu diasumsikan mampu untuk merubah pola-pola yang ada dalam struktur dengan kesadaran sejarah atau pengalaman yang ia refleksikan dalam kehidupanya. Artinay bahwa kebebasan individu dan kesadarannya pada masyarakat dan lembaga ditentukan oleh tingkah laku individu yang sedang dalam keadaan goncang atau kerumitan yang ia alami di lingkungannya.
Sementara itu kekuasaan yang ada dalam lembaga tertentu di senantiasa berada dalam tingkat konflik yang terus berkepanjangan antara individu yang mempunyai tingkat sejarah dan pengalaman berbeda dalam refleksi problemnya, sehingga kekacauan yang ada dilembaga terletak pada individu itu sendiri yang mampu merubah dan menggeser struktur yang telah ada. Kerumitan dan kegoncangan yang telah ada pada masing-masing individu menjadi titik temu yang signifikan dalam perubahan lembaga tersebut.



Daftar Pustaka

- Polloma, Margaret M. Sosiologi Kontemporer, Rajawali Pers, Jakarta, 2007
- George Ritzer-Douglas J. Goodman, Teori Sosiologi Modern, Prenada Media,
Jakarta, 2003

KEWIRAUSAHAAN

URGENSI JIWA INTERPRENEURSHIP BAGI MAHASISWA;
SEBAGAI JALAN ALTERNATIF MENUJU KESUKSESAN


A. Pendahuluan

Wirausahawan, betapa langka profesi ini dikalangan mahasiswa Indonesia. Wisudawan atau wisudawati dikalangan Perguruan Tinggi baik negeri maupun swasta lebih senang berorientasi menjadi pegawai atau pejabat pemerintahan. Padahal pendidikan soft skill dengan mengenyam matakuliah Kewirausahaan semisal atau juga dengan mengikuti seminar-seminar tentang Kewirausahaan bisa digunakan untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan di kalangan mahasiswa itu sendiri. Namun, hal demikian itu tidak semudah membalikkan telapak tangan tentunya. Matakuliah Kewirausahaan harus di desaign benar-benar menarik sehingga mahasiswa yang mengikuti matakuliah Kewirausahaan interest untuk menekuni dunia ini. Paling tidak, jiwa Kewirausahaan tumbuh dalam diri mahasiswa guna sebagai motivator atau jalan alternatif dalam berupaya mengangkat status sosialnya di masyarakat.
Salah satu program strategis yang telah dikembangkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mulai tahun 2008 lalu adalah program kewirausahaan mahasiswa. Program ini dimaksudkan untuk menjawab berbagai persoalan relevansi pendidikan tinggi yang terjadi saat ini. Salah satu problem terberat juga adalah problem ironi pendidikan Indonesia yang menunjukkan bahwa semakin lama seorang anak bersekolah semakin tidak mandiri (http://www.dikti.go.id). Opsi pengembangan kewirausahaan mahasiswa sebetulnya bukan tanpa preseden. Beberapa kampus, institusi, dan pihak yang peduli akan urgensi jiwa kewirausahaan ini tidak cukup hanya berhenti pada makna dari sekedar penjiwaan saja. Melainkan sudah memulai bagaimana menjadikan kewirausahaan sebagai suatu budaya yang menginternal pada setiap Perguruan Tinggi dan segenap civitas akademika, terutama mahasiswanya, jelas. Karena sampai saat ini pun, orientasi lulusan di Perguruan Tinggi yang banyak diketahui cuma itu-itu saja, yakni bagaimana cara melamar atau mencari pekerjaan. Semestinya dengan kemampuan pengalaman dan pengetahuan keilmuan yang ia peroleh tidak lagi hanya berorientasi mencari atau melamar kerja (job seeker), tapi bagaimana menciptakan lapangan kerja (job creator) sehingga dapat mengurangi angka pengangguran dan kemiskinan nasional.
Diskusi dan bincang-bincang mengenahi jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa sudah terlihat disetiap matakuliah Kewirausahaan ini yang mencoba diberi “virus”, bertujuan untuk menarik perhatian dan kesadaran akan pentingnya jiwa kewirausahaan dikalangan mahasiswa. Namun demikian pada kenyataannya tak gampang menular dan ditularkan. Itulah jiwa kewirausahaan. Berbagai cara sudah ditempuh untuk menularkan “virus kewirausahaan” ini. Anehnya virus ini tak juga menular dikalangan mahasiswa pada umumnya. Padahal, jiwa kewirausahaan atau enterpreneurship penting ditumbuhkan sejak awal agar dapat mendorong atau memotivasi suksesnya seseorang dalam hal ini mahasiswa sebagai subyek perubahan dalam masyarakat, bukan malah menjadi penyumbang angka kemiskinan dan pengangguran (penyumbang beban pembangunan nasional).
Pada kenyataannya sampai sekarang pun masalah pengangguran memang masih menjadi kasus serius atau tema yang senantiasa selalu di gagas oleh setiap pelaku ekonomi, baik pemerintah, instansi pendidikan, pelaku usaha dan masyarakat. Sekarang saja angka pengangguran sudah mencapai 20 juta orang lebih. Belum ditambah setiap tahunnya angka pengangguran meningkat rata-rata dua juta per tahun. Angka pengangguran yang memang fantastis tersebut disumbang besar oleh tingginya jumlah setiap sekolah dan Perguruan Tinggi menelurkan lulusannya. Berbagai solusi dan kebijakan senantiasa diambil oleh pemerintah dan pelaku ekonomi untuk menekan laju angka pengangguran tersebut. Namun tetap saja angka pengangguran tetap tinggi dan akhirnya selalu menjadi Pekerjaan Rumah bagi bangsa ini. Kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja sangat relevan di tengah tingkat pengangguran yang masih tinggi dan demikian ini merupakan jalan alternatif untuk meraih kesuksesan apalagi ditengah krisis global yang terjadi sekarang ini. Meskipun hal ini tergantung tingkat kreatifitas dari masing-masing entrepreneur untuk menggalinya sehingga produk yang dihasilkan relevan di market (marketable). Karena bukan tidak mungkin sekarang, bahwa mahasiswa bisa menjadi jutawan bahkan milyader yang tentunya tanpa meninggalkan nilai-nilai.
Mahasiswa dianggap telah cukup mumpuni dan mempunyai skill, pengalaman dan pengetahuan yang di peroleh dari bangku kuliah. Artinya bahwa, mahasiswa seharusnya menjadi front-liner untuk menjawab tantangan atau masalah ini (pengangguran dan kemiskinan) dengan menumbuhkan, menerapkan dan mengejawantahkan jiwa enterpreneurshipnya dalam karya-karya nyata di masyarakat sebagai bentuk implementasi status dan prestisenya sebagai agent of social change. Salah satu cara paling sederhana yaitu sadar akan peran penting tumbuhnya semangat jiwa kewirausahaan bagi mahasiswa dan masyarakat. Khususnya juga bagi lembaga pendidikan, tidak hanya sekedar menumbuhkan semangat atau jiwa kewirausahaan saja, tetapi bagaimana membangun konsep berfikir dan mendorong secara praktis kemampuan enterpreneurship lulusannya agar dapat sukses menempuh cita-cita dan tujuan hidupnya serta mampu ikut andil dalam merubah arus dan problem (kemiskinan dan pengangguran) yang terjadi di negaranya yakni dengan cara menciptakan lapangan-lapangan pekerjaan bagi pribadi dan masyarakat pada umumnya.

B. Pembahasan
Urgensi Jiwa Interpreneurship bagi Mahasiswa
Sebagaimana statement di atas bahwa jiwa kewirausahaan penting bagi segenap mahasiswa sebagai jalan alternatif menuju kesuksesan mahasiswa yang sampai sekarang pun relatif minim. Kalau perlu jiwa kewirausahaan itu ditumbuhkan sejak dini guna mahasiswa agar tidak mudah mahasiswa terpengaruh atau iming-iming sebagai pegawai, politikus dan birokrat. Jiwa kewirausahaan bukan semata-mata merupakan ajaran pragmatis-materialis yang tak jarang di tolak mahasiswa. Namun pentingnya menumbuhkan jiwa kewirausahaan diidealkan guna menjawab tantangan kehidupan materialis baik masyarakat maupun mahasiswa dalam mengimbangi arus persaingan dan problem kemiskinan serta pengangguran yang terjadi dalam bagsa dan negara. Dilain pihak jiwa kewirausahaan juga merupakan alat untuk berdedikasi pada kemanusiaan apabila ia mampu mengejawantahkan jiwa enterpreneurshipnya dalam sumbangsihnya bagi bangsa dan negara. Jika ia kreatif dan sukses serta mampu menciptakan lapangan pekerjaan sendiri yang diperuntukkan oleh segenap masyarakat yang membutuhkan maka ia telah berhasil dalam mengurangi problem sosial bangsanya demi kehidupan yang lebih baik tentunya.
Jiwa kewirausahaan/kemampuan kewirausahaan tidak hanya dibutuhkan oleh pengusaha atau mereka yang terjung di dunia wiraswasta, tetapi diperlukan dalam profesi apapun. Karena seseorang dengan kemampuan wirausaha akan dapat menciptakan pekerjaan untuk dirinya sendiri maupun orang lain.
Jiwa kewirausahaan atau entrepreneurship penting ditumbuhkan sejak awal agar dapat mendorong suksesnya seseorang. Kewirausahaan yang dapat menciptakan lapangan kerja sangat relevan di tengah tingkat pengangguran yang masih tinggi. Hal ini mengemuka dalam Seminar Nasional "Success Story Alumni Undip" yang digelar Minggu (23/9). Hadir sebagai pembicara pemilik Penerbit Karya Toha Putra Hasan Toha, Wakil Ketua Kadin Jateng Dhodit LA Wardhana, dan Asisten Direktur Suara Merdeka Adi Ekopriyono.
Namun juga peran penting Perguruan Tinggi dapat mengatasi jumlah penganguran intelek yang terus meningkat. Maka disamping Perguruan Tinggi mempunyai peran sangat penting sebagai institusi yang mencetak kader intelekual atau mencerdaskan anak bangsa, terutama mahasiswa yang memiliki pandangan jauh ke depan yang banyak didambakan amal baktinya oleh masyarakat. Pembelajaran untuk menumbuhkan jiwa kewirausahaan di setiap bidang pendidikan menjadi sangat penting, jangan sampai setiap lulusannya hanya berharap menjadi sebagai karyawan, pegawai atau PNS (pegawai negeri sipil) saja melainkan Perguruan Tinggi diharapkan dapat menjadi satu alternatif untuk menciptakan situasi kondusif bagi penumbuhkembangan jiwa wirausaha di kalangan mahasiswa.
Dari pembelajaran yang dilakukan di atas diharapkan memperoleh hasil berupa peningkatan jiwa kewirausahaan serta meningkatnya wawasan kewirausahaan yang lebih baik dan terciptanya lapangan pekerjaan yang baru. Kewirausahaan atau Entrepreneurship merupakan perilaku dinamis, berani mengambil risiko, reaktif dan berkembang. Pelaku entrepreneurship disebut entrepreneur. Sebagai mahasiswa yang memilki jiwa enterpreneur ia adalah seorang pengejar kesempatan dalam masalah atau ancaman. Dan ciri ciri seorang entrepreneur adalah sebagai berikut: Mengendalikan secara internal, sangat kuat, sangat ingin berprestasi, toleran, percaya diri, berorientasi kerja.
Disamping itu menurut Ciputra ada tiga hal penting yang menjadi ciri pembeda seorang wirausahawan yaitu pertama mampu menciptakan kesempatan (opportunity creator), mampu menciptakan hal-hal atau ide-ide baru yang orisinil (innovator) dan berani mengambil resiko dan mampu menghitungnya (calculated risk taker).
Apalagi sebagai mahasiswa Islam yang secara doktrin telah mempunyai motivasi tinggi tentang enterpreneurship pendahulunya. Karena hal demikain telah dicontohkan oleh pendahulu kita yakni Muhammad ibn Abdillah sebagai pedagang atau saudagar yang jujur, amanah, tahan banting (tidak putus asa) dan sabar. Sebuah refleksi sejarah yang semestinya harus dicontoh oleh pengikut-pengikutnya.
Fakta yang jelas memprihatinkan. Padahal, Clifford Geertz meyakini, para santri (muslim) Indonesia bakal menjadi elite pengusaha Indonesia di masa depan. Fakta ini merupakan hasil studi antropolog AS tersebut, terutama dalam bukunya “The Religion of Java” (1960), dalam upaya untuk menyelidiki siapa di kalangan muslim yang memiliki etos entrepreneurship. Dalam penelitian itu, Geertz menemukan, etos itu ada pada kaum santri yang ternyata pada umumnya memiliki etos kerja dan etos kewirausahaan yang lebih tinggi dari kaum abangan.
Disamping mahasiswa dianggap telah cukup mumpuni dalam pengalaman, pengetahuan tentang keilmuan tertentu baik teoritis dan praksis, maka hal demikian tidak cukup dalam hal enterpreneurship. Dalam dunia enterpreneurship selain pengalaman, pengetahuan yang paling sangat dibutuhkan adalah skill mahasiswa dalam melakukan olah atau proses enterpreneurship. Skill merupakan hal yang sangat urgen untuk menentukan kelincahan dan keahlian seseorang.
Kompetensi adalah seseorang yang memiliki ilmu pengetahuan, keterampilan dan kualitas individu yang meliputi sikap, motivasi, nilai serta tingkah laku yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan/ kegiatan.....pemahaman wirausaha tidak hanya memerlukan pengetahuan tapi juga keterampilan. Keterampilan-keterampilan tersebut diantaranya keterampilan manajerial (managerial skill), keterampilan konseptual (conceptual skill) dan keterampilan memahami, mengerti, berkomunikasi dan berelasi (human skill) dan keterampilan merumuskan masalah dan mengambil keputusan (decicion making skill), keterampilan mengatur dan menggunakan waktu (time management skill) dan keterampilan teknik lainnya secara spesifik.

Hal demikian juga ditegaskan oleh Bob Widyahartono MA.
Kewirausahaan kolektif merupakan kombinasi dari berbagai sifat dan perilaku manusia, antara lain talenta, energi, komitmen berinovasi sebagai suatu tim. Dalam kewirausahaan kolektif, maka potensi dan keahlian, serta sifat dapat diandalkan (skill and credibility) individual secara mudah dapat diintegrasikan dalam suatu kelompok yang saling mencerahkan.

C. Tujuan dan Manfaat
Ada beberapa harapan dan manifest yang diinginkan akan urgensi tumbuhnya jiwa kewirausahaan dikalangan mahasiswa baik yang telah lulus mengenyam pendidikan di Perguruan Tinggi maupun yang belum lulus dan yang akan segera lulus dengan planing-planing yang telah disiapkan jauh-jauh hari. Antara lain:
1. Memberikan penyadaran akan pentingnya kontribusi dalam menanggulangi masalah pengangguran di Indonesia
2. Menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan di dunia perguruan tinggi sebagai pilar ekonomi nasional demi terciptanya keadaan sosial yang baik
3. Menumbuhkembangkan motivasi mahasiswa dalam menciptakan lapangan pekerjaan bagi dirinya pribadi maupun orang lain.
4. Membuka peluang akan kreatifitas wirausaha bagi mahasiswa
5. Dapat mengimplementasikan teori ke praktek di masyarakt, dan berkolaborasinya berbagai disiplin ilmu yang telah diperolehnya di Peeguruan tinggi dalam berwirausaha.
6. Mahasiswa mempunyai semangat dan motivasi wirausaha yang tinggi sebagai jalan alternatif menuju sukses.

D. Penutup
Melalui analisa mengenai urgensi dari jiwa kewirausahaan yang tumbuh dalam diri mahasiswa atau dalam lingkup pendidikan di perguruan tinggi, mudah-mudahan memberikan pemahaman kepada kita bahwa sikap kemandirian, pengetahuan manajerial, leadership, motivasi dan berbagai aspek yang berkaitan dengan technical maupun human skill merupakan satu mata rantai yang perlu dikembangkan menjadi suatu budaya dan paradigma berfikir dalam menyikapi tantangan akan tujuan hidup yang dicita-citakan.
Dan juga semoga dapat menjadi kesadaran bersama bahwa mahasiswa mempunyai tanggungjwab moral dan sosial kepada masyarakat sebagai agent of social change yang tentunya dapat merealisasikannya dengan salah satu cara yakni enterpreneurship. Bukan semata-mata mengajarkan materialis. Tapi hal ini sebagai sebuah persembahan bagi masyarakat tentang tanggungjawab mahasiswa sebagai insan cendikia yang mampu memberikan motivasi untuk meringankan beban bangsa dan negaranya dalam ranah sosial-ekonomi demi tercitanya pertumbuhan nasional yang merata.
Sebagai insan cendikia tentunya, kemampuan mengeksplorasi sumber daya tidak akan serta merta terwujud jika tidak dibarengi dengan upaya kreativitas dan inovasi serta motivasi diri untuk menjadi yang lebih baik. Kesemua hal tersebut sebenarnya tertuang kedalam materi kewirausahaan-sebuah pengetahuan yang merupakan lintas disiplin ilmu dengan porsi pendekatan ekonomi dan manajemen yang dikemas dari berbagai pendekatan oleh berbagai para pakar dan praktisi. Sekali lagi upaya memahami konsepsi interpreneurship yang dilakukan banyak orang-termasuk mahasiswa, mudah-mudahan memberikan keyakinan dan paradigma baru tentang salah satu variabel konsep pertumbuhan ekonomi nasional. Dan semoga tidak cukup dalam jiwa saja melainkan benar-benar ter-ejawantahkan dalam ranah publik untuk menjawab problem sosial-ekonomi nasional sehingga terciptanya kehidupan sosial lebih baik.




DAFTAR PUSTAKA


- http://www.uin-suka.info
- http://www.kompas.com
- http://kodirpetani.blogspot.com
- http://www.dikti.go.id
- Geertz, Clifford, The Religion of Java”; 1960
- http://taufik79.wordpress.com
- Geoffrey G. Meredith (Kewirausahaan : Teori dan Praktek) dan Prof. Dr. Mas’ud Macffoedz, MBA (Kewirausahaan : Suatu Pendekatan Kontemporer)
- http://www.antara.co.id

THE NEW RULES OF THE WORLD

Review; The New Rules of the World

Film yang patut dan harus ditonton oleh dunia, sebuah ungkapan realita sosial mengenahi kondisi riil negri ini. Fakta yang tak elakkan lagi tentunya bagi dunia kaum buruh dan seluruh rakyat Indonesia yang menengadah mengais rizki dari lintah-lintah darat kaum borjuis-kapital pabrik. Film ini dibuat pada tahun 2002 dimotori oleh John Pilger seorang peneliti barat yang bekerja sama dengan IGJ (Institue for Global Justice) & INFID dengan iring-iringan lagu Joan Baez yang menceritakan tentang penindasan buruh oleh mereka kaum pemilik kapital. Bagaimana pemerintah Indonesia yang semestinya memperhatikan nasip buruh justru berbalik merangkul memberi jalan bagi para kapitalis. Soeharto adalah pemimpin yang membuka kran kapitalis negri ini. Kerangka pembangunan yang ia canangkan berafiliasi dengan IMF dan World Bank yang disatu sisi memperkaya keluarganya sendiri dan mempertegas dan mempercuram jurang kemanusiaan antara si kaya dan si miskin.

The New Rulers of the World lahir untuk meretas fakta terhadap eksploitasi kaum buruh pabrik yang terampas hak individu dan sosialnya. Ia terpasung teralienasi barang yang ia hasilkan dalam pabrik. Buruh yang semestinya mendapatkan hak jaminan kesehatan, kesejahteraan baik sosial maupun lingkungan harus tunduk dan sujud dibawah kungkungan tipu daya globalisasi dan eksploitasi oleh para kapitalis.

Globalisasi semakin memberondong keinginan kaum-kaum kapitalis untuk meraup keuntungan dengan cara apapun, termasuk mengeksploitasi pekerja pabrik dengan tanpa memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan dan kemerdekaan pekerja. Globalisasi menjadikan yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin terperosok dalam jurang kenistaan dan ketertindasan ekonomi-sosial.

Dalam kenyataannya, buruh pabrik yang bisa menghasilkan ribuan barang harus rela dan pasrah dibayar murah dengan gaji 1 dollar sehari oleh perusahaan-perusahaan multinasional yang sekarang tumbuh-subur menggurita. Perkasa menguasai pasar dunia. Mengeruk keuntungan milyaran dollar dari setiap hasil produksi buruh pabrik. Kondisi yang sungguh sangat tidak seimbang, GAP dengan bangga menikmati keuntungan bersihnya, 38 milyar dollar.

Hal ini dibuktikan dengan harga sepatu Adidas 1.4 juta rupiah ternyata hanya senilai 5000 rupiah bagi seorang buruh di Tangerang. Jelasnya, buruh itu dibayar 5000 rupiah atas keringatnya yang diperas selama 12 jam, 18 jam, 24 jam atau malah 36 jam sehari. GAP, NIKE, ADIDAS, OLD BRAND, dan banyak lagi merk-merk mendunia yang harganya selangit ternyata dibuat di Negara kaya berkembang yang sekarang miskin seperti Indonesia. Sebuah negeri yang selayaknya tidak miskin dan menjadi pengemis.
Film dokumentasi yang dibuat oleh seorang pengkritisi pembangunan dunia juga globalisasi ini mencoba menyadarkan dunia bahwa ada kebohongan dan kejahatan dibalik rayu IMF dan Bank Dunia. Kejahatan dan kebohongan yang dilakukan untuk menipu para buruh agar dapat dieksploitasi tenaga untuk kepentingan produksi pabrik kapitalis dan kerumunan kelompok-kelompok tertentu. Bisa dilihat code of conduct kerja yang semestinya diketahui semua pihak ternyata menipu para buruh dan ditutupi demi tujuan kapitalistik semata. Film tersebut dibuat di Indonesia, film yang menceritakan bagaimana negara di bawah kekuasaan Soeharto bumi Indonesia dikapling untuk investor asing.

Bagaimana peristiwa pembantaian sekitar satu juta orang tak berdosa pada tahun 1965 oleh Soeharto yang ternyata disupport oleh Amerika dan Inggris, Indonesia kemudian dikapling dalam beberapa sektor. Jasa makanan, sektor keuangan, pertambangan juga perdagangan dibagi-bagi sesuai dengan keinginan para pengusaha asing dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh wakil Indonesia, dan pengusaha asing. Indonesia dibagi rata sesuai hasrat investor. Nixon menyebutnya, Upeti besar dari Asia.
Dalam sebuah wawancara film ini, IMF menyadari bahwa sepertiga dari utang yang diberikan pada Indonesia hilang di tengah jalan. Dalam film tersebut dikatakan, uang-uang itu masuk ke dalam kantong keluarga dan kroni-kroni Soeharto. Tapi IMF tidak peduli. Karena menjerat Indonesia dengan utang adalah kesempatan yang bagus. Faktanya adalah yang dapat disebutkan adalah, bila Indonesia membayar utangnya pada IMF maka IMF akan bangkrut. Bahkan, kini, sumber pendapatan IMF turun hingga 30% karena Indonesia mempercepat pembayaran utangnya. Dan sekarang hutang-hutang IMF itu telah lunas tak menyisakan apa-apa.

ELIZABETH; THE GOLDEN AGE

REVIEW FILM “ ELIZABETH; THE GOLDEN AGE ”

Sebuah tontonan menarik bahwa film Elizabeth; teh golden age ini merupakan representasi realita yang ada bahwa perempuan sebenarnya mampu memimpin sebuah pemerintahan. Jika selama ini perempuan di identikan dengan lemah sebuah ketidakmampuan maka hal itu di jawab salah besar oleh film ini.

Semua itu dibuktikan oleh Elizabeth, pemimipin yang mempunyai kharisma tinggi di hadapan para pengikutnya, meski ia seorang perempuan tapi kebijaksanaan dan kepemimipinannya membuktikan bahwa perempuan mampu untuk memimpin pemerintahan. Kesejahteraan kerajaan dan rakyatnya berdasar atas kebijaksanaannya dalam problem solving semasa memerintah kerajaan Inggris. Tak heran jika sekarang pun orang-orang Inggris masih tetap mengenang masa kejayaannya. Sistem kepemimpinan yang dingin, terbuka-egaliter terhadap segala hal menjadikan ia sebagai sosok pemimpin yang di idamkan rakyatnya. Tegas dalam setiap making decision membuat ia di segani oleh orang-orang kerajaan. Seharusnya inilah sebuah pribadi yang dibutuhkan oleh Indonesia dalam pengambilan kebijakan namun tentunya tetap harus berdasar atas kepentingan orang banyak, artinya tidak sepihak dan tidak berdasar atas kepentingan-kepentingan tertentu yang mengintervensi dan mengintimidasi intern bangsa/kerajaan.

Demikian pula Elizabeth yang merasa terancam akibat intervensi dan intimidasi yang dilakukan oleh dua kerajaan besar Katolik; Maria Stuart; Ratu dari Skotlandia yang di bintangi oleh Samantha Morton dan Raja Philip II dari Spanyol yang dibintangi oleh Arief S Molla, yang merupakan bangunan kerajaan besar dengan armada yang begitu hebat ingin menantang dan menyerbu Inggris Raya. Sir Walter Raleigh yang di bintangi oleh Clive Owen bekerja tak kenal lelah untuk melindungi Elizabeth dari segala ancaman konspirasi yang berniat hendak menggulingkan Elizabeth Melalui jaringan dan kerja mata-matanya yang lihai, Walshingham yang juga seorang penasehat kerajaan berhasil membongkar adanya rencana pembunuhan yang dapat menggulingkan tahta kerajaan.

Menanggapi seruan dari Philip II dan Maria, dengan nada tinggi Elizabeth menyerukan bahwa “kerajaannya tidak akan pernah kalah oleh kerajaan manapun, tentaraku lebih besar dan lebih hebat dari kerajaan Philip II” ia tak kan pernah takut dengan kerajaan manapun termasuk Philip II. Ia akan mati-matian membela kerajaan Inggris. Perang pun tak elakkan, sebagai pemimipn tertinggi Elizabeth tidak tinggal diam dan duduk di istana, sebagai pemimpin yang mempunyai tanggungjawab besar terhadap hidup mati kerajaan ia berada di garda depan memimpin barisan perang, ia tak pernah gentar apalagi takut. Dengan beribu-ribu pasukan dan armada laut Elizabeth dan Raleigh berhasil melumpuhkan kerajaan Spanyol Philip II, Raleigh sekaligus menjadi penasihat terpercaya dan otak dari strategi perang militer kerajaan Inggris waktu itu untuk bertempur melawan kerajaan Spanyol; Philip II. Dan berjayalah kerajaan Inggris di tangan Elizabeth.